Sekolah Kampung

645 102 39
                                    

Taehyung keluar dari kamar mandi dengan celana yang tergulung sampai di atas dengkul. Yunggi menyemburkan teh manisnya melihat hal itu. "Kamu mau ke sawah?"

"Just shut up," balas Taehyung pelan. Ia melewati Yunggi begitu saja dan masuk ke kamar yang ia tempati. "Three days. God! Somebody just kill me please!"

---

Tak tahu pukul berapa ia akhirnya terlelap. Yang diingatnya, ia mencoba membalas beberapa surel masuk namun mood-nya hilang saat tangannya harus bergerilya menepuk rombongan nyamuk penghisap darah.

Ia mengucek matanya pelan lalu terduduk. Meregangkan badan dan merasakan gatal di tangan dan kakinya. Bentol merah beragam ukuran menghiasi kulit mulusnya.

"Shit!"

Pintu kamarnya terbuka lebar dan tampaklah seseorang yang belum pernah dilihatnya memandangnya heran. "Sapa kowe? (Siapa kamu?)" tuntutnya.

Taehyung menatapnya dari atas ke bawah. Ini perempuan atau laki-laki? Kulitnya putih dan wajahnya cantik tetapi suaranya hampir sewarna dengan nada suara miliknya sendiri.

"Who are you? You're trespassing. Out!"

Si perempuan garis miring laki-laki cantik itu terlihat bingung. Ia berteriak tanpa mengalihkan pandangannya dari seonggok makhluk asing di atas kasur. "Mas Gi! Maaasss!"

"Opo? (Apa?)" Sesosok orang baru muncul di belakangnya. Mengapa banyak sekali orang keluar masuk rumah ini?

"Sapa iki, Mas? (Siapa ini, Mas?)" Telunjuknya mengarah ke Taehyung.

"Don't point your finger on me, Boy."

"Akhirnya bangun juga. Kukira mati." Taehyung mengenal suara itu. Bukannya itu suara Si Pendek? Tetapi yang ini tampilannya rapi dengan pakaian hitam dan kacamata. Atau jangan-jangan kembarannya?

"Apa liat-liat? Awas naksir!" Taehyung masih menatapnya tak berkedip

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Apa liat-liat? Awas naksir!" Taehyung masih menatapnya tak berkedip. "Heh! Mandi sana terus ikut aku."

"Where?"

"Sekolah."

---

Joko, sepupu Yunggi, memberondong kakak sepupunya itu dengan pertanyaan.

"Kuwi sapa, Mas? (Itu siapa, Mas?)"

"Kok isa ning kamarmu? (Kok bisa di kamarmu?)"

"Yangmu pa, Mas? (Pacarmu ya, Mas?)"

"Deknen gak isa basa Jawa po piye? (Dia nggak bisa Bahasa Jawa apa gimana?)"

Yunggi menatap kesal sepupunya yang bawel ini. "Meneng sik! Le ku njawab piye nek kowe mung ngerocos ra mandeg-mandeg? (Diem dulu! Gimana aku mau jawab kalo kamu ceriwis nggak berenti-berenti?)"

Joko mengerucutkan bibir. Kicep. Ia takut kalau Yunggi marah. Taring dan tanduknya keluar.

"Kuwi bocah, aku ra tau ngerti jenenge, manggon ning kene telung dina. Aku dewe rung ngerti alesane. Aku ngertine biyen mbahe sing nyekolahke bapakku (Anak itu, aku nggak pernah tahu namanya, tinggal di sini tiga hari. Aku sendiri belum tahu alasannya. Aku tahunya dulu mbahnya yang nyekolahin bapakku)."

Roman PicisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang