11. Opened

150 61 20
                                    

Dua Tahun lalu.

Sepulangnya dari warnet, Glendy melewati jalan sepi, dia membolos les privatnya hari ini. Sudah jelas, omelan dari ibunya akan menyapanya sesampainya di rumah.

Hari sudah gelap, matahari tenggelam satu jam lalu. Hanya bebarapa lampu jalan yang berfungsi, membuat jalan terlihat menyeramkan di malam hari. Apa lagi jalan tersebut terlampau sepi jadi suasana mencekam kian menyeruak, sayangnya tak berlaku bagi Glendy, dia sengaja melalui jalan itu karena dia mencari jalan terjauh menuju ke rumah.

Suara teriakan wanita terdengar samar-samar, semula Glendy hendak menghiraukannya dan terus melangkah. Hingga teriakan itu kian jelas meminta tolong. Glendy mengendarkan pandangannya mencari dari mana asal suara itu berasal.

Tak jauh dari tempatnya kini, ada sebuah gang tembok sempit yang merupakan jalan buntu. Belum lagi, di tempat itu tak diterangi lampu.

Tanpa pikir panjang Glendy berlari pada tempat yang diyakininya suara itu berasal. Seorang pria bersetelan tengah memojokan seorang gadis. Dari arahnya dia dapat melihat gadis yang tengah meronta dengan tubuh kekar yang mengurungnya. Glendy meraih sebalok kayu yang dia lihat dan menerjang pria brengsek itu dan memukul kepala belakang, membuat darah merah mengalir pada balok kayu yang dia gunakan. Merasa kesal kesenangannya diganggu pria itu menerjangnya, dan membuatnya terpental pada tanah dengan mudah. Glendy menggenggam pasir di sekitar tubuhnya, dan menyemburkannya pada pria yang tengah mengukung tubuhnya dari atas.

"Sial!"

Glendy mengambil kesempatan dan memukul tubuh pria tersebut tanpa ampun menggunakan balok kayu yang semula dia gunakan. Meski tubuhnya tampak terluka, pria tersebut kembali melawan dan menghempaskan tubuh Glendy hingga menubruk tembok.

Rasa sakit di punggung menjalar begitu saja. Pria itu berusaha mencengkram leher Glendy kencang. Pandangan gelap dan rasa sakit di tenggorokannya terasa begitu kuat.

Hingga tiba-tiba saja suara pistol terdengar dan pria itu tumbang  ke arah Glendy. Nyawanya selamat, ada hal yang lebih mengejutkan. Seorang gadis dengan pakaian camping tengah menodong pistol ke arahnya.

"Terimakasih," ujar Glendy dan menaikan kedua tangannya di samping telinga. Alluna, gadis itu segera menurunkan acungan pistolnya dan melemparnya jatuh pada dekat kakinya. Tubuh gadis itu segera luruh jatuh terduduk di atas tanah. Glendy segera mendekat, melihat pakaian bagian depan gadis itu telah robek, Glendy melepaskan jaketnya dan menutupi tubuh gadis yang tengah gemetar.

"Aku membunuhnya," gumam Alluna. Glendy seolah tak peduli segera mengangkat tubuh gadis itu dengan membopongnya.

●●●

Alluna menggeleng tak percaya atas apa yang dia dengar. Dua tahun lalu pamannya berusaha menjualnya pada orang kaya. Banyak kekecewaan dan kebencian Alluna taruh pada pamannya dan orang yang membelinya itu. Alluna tak habis pikir bagaimana bisa pamannya  berbuat segila itu, belum lagi dia hampir menjadi pelacur di tempat barunya, dia akan menerima siksaan jika tak menuruti perintah. Dan malam itu di saat baru saja dia baru  bahagia karena berhasil kabur --sosok pria lain justru berusaha memperkosanya saat berpapasan dengannya dalam jalan gang sempit. Mulanya dia kira, pria itu akan menolongnya, sayangnya pria itu justru berusaha mencelakainya.

Alluna menolak dan meronta kala itu, tangisnya pecah saat dia berusaha mengerayangi tubuhnya, mencium lehernya terus turun hingga dadanya. Bahkan, dia tak segan merobek pakaiannya hingga koyak. Karena penolakannya, pria itu menampar pipinya dan membuat bekas luka lebam di pipinya kala itu. Dan cerita menyesakkan itu, Alluna jadikan rahasia kelam masa lalunya, yang tak pernah ingin dia ceritakan.

Hadirnya Glendy dengan masa lalunya membuka kembali kisah kelam yang telah menjadi mimpi buruknya saat dua tahun terakhir. Hatinya masih terlampau sakit dan ketakutan. Dendamnya tak terbalaskan, pasalnya pamannya meninggal satu minggu setelah dia berhasil lolos.

Dua tahun lalu, Alluna menyimpan luka yang teramat sangat dalam  pada hatinya. Kekecewaan dan semua memori itu membekas meninggalkan luka, di tengah kesakitan itu, Alluna mencari sosok penyelamatnya waktu itu. Karena  pada saat malam itu, di mana dia berhasil menembak mati pelaku yang hendak memperkosanya dengan pistol milik pria tersebut, dirinya jatuh pingsan setelahnya dan terbangun di rumah sakit tanpa tahu siapa laki-laki yang telah membantunya.

"Jadi alasanmu mengajakku--"

"Tidak, bukan itu." Glendy segera memotong Alluna, dia tahu apa yang tengah gadis itu pikirkan.

Sungguh tak sedikit pun apa yang dipikirkan gadis itu pernah dia pikirkan, tidak sama sekali. Dia belum mengenal Allina saat itu. Dan dia mengajukan kontrak kerja sama dengan Alluna sebagai kliennya. Dia selalu mengolah pendaftaran klien yang di berikan Papa Tua.

"Aku tak tahu itu kau saat itu."  Alluna tergelak tawa dengan senyum miring. Semua terasa bodoh untuknya.

Alluna tidak gila saat itu. Memang benar tak lama setelah lolos dari pemerkosaan dia mendaftarkan  diri bekerja menjajahkan tubuhnya menjadi PSK. Meski sesungguhnya, dia selalu berakhir takut dan menolak klien miliknya. Sehingga dia menjadi korban amukkan. Itu dia lakukan agar dia bisa menemukan pelaku utama yang pernah membelinya, dia telalu putus asa untuk mencari cara lebih baik.

"Maaf." Alluna menatap tak percaya pada Glendy yang duduk di hadapannya dengan tangan yang menyatu dengan pandangan menyesal ke arahnya. "Mungkin terlalu terlambat meminta maaf padamu saat ini, tetapi aku hanya tak ingin kau terluka."

Alluna paham maksud tak terluka Glendy, jelas itu tentang pemecatan dan alasan mengapa sosok Mr adalah penolongnya dalam masalahnya kemarin.

Alluna merasakan penyesalan di wajah Glendy. Semua fakta yang datang padanya seolah menamparnya keras, menakutkan dan juga menguatkan di satu kesempatan.

"Setelah ini jangan pernah lagi percaya pada siapa pun aku juga  tak ingin memaksamu untuk percaya padaku , karena aku pun takut bahwa kau akan lebih kecewa." Alluna menolak, tatapan gadis itu tajam tak gentar.

"Percaya atau tidak itu pilihanku, dan memaafkan atau tidak itu juga pilihanku!"

"Tidak Alluna. Saat aku menjadi Mr, aku tak pernah berniat menolongmu, tetapi karena kontrak yang mengharuskan aku menolongmu. Dan tentang masalah waktu itu, aku menolongmu karena itu untuk diriku bukan karena dirimu."

Entah apa maksud Glendy membubuhkan garam pada lukanya, dengan menjelaskan hal yang kian memperpuruk. Alluna menggeleng, tak mau menerima pernyataan yang didengarnya.

"Aku mencarimu..." Kalimat Alluna tertahan karena tangis. Sejak tadi dia berusaha kuat, sayangnya hatinya tak sekuat yang dia harapkan. "Aku ingin bertemu denganmu." Tubuh Alluna  bergetar setelah pengakuannya, gadis itu segera menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.

Glendy justru hanya bisa terdiam di tempatnya, meski dirinya ingin menghampiri gadis yang tengah rapuh di hadapannya. Pikiran tak ingin membuat Alluna dalam bahaya adalah sesuatu yang menahannya.

Tidak, dia tengah melawan monster saat ini. Glendy tak ingin mengajak Alluna ke sisinya, tidak untuk saat ini.

Tbc

V.I.P  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang