5. Blood

218 102 28
                                    

Suasana gaduh dipenuhi gelak tawa dan asap rokok di mana. Belum lagi ruangan yang berada di lantai bawah tanah, ruangan yang hanya di terangi dua buah lampu yang terpasang di tengah, saling bersebrangan. Ada beberapa meja judi berbetuk lingkaran dengan beberapa kursi yang mengitari meja.

Rata-rata pengisi ruangan tersebut hanyalah manusia tua yang senang berfoya, dengan memperuntungkan nasib dalam permainan judi, alih-alih menambah pundi uang dengan bekerja.

Glendy, memilih meja pojok kiri. Di mana seorang berkumis dengan kemeja hijau kotak-kota tengah mengerutkan dahinya melihat kartu yang tengah dipegang di tangannya.

"Kau akan kalah, jika kau terlalu terang-terangan menunjukan ekspresimu," bisik Glendy setelah tubuhnya berada di samping kanan pria yang diincarnya.

"Siapa kau?" Tatapan curiga dan tak senang dilayangkan pria berkemeja hijau itu.

"Aku akan membantumu menang dan membawa uang mereka. Aku bahkan bisa membantumu jika kau juga mau membantuku," tawar Glendy. Pandangan Si pria itu memicing meledek ke arah Glendy.

"Apa yang bisa kau lakukan anak muda?" Glendy tersenyum. Dia semakin tertarik menunjukan kemapuannya jika ada yang memberi tantangan kepadanya. Permainan kartu bukanlah hal yang sulit.

"Jika aku menang, kau tak dapat menolak. Kuanggap tantanganmu adalah jawaban iya."

Glendy menarik kursi kosong lalu melepaskan jaket miliknya dan menyampirkan di kursi miliknya. Glendy melirik kartu pria kemeja kotak-kotak hijau tersebut sebelum akhirnya memandang lawan mainnya -seolah membaca pikiran.

"Mereka bahkan lebih cerdas darimu, tetapi bukan berarti mereka beruntung sepertimu." Entah kalimat itu pujian atau justru menjatuhkan, Glendy segera menunjuk satu kartu dari empat kartu yang dipegang pria tersebut.

"Bagaimana bisa aku percaya padamu!" penolakan dari sang pria tua itu membuat Glendy kesal, membuatnya menarik kartu yang dipilihnya dan diletakan di atas meja.

Benar saja, katakan dia punya ilmu cenayang karena menduga dengan baik atau justru bisa membaca pikiran orang. Karena setelahnya, meski menahan ekspresi dengan sikap tenang. Dia tetap menang.

Pria tua itu tersenyum senang saat babak pertama, Glendy berhasil menunjukan kemampuannya hingga permainan selanjutnya. Hingga pada akhir permainan, pria itu memberikannya selembar uang.

"Aku tak butuh uangmu, aku butuh bantuan," tolak Glendy membuat sang pria tersenyum remeh.

"Dasar, anak jaman sekarang terlalu sombong." Sambil menarik kembali uang yang di berikannya dan memasukkannya ke dalam saku. "Apa yang kau inginkan anak muda."

"Sebuah informasi dan ini harus akurat karena aku telah membantumu banyak."

●●● 

Glendy tersenyum senang di dalam mobilnya. Dia bukan mahir dalam permainan kartu, tetapi dia pandai menggunakan otaknya.  Langit-langit bangunan tersebut dilapisi kaca di bagian sisi untuk membantu memantulkan cahaya, dan dari kaca tersebut Glendy dapat melihat kartu yang dipegang oleh lawannya.

"Mungkinkah aku harus bermain judi saja di sana?" gumam Glendy  sendiri dengan nada bercanda.

Namun, senyum yang terbit di wajah Glendy bukanlah seutuhnya berasal dari kemenangannya hari ini. Dia tidak sebangga itu hanya karena menang dalam permainan kartu. Senyumnya mengembang sempurna, saat dia akhirnya dapat menemukan persembunyian  pria yang dicarinya.

Bagaimana dia tahu tentang lokasi judi tersebut, jawabannya mudah. Matanya sempat menemukan iklan kertas yang telah teremas di lantai kamar pria incarannya.

V.I.P  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang