Chapter 43 | Hyung 📌

662 65 34
                                    

JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN GUYS ❤
AKU SAYANG KALIAN (●´з')♡

***

Dengan tangan gemetar Fariz menyentuh tangan kanan Dara yang terdapat selang infus. Ia tak kuat melihat Dara terbujur kaku seperti ini, banyak alat medis yang digunakan untuk menunjang hidup Dara. Suara mesin tit tit tit memenehi ruangan, ia harap suara itu tetap sama, semoga suara itu tidak berubah panjang.

Mulut dan hidung Dara ditutup selang oksigen, dahinya diperban untuk menutupi bekas operasi, dan juga banyak kabel-kabel yang ia tak tahu apa namanya terpasang di tubuh Dara.

"Sekarang Dara gak akan kesepian lagi, Fariz tidak akan meninggalkan tempat ini sedetik pun. Fariz mohon cepatlah sadar."

Senyum dan tawa Dara yang biasa ia lihat dan dengar kini tak dapat ia lihat dan dengar lagi. Dara tanpa senyum rasanya berbeda. "Jika Dara tidak bangun, Fariz tidak akan pernah beranjak dari tempat ini."

Fariz kemudian mengambil kursi yang berada di sampingnya, menarik agar mendekati bangsal Dara, lantas mendudukinya. "Oh iya Fariz mau cerita. Beberapa hari yang laku Fariz ulang tahun loh. Sayang sekali waktu itu hanya Dara yang tidak mengucapkan selamat ulang tahun. Eh salah gak cuman Dara saja. Papa dan Mama tiri juga,  entahlah kenapa hanya Mama Bella yang ingat, meskipun Fariz dikira anak pertamanya."

Fariz berusaha tersenyum, ia berpikir cukup sudah menangis. Dara tidak suka itu, yang ia suka hanya senyuman dan tawa. Akan Fariz buktikan kalau ia tak akan menangis lagi.

Senyuman kaku dari Fariz terbit, sebelumnya ia sudah sangat lama tidak tersenyum. Makanya terlalu kaku saat ia mencoba kembali tersenyum.

"Fariz sudah tersenyum, maaf kalau senyuman Fariz masih kaku. Apakah Dara senang?"

Kenzie yang hendak masuk ke dalam kamar rawat Dara terhenti saat melihat Fariz yang masih memakai baju pasien  tengah tersenyum kaku seraya mengajak Dara bicara, walaupun itu sia-sia.

Fariz membawa tangan Dara agar menempel dipipinya, "Fariz sudah tersenyum, apakah Dara tidak mau sadar? Ayo sadarlah," ucap Fariz. Air matanya kembali merebak, mengaburkan pandangan Fariz. Sekuat mungkin ia tidak meneteskan air mata. Namun, sepertinya ia kalah telak dengan perasaannya sendiri.

"Dara maaf, maaf. Fariz menangis. Jangan salahkan Fariz, salahkan saja mata Fariz yang nakal ini," ucapnya dengan nada panik, ia menggeleng cepat, mencoba mencari sesuatu seperti orang linglung.

Mata Fariz terpaku kepada pisau buah yang berada di atas nakas, dengan cekatan ia langsung mengambil pisau tersebut. "Dara tenang saja, setelah ini Fariz tidak akan bisa lagi menangis," ucap Fariz lalu menatap pisau yang berada ditangannya. Saat hendak ingin mencongkel matanya sendiri, Kenzie berlari dari ambang pintu, mendorong Fariz, lalu merebut paksa pisau dari tangan adiknya itu.

"Lo gila apa! Lo sadar gak sih!" teriak Kenzie dengan napas memburu, kalau saja ia telat satu detik saja maka Fariz bisa saja terluka.

Bahu Fariz bergetar, tangisnya langsung pecah seketika. Tak ada tanda-tanda Fariz bangkit dari posisinya yang sekarang tengah terduduk di lantai karena Kenzie mendorongnya sehingga jatuh seperti ini.

Kenzie melempar pisau jauh-jauh dari jangkauan Fariz. Ia menghirup udara dalam-dalam lalu ia hembuskan perlahan. Berusaha menetralkan rasa terkejutnya.

"Kita semua sama terpukulnya disini! Jangan karena merasa paling bersalah lo ngelakuin hal gila seperti tadi!" teriak Kenzie, untuk pertama kalinya dalam sejarah ia berani berteriak seperti ini kepada Fariz.

"Da-dara gak su-suka gue nangis. Mata gue yang salah, gue harus__"

Kenzie berlutut didepan Fariz, ia memegang kedua pundak Fariz,
"Gue ngerti apa yang lo rasakan. Kita semua merasakan hal yang sama. Tapi tidak seperti itu caranya. Kalau lo buta siapa yang akan menjaga Dara? Kalau Dara siuman, lo gak mau lihat senyuman dia lagi? Huh?" ucap Kenzie panjang lebar, ia sangat paham, paham sekali dengan apa yang dirasakan adiknya.

My Angelman [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang