Fariz tersenyum getir.
"Sangat menyedihkan.""Maksudmu apa?" tanya Ira tak paham. Bukannya barusan Fariz secara tidak langsung telah membantunya?
Tanpa menjawab pertanyaan dari Ira, Fariz meninggalkan ruang tamu dengan perasaan gundah. Ia melangkah menaiki tangga menuju kamarnya, tak lupa juga tas sekolah yang tadi sempat dilempar sembarangan, ia ambil kembali.
Flasback on
Fariz menghembus napas panjang, lelah, capek, dan muak dengan jalan hidupnya. Ia merasa tak layak lagi hidup di dunia ini, tak ada satupun orang yang bisa menenangkan hatinya saat ini. Mamanya saja di rumah sakit jiwa selalu tertidur saat ia mengunjunginya.
Fariz Menyandarkan kepala ke jendela mobil, menghela napas, menatap ke luar mobil. Namun, satu hal hal yang menarik perhatiannya yaitu sebuah mobil avanza putih yang seperti mengikutinya.
"Bisa lebih cepat, Pak?" pinta Fariz kepada sopir, sang sopir mengangguk pelan lalu menambah laju kecepatan mobilnya.
Seakan tak mengetahui apa-apa Fariz memperhatikan mobil putih itu dan benar saja mobil tersebut ikut melaju cepat mengikutinya.
"Kenzie?" gumam Fariz menerka-nerka siapa yang tengah berani membuntutinya.
Setelah sampai di rumahnya, Fariz langsung turun, menengok kebelakang, dan benar saja mobil putih tersebut berhenti di depan pagar rumahnya. Rupanya orang yang membuntutinya saat ini tak main-main.
Segera mungkin ia masuk ke dalam rumah. Melempar tas sembarangan lalu berlari menuju gudang belakang.
Clek
Pintu gudang terbuka, debu-debu halus yang berterbangan menyambut kedatangan Fariz. Terbatuk-batuk ia berusaha menghalau debu halus itu dengan menggunakan tangannya.
Suara cicitan tikus terdengar memenuhi ruangan, seketika itu Fariz melotot dan berteriak. "Mama." Dengan memejamkan matanya, Fariz meraba-meraba area sampingnya lalu mengambil sebuah sapu yang telah usang yang kemudian ia jadikan senjata untuk mengusir tikus.
"Rumah semewah ini kenapa masih ada tikus," batin Fariz. Ia bergidik ngeri mendengar suara tikus yang menjijikkan tersebut.
Setelah memastikan tak ada satupun tikus lagi yang berada didekatnya, Fariz langsung cekatan mengambil kursi roda yang berada tak jauh dari orangnya yang sekarang tengah terbaring di lantai.
Dara yang mendengar suara seseorang membuka matanya. Ia tersenyum senang saat melihat Fariz yang tengah mengambil kursi rodanya.
"Dara percaya Fariz tidak akan jahat seperti mereka," batinnya.
Fariz beralih menatap Dara yang tengah tersenyum ke arahnya. Senyuman itu begitu menyakitkan bagi Fariz. Memang benar senyuman yang sama dan dari orang yang sama, tapi semua telah berubah.
Fariz menggendong Dara, mendudukan ke kursi rodanya lalu berlutut didepan Dara.
"Jangan terlalu tinggi berharap! Ujung-ujungnya sakit.""Dara percaya Fariz tidak akan membenci Dara."
Fariz mencengkram dagu Dara.
"Kalau kamu berbohong, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Tapi jika kamu mengatakan hal yang sebenarnya, maka aku akan membencimu seumur hidupku."Dara terdiam, mengerjabkan matanya tak paham dengan maksud perkataan Fariz yang terkesan mendadak. "Dara tidak mengerti."
"Kamu akan mengerti sebentar lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Angelman [END]
Teen Fiction[Angelman series 1] Aku ingin tau rasanya menangis. Aku ingin menangis saat suasana sedih. Aku ingin menangis saat disakiti. Adara Fredella Ulani adalah penderita angelman syndrome. Dia tak bisa menangis meskipun takdir hidupnya menyedihkan. Hanya...