I'm Sorry

579 102 77
                                    

Yunggi membiarkan Taehyung berbaring hingga terlelap di sisinya sementara ia tak mengantuk sama sekali. Wajar saja, tubuhnya masih berpikir dan bekerja dengan Waktu Indonesia Barat.

Ia menatap wajah damai Taehyung. Sungguh mempesona. Rahangnya yang tegas, hidung, serta bentuk bibir yang menyempurnakan penampilannya. Setidaknya bagi Yunggi.

Rambut hitamnya yang berombak dan sedikit berantakan menambah kesan maskulin dan seksi. Tuhan tampaknya benar-benar menuangkan mahakaryanya di wajah pria tersebut.

"Wong kok baguse isa kaya ngene.... (Orang kok gantengnya bisa gini....)"

Suara-suara dari luar kamar menarik perhatian Yunggi. Perlahan, ia memindahkan lengan Taehyung yang melingkari pinggangnya dan melihat pria tersebut tak terusik sama sekali.

"Mesti kesel banget (Pasti capek banget)."

Yunggi meninggalkan Taehyung yang masih pulas tertidur dan keluar menemukan biang kerok pembuat suara ternyata sepupunya sendiri.

"Isuk-isuk klothak-klothak ki ngapa je? (Pagi-pagi klotak-klotak ini ngapain?)"

"Aku ngelih je, Mas. Mau arep jukuk panganan ming ana sing yang-yangan. Ya tak ampet (Aku laper, Mas. Tadi mau ambil makanan tapi ada yang lagi pacaran. Ya aku tahan)."

"Sapa sing yang-yangan? (Siapa yang pacaran?)"

"Paijem karo Paijo. Uenak banget kayane. Nganggo dempet-dempetan (Paijem sama Paijo. Uenak banget kayaknya. Pake dempet-dempetan)."

"Nyindir?"

"Lha, emange jenengmu Paijem pa Paijo pa, Mas? (Lha, emangnya namamu Paijem atau Paijo ya, Mas?)"

"Luweh! (Terserah!)"

Joko tersenyum sambil memasukkan potongan roti ke dalam mulutnya.

"Urip ning negara landa ki ra penak jebule ya, Mas. Nek ngelih ra ana burjo karo angkringan. Mi dok-dok ya gak enek sing liwat (Hidup di negara asing itu nggak enak ternyata ya, Mas. Kalo laper nggak ada burjo sama angkringan. Mi dok-dok ya nggak ada yang lewat)."

"Ngomong ngana kuwi sajake wis suwi ning kene ae. Nembe pirang jam ning kene sajake kaya wis khatam ae (Ngomong begitu kayak udah lama di sini aja. Baru berapa jam di sini aja gayanya kayak udah khatam)."

"Hehehe...yangmu ning endi, Mas? Turu pa? Bar ngapa je kok kesel? (Hehehe...pacarmu mana, Mas? Tidur ya? Habis ngapain kok capek?)"

"Bar ngrasani kowe! (Habis ngomongin kamu!)"

"Ealah, jebul mung semana kuate? Apa dawane gur sakmene, Mas? (Ealah, ternyata cuma segitu kuatnya? Apa panjangnya cuma segini, Mas?)" ujar Joko sambil menunjukkan kelingkingnya.

Yunggi berjalan mendekati sepupu bahlulnya itu lalu dengan santainya mencubit pinggang Joko.

"Aduh! Aduh! Lara, Mas Gi. Uwis uwis! (Sakit, Mas Gi. Sudah sudah!) Ampun!"

"Cocot ning ra tau skolah ya kaya dapurmu iki! (Mulut kalo nggak pernah sekolah ya kayak mulutmu ini!)" Yunggi memukul kening Joko dengan serbet di dekatnya. "Utekmu kuwi isane gur dinggo mikir sing saru ae! (Otakmu itu bisanya cuma dipake mikir yang jorok aja!)"

"Aw! Maap maap, Mas." Joko mengelus keningnya yang terasa sedikit panas terkena kain serbet. "Ojo galak-galak to, Mas. Kurang pa jatahe sing mau? Tak gaweke jamu nggo yangmu ben kuwat pa? (Jangan galak-galak dong, Mas. Kurang apa jatahnya tadi? Aku bikinin jamu buat pacarmu biar kuat apa?)"

Malam itu pun ditutup oleh mulut dan kepala Joko yang berakhir di kepalan tangan Yunggi.

---

"Omahe wong tuamu ning endi? Adoh ra seka kene? (Rumahnya orang tuamu di mana? Jauh nggak dari sini?)"

Roman PicisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang