10. Pain

154 67 37
                                    

Alluna bersama dua sahabatnya telah menyusun rencana untuk mengungkap sebenarnya siapa itu Mr. Entah mengapa, sosok tersebut sangat menarik perhatian Alluna daripada pelaku yang justru telah menyebar informasi privasinya.

Meski dengan susah payah, akhirnya ketiga gadis itu akhirnya berhasil masuk ke ruang keamaanan di kampusnya, di sana terdapat layar komputer yang menggambarkan beberapa titik yang terekam CCTV.

Ruangan kecil itu berisikan dua komputer di meja dan tiga layar lainnya yang mengantung di dinding. Ada sebuah meja bundar dan kursi mengeliling di belakang meja komputer.

Alluna beralibi bahwa dirinya kehilangan ponsel dan saat ini tengah berusaha mencarinya. Petugas keamanan yang tengah duduk di depan layar tersebut, dengan senang hati membantunya.

Setelah memberi tahu tanggal dan lokasi yang didapat dari informasi Yuri. Sang penjaga pun segera mencari dengan memutar ulang rekaman cctv pada hari itu. Mereka hampir putus asa, sudah hampir satu jam pelaku sama sama sekali tak terlihat, hanya suasana biasa di laboratorium komputer.

Hingga tiba tepat pada pukul 18.09, Alluna menfokuskan pandangannya. Sebuah bayangbpada layar, menarik perhatiannya.

"Pak, bisa kau perbesar ini. Sepertinya saya tahu orang ini." Atas permintaan Alluna petugas keamanan tersebut memperbesarnya. Alluna mengeriyit, sosok dengan pakaian hoodie hitam itu memiliki postur yang tampak tak asing baginya, tetapi otaknya masih belum bisa menyebutkan nama.

"Apakah pukul 18.09 lab komputer masih dibuka?" Pria itu tampak berpikir.

"Sepertinya tidak, tetapi terkadang keadaan khusus sehingga mahasiswa bisa mengaksesnya hingga pukul 19.00"

"Keadaan khusus?"

"Saya kurang mengerti, tetapi mereka biasanya membawa surat ijin untuk mengakses komputer di sana pada jam buka tambahan."

Karena frustasi Alluna akhirnya menfoto sosok yang dicurigainya tersebut dengan ponselnya sebelumnya pamit.

●●●

"Kau yakin dia sosok yang kau cari? Aku juga curiga pada manusia aneh itu!"  Alluna, seolah tak mendengarkan kalimat panjang Geisha. Dalam otak gadis itu berusaha mengingat kembali siapa sosok yang sebelumnya dia lihat.

Berbeda dengan sahabatnya, Irene masih tampak tenang, berpikir dengan kepala dingin. "Banyak sosok lain yang terlihat di hari itu, salah pilih. Kita akan akan melakukan hal percuma dengan membuang waktu."

Sayangnya Alluna sudah sangat yakin, jika dia mengenal sosok itu. Dan itu yang membuatnya menumbuhkan curiga semakin dalam. Tak mungkin seseorang yang tak mengenalnya, akan bertindak sejauh ini.

"Aku akan pergi dulu." Gadis itu langsung berlari meninggalkan Irene dan Geisha.

"Yak, kau mau ke mana!" teriak Geisha. Irene memilih mengajak Geisha ke tempat lain dan memberikan waktu pada Alluna menyelesaikan masalahnya sendiri.

●●●

Alluna menuju laboratorium  komputer yang sempat merekam sosok yang dicarinya. Dia melihat sekilat CCTV yang terpadang di pojok langit-langit.

Saat ini masih pukul 15.00, tetapi ruangan yang berisikan barisan meja komputer tersebut sepi tak berpenghuni. Tak ada satu pun yang membuatnya curiga saat melihat lokasi, sehingga Alluna memutuskan keluar dan kebetulan berpapasan dengan Glendy.

Laki-laki itu semula hendak membelok masuk tampak ragu, dan justru berhenti di hadapan Alluna, memberi sapaan ringan dan dibalas senyum oleh ang gadis.

Penampilan Glendy terlihat berbeda, jika sebelumnya dia mengenakan kemeja biru dengan celana jeans hitamnya. Kini, penampilan laki-laki itu terlihat lebih santai. Masih mengenakan sneaker putih yang sama, kali ini dia mengenakan hoodie hitam dengan celana jeans biru.

Ada sesuatu yang mengganjal di hati Alluna. Gadis itu teringat dengan foto yang diambilnya dan segera membuka ponselnya yang berada di saku celana panjangnya.

Mata Alluna meneliti postur pria yang berada digambarnya dengan Glendy yang di hadapannya. Gadis terus berulang kali menelitinya, dia tak mau salah sangka. Hal yang mengejutkan,  didapatinya.

"Glend," panggil Alluna tercengang, meski baru mengenal Alluna, dalam penilaian Alluna -Glendy adalah sosok yang ramah dan mudah diajak bergaul, belum lagi dia terlihat baik.

Benar, kita tak bisa menilai semudah itu. Perkenalan pertamanya tidak seharusnya menjadikannya menarik kesimpulan begitu saja.

Sementara Glendy yang masih berdiri di depan Alluna tampak bingung dengan reaksi gadis tersebut. Glendy sempat melihat sekilas layar ponsel Alluna, dan sepertinya, gadis itu telah menemukan sesuatu yang sejak  dulu dia hindari.

Glendy tak siap jika Alluna mengetahui dirinya adalah sosok Mr yang pernah menjadi atasannya, tidak akan pernah. Bahkan membayangkan pun terasa mengerikan.

Ekspresi kecewa dan terluka di wajah Alluna sangat tertera pada bola mata gadis itu yang masih menatapnya tajam dengan wajah sendu. Glendy dan Alluna sama-sama terpaku di tempatnya. Glendy tak berani mengucapkan kalimatnya atau pun pembelaan yang sepertinya tampak tak pantas dilakukan olehnya. Sementara, Alluna menata hatinya yang terlampau kecewa.

"Benarkah kau Mr?" Pertanyaan Alluna bagaikan guntur di siang hari, menggelegar begitu saja. Sementara, Glendy dibuat beku tanpa dapat membalas. Tak ada kalimat apapun di otaknya saat ini yang terdengar baik, kenyataan seolah mengisyaratkan dia adalah sosok yang mungkin gadis itu benci saat ini.

"Kenapa diam?" Alluna menuntut, terdiamnya Glendy membuat gadis itu banyak mengambil spekulasi yang dia bentuk sendiri. Setidaknya dia ingin Glendy membalas, meski sulit baginya untuk percaya saat dia berkata tidak.

Anggukan Glendy membuat Alluna luruh seketika. Harusnya dia lega, saat dirinya berhasil menemukan sosok yang dia cari, tetapi mengapa semenyesakkan ini.

"Apa kau yang-" Glendy segera menggeleng saat mengerti topik mana yang Alluna hendak tuju.

"Jadi kau yang membantuku?" Dan kali ini Glendy menangguk. Alluna memberi amukannya kepada dada Glendy, gadis itu terisak di tempatnya. Sementara, Glendy diam, membiarkan gadis itu mengeluarkan kekesalannya.

"Kenapa harus kau!" Dari nada bicara Alluna terdengar frustasi, tetapi Glendy tetap tak ingin membalas. Dia mengakui jika dia menyakiti gadis tersebut terlalu dalam.

Saat tubuh gadis itu akan luruh kebawah, Glendy dengan sigap menahannya lalu memberikan dekapannya --berakhir kini wajah Alluna berada dalam dada bidang Glendy, terisak dengan tubuh bergetar.

●●●

Dengan wajah sembab, Alluna berusaha tenang di bangkunya yang menghadap Glendy di cafe dekat kampusnya.

Gadis itu ingin mendengar semua alasan Glendy, meski sepertinya laki-laki itu tidak siap, pasalnya dia sejak tadi hanya diam sama seperti sebelumnya.

"Kau hanya akan diam?"

"Aku tak ingin membuatmu terluka lagi, jika mengatakannya sekarang. Kau belum siap." Alluna menggeleng, apa salahnya memperdalam luka yang sudah ada daripada harus membuat luka baru nantinya.

"Kenapa? Saat ini aku sudah jauh terluka, tak masalah bagiku menerima lebih sakit lagi."

Alluna yang dikenal Glendy adalah gadis tangguh, dan hari ini dia membuktikannya. Tak ada tatapan ragu, pancaran matanya penuh yakin.

"Baiklah jika kau tak ingin bicara maka akan aku cari tahu sendiri." Alluna bangkit dari kursinya dan hendak pergi. Glendy berhasil mencekal tangan gadis itu, menahan gadis itu pergi dan mengajaknya duduk kembali.

"Bagian mana yang ingin kau ketahui?"

Alluna yakin dengan kalimatnya. "Kenapa kau membantuku? Dan apakah kau orang yang sama saat pria itu berusaha memperkosaku?"

Glendy tak habis pikir dengan gadis yang berada di hadapannya kini. Karena setiap katanya tedengar lugas, tak terpancarkan rasa takut atau keraguan.

"Aku menyukaimu dan ya, aku adalah laki-laki yang sempat memberikanmu jaket malam itu."

Alluna menemukannya, setelah dua tahun akhirnya dia menemukannya -sosok yang pernah dia cari dua tahun lalu.

Entah mengapa menemukan sosok yang tengah dia cari membuat darahnya berdesir, ada perasaan senang jika pria yang selama ini dia cari adalah pria yang ada di hapannya.

Tbc

V.I.P  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang