Chapter 10 | Menangis? 📌

947 83 0
                                    

Fariz termenung di dalam kelas. Dia benar-benar tidak berkonsentrasi dengan latihan drama yang sedang berlangsung di kelasnya. Pikirannya berkecamuk tentang berita pernikahan Papanya. Kalau disuruh memilih, dia ingin sekali meninggalkan Papanya dan hidup berdua dengan Mamanya. Tapi, itu sangat sulit, sebab jika Fariz pergi dari rumah, wanita papanya akan semena-mena disana.

"Fariz. Lo dengerin gue baca sinopsisnya gak sih?" tanya Kenzie setengah kesal lantaran dia berbicara tetapi tidak didengarkan oleh Fariz.

"Hmm."

Kenzie memutar bola matanya malas, dia sungguh kesal setengah mati dengan orang yang namanya Fariz. Mentang-mentang jadi pemeran utama jadi seenaknya. Untungnya Kenzie anak yang baik hati dan tidak sombong. Eh apa hubungannya?

Dara menatap Fariz. Disudut matanya terlihat bahwa Fariz banyak pikiran. Mungkin hanya Dara yang bisa melihat itu, lantaran Fariz pintar dalam menyembunyikan ekspresinya.
"Kenzie. Jangan marah-marah, Fariz tidak bersalah. Dia hanya perlu istirahat. Sepertinya kelelahan." Dara membela Fariz, dia hanya merasa simpati dengan keaadanya. Merasa paham kalau Kenzie tak tahu dengan bahasa isyaratnya. Dara menyilangkan kedua tangannya kemudian menggelengkan kepalanya cepat.

"Dara sayang, untung abang Kenzie sayang dan cinta." Kenzie tersenyum manis ke arah Dara.
"Okedeh, kita istirahat terlebih dahulu. 15 menit lagi kita kembali latihan," ujar Kenzie memberikan waktu istirahat kepada teman-temannya agar nantinya ketika berlatih lagi akan bisa serius dan maksimal.

Fariz meletakkan naskah yang dipegangnya. Drama macam apa ini, mengapa harus dia yang menjadi pemeran utama? Menyebalkan.

Fariz meninggalkan kelas, melangkah menuju taman belakang. Disana dia merasakan sedikit ketenangan. Dengan gemericik danau yang bersebelahan dengan taman belakang, membuat suasana tampak asri dan nyaman. Biasanya Fariz akan mendiami tempat itu sampai beban pikirannya hilang.

Tak bisa dipungkiri remaja seusia Fariz harus menanggung beban masalah dikeluarganya. Ingin sekali rasanya menyerah dan meninggalkan segalanya. Memiliki luka lama sangat amat menyakitkan, terlebih lagi jika luka itu masih menganga lebar. Tak ada obat yang bisa menyembuhkan.

Fariz melihat sebuah botol minuman tiba-tiba berada dihadapannya. "Lo! Ngapain lo kesini?!" tanya Fariz sinis.

Dara tersenyum menanggapi ucapan dari Fariz. Ia tetep keukuh memberikan Fariz minuman yang ia beli tadi. Tangannya tetap memegang botol minuman meskipun tangannya terlihat sangat gemetar.

Dara memang tak bisa memegang sesuatu yang cukup berat, meskipun itu hanyalah botol yang berisi air. Fariz yang melihatnya tersenyum sinis. Dasar bodoh, sangat bodoh!

Fariz mengambil botol yang disodorkan Dara dan langsung membuangnya ke dalam danau. "Gue gak butuh!" seru Fariz menatap tajam Dara.

Dara tersenyum melihat botol minuman yang ia bawa dilempar ke dalam danau. "Kenapa dibuang? Dara baru saja membelinya. Itu masih belum kadaluarsa."

Fariz menendang kaleng sampah yang berada didekat kakinya. "GUE UDAH PERNAH BILANG, GAK NGERTI SAMA OMONGAN LO YANG PERSIS SEPERTI ALIEN ITU. DASAR LUMPUH! GAK BISA NGOMONG, BODOH LAGI. OH YA SATU LAGI PENDERITA ANGELMAN SYNDROME GAK SEHARUSNYA BERADA DI SEKOLAH INI!"

Dara mematung mendengar perkataan dari Fariz. Perkataannya sama persis dengan ucapan mamanya dulu. Mamanya begitu membenci sampai-sampai melihat pun tak sudi.

"TERSERAH LO DEH. GUE CAPEK!"

Fariz meninggalkan Dara yang diam mematung. Tanpa rasa kasihan dia tak memikirkan bagaimana perasaan orang yang baru saja ia hina.

My Angelman [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang