Chapter 29 | Takdir 📌

625 68 8
                                    

"Keluar!"

"Ada apa Fariz? Kenapa Dara disuruh keluar?"

"Keluar lo dari kamar gue! Gak sudi gue berbagi kamar sama lo!" teriak Fariz melotot tajam.

"Tapi Dara mau tidur dimana?"

"Terserah! Bukan urusan gue!"

Fariz membuka lemari dengan kasar, suara hentakan pintu lemari yang dibuka memenuhi ruangan. Baju-baju Dara yang awalnya tertata rapi di dalam berubah berantakan. Fariz mengambil semua baju-baju Dara lalu melemparnya sembarangan.

"Gue muak liat wajah lo! Kalau perlu pergi dari hadapan gue selamanya!"ucap Fariz sambil melempar Dara dengan tas selempang  milik Dara.

"Dara tidak mau Fariz."

Fariz tersenyum getir, susah payah ia berusaha menahan air matanya.
"Dengar baik-baik. Gue benci setengah mati sama lo setelah apa yang lo lakuin ke keluarga gue!" ucap Fariz dengan nada penuh penekanan.

"Dara tidak__"

"Diam! Dasar pembohong!"

Deg

Dara tidak berbohong, dia tidak melakukan kesalahan apapun selama ini. Kenapa dia harus dibenci? Kenapa? Kenapa?

Fariz meninggalkan Dara yang masih syok atas perlakuannya kali ini. Rasa sakit akibat tas yang dilempar Fariz tak begitu membuat Dara kesakitan, yang lebih sakit itu saat Dia bilang kalau membencinya setengah mati.

Dara melihat ke seluruh ruangan, baju-bajunya berantakan, Fariz melempar bajunya begiti emosi sampai-sampai tak menentu baju itu mendarat dimana.

Harus bagaimana ia mengambil baju-baju itu?

Setelah susah payah mengumpulkan baju-bajunya yang terlempar sembarangan, Dara keluar dari dalam kamar. Saat hendak turun tangga, Dara merasa ketakutan sebab lantai atas dan bawah terlihat sangat tinggi. Bagaimana caranya ia turun ke bawah menggunakan kursi roda? Itu mustahil dilakukan. Padahal sebelumnya Fariz selalu menggendongnya ke bawah, tapi kali ini situasinya berubah total.

"Eh ada tuan putri cacat nih? Mau kemana?" tanya Ira tersenyum sinis melihat Dara yang membawa banyak baju dipangkuannya.

"Dara mau ke bawah. Mama bisa tidak gendong Dara?"

"Ngomong apa sih, google translate aja gak bisa menterjemahkan bahasamu yang cacat itu."

Dara menunjuk lantai bawah, ia berusaha agar mamanya mengerti kalau ia ingin ke lantai bawah dan perlu bantuan saat ini.

"Mau ke bawah ya? Dengan senang hati," ucap Ira tersenyum misterius.

Ira mendorong kursi roda Dara agar meluncur ke bawah. Dara mengeratkan pegangan saat kursi roda yang ia naiki meluncur bebas melalui anak tangga.

"Mama, Dara takut."

Dara berakhir jatuh dengan tengkurap, kursi rodanya menindih tubuh Dara. Beruntung baju-baju yang ia pangku melindunginya dari benturan lantai. Meskipun begitu tubuh Dara masih merasakan sakit karena tindihan kursi rodanya.

"Ha ha ha ha ha. Syukurin, emang enak."

Fariz yang tengah berada di ruang keluarga enggan beranjak dari tempatnya. Sambil menikmati susu cokelat dan tak lupa roti, dia melihat kejadian dimana Dara didorong oleh Ira seolah melihat home teater. Rasa benci menyelimutinya saat ini. Memang benar seribu kebaikan akan hilang hanya karena satu keburukan dan Fariz percaya akan hal itu sekarang.

"Fariz tolongin Dara."

"Papa, sakit."

Ira menurin tangga dengan santainya seolah-olah tak terjadi apa-apa barusan. Ia tersenyum sangat puas saat Dara tak bisa bergerak setelah jatuh. Melihatnya tersiksa seperti ini sangat menyenangkan bagi Ira.

My Angelman [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang