"Bacakan jadwalku hari ini." Yulli sang sekertaris segera membuka buku agenda di tangannya.
"Siang ini, ada pertemuan makan siang di Hotel Pixel, dilanjutkan meeting pukul 3 sore membahas investasi asing." Yuli segera menutup agendanya setelah membaca jadwal atasannya itu.
"Baiklah, kau bisa keluar." Setelah pamit, Yuli pergi meninggakkan ruangan.
Damar menutup berkas di mejanya. Hari ini dia tak ada jadwal penting sebelum makan siang. Dia melirik jan tangan yang melingkar di tangannya, masih pukul 9, masih panjang untuk menuju jam makan siang.
Damar mengeluarkan ponsel miliknya dari saku jasnya, lalu mencari kontak yang akan dia hubungi.
"Halo, kau bisa siapkan uang yang kuminta. Siapkan sebanyak yang kau bisa, antarkan ke alamat yang kukirimkan melalui pesan."
Tanpa Damar sadari, seseorang tengah menguping pembicaraannya.
Damar segera keluar dari rungannya dengan keadaan rapi tanpa tas yang ditentengnya. Sesampainya di samping meja Yuli, Damar berhenti sejenak. "Aku keluar sebentar, sekitar dua jam. Kau atur selama aku pergi." Damar segera pergi saat Yuli mengangguk.
Gadis itu segera menghembuskan napas lega, dan mematikan panggilan yang sejak tadi terhubung. Tak lama kemudian, seorang pria dengan pakaian hitam mendatanginya.
"Kau membuatku jantungan, awas jika aku ada masalah karenamu," kesal Yuli pada laki-laki itu. Dean hanya memberi isyarat ok dengan jarinya, sebelum masuk ke dalam ruangan Damar, membuka komputer sang pemilik ruangan.
"Lakukan, seperti yang kuajarkan." Suara Glendy terdengar dari balik earpone yang tersalur dengan interkom yang terpasang di balik bajunya.
"Nyalakan, lalu pasang," gumam Dean, tangannya bergerak cepat.
"Tuan, kenapa Anda kembali." Suara Yuli terdengar lantang dari luar. Dean baru memasang flashdisk yang dibawanya, dia masih perlu waktu kembali.
"Kenapa kau tak bilang, jika dia kembali," kesal Dean pada adiknya, yang tak memberikan informasi dari CCTV yang jelas-jelas dapat Glendy akses.
"Berapa lama lagi?" tanya Glendy. Garis hijau itu baru menunjukan setengahnya. "Setengah," balas Dean berusaha tak panik. Sementara, di luar terdengar jelas suara Yuli yang lantang berusaha mengulur waktu.
"Aku hanya perlu masuk mengambil ponselku." Kali ini suara Damar yang terdengar, membuat tubuhnya terasa panas dingin.
"Yes, berhasil." Dean segera mematikan sakelar yang menghubungkan komputer dan berlari mengumpat di balik sofa yang berada di hadapan meja kerja Damar.
Pelan-pelan Dean melangkah mendekati pintu saat pria itu melalui sisi lain mendekati mejanya. Saat dikiranya ada kesempatan Dean berlari menuju lemari, mengumpat di balik rak yang berisikan vas dan piala penghargaan perusahaan. Bayangan sekilas Dean, tampaknya disadari Damar membuat pria itu semoat menoleh, merasa was-was pria itu mendekat menuju rak lemari. Sayangnya, suara teriakan Yuli membuat pria itu keluar menemui sekretarisnya itu, dan tangannya segera menyambar ponsel yang tergeletak di atas meja yang hendak ingin diambilnya.
"Ada apa?"
"Maaf, Tuan. Tiba-tiba komputer saya mati."
"Cepat panggil bagian IT." Yuli mengangguk, Damar menoleh ke arah pintu ruangannya. "Ada yang masuk ke ruangan saya?"
Yuli menggeleng cepat. "Tidak ada, Tuan." Dan setelahnya Damar kembali pergi dan tak lama pintu kembali terbuka --kali ini Dean yang keluar dari balik ruangan.
"Kau, hampir saja!" kesal gadis itu.
"Kau terbaik." Dean memberikan jempolnya, memuji Yuli.
"Cepat, sebelum Damar jauh." Suara di telinganya membuat Dean menggerutu kesal. "Sabar, kau tak tahu aku hampir aku seperti menghampiri maut."
KAMU SEDANG MEMBACA
V.I.P ✔
Mystery / Thriller⚠️WARNING 18+⚠️ [COMPLETED] Ini tentang seorang anak yang melampiaskan dendam ayahnya yang tak menerima keadilan hukum. Hingga akhirnya memutuskan menciptakan aplikasi yang justru akan membuatnya memiliki masalah hukum. Dan VIP adalah nama yang dig...