Alluna tempak gusar. Besok adalah sidang keputusan Yoan, hal itu membuatnya tak bisa tidur meski malam telah menuju pagi, waktu telah menuju lewat pukul dua --dan gadis itu justru sibuk berjalan mondar-mandir di kamarnya dan tanpa sadar sesekali mengigit kuku jari tangannya.
Tentang panggilan kemarin, saat namanya turut dibawa. Gadis itu masih memikirkannya, tetapi sudah beberapa hari berlalu tak ada panggilan serupa yang mengundangnya. Alluna simpulkan, Glendy berhasil melakukan tugasnya.
Memingat nama itu, otaknya kembali berputar ke masa lalu. Satu minggu saat dia memutuskan untuk tak berhubungan lagi dengan laki-laki itu --sayangnya justru membuat luka dalam hatinya. Terlebih lagi, kabar laki-laki itu yang hilang ditelan bumi, meninggalkan aktivitas kampusnya dan kegiatan lainnya. Ada pertanyaan dalam benaknya --akankah dia baik-baik saja, laki-laki bernama Glendy yang diam-diam telah mengukir nama di hatinya.
●●●
Glendy menjalani harinya dengan berantakan, laki-laki berotak cerdas itu tampak kacau setelah dipermainkan dengan kata cinta. Hatinya merancau kuat, berkata rindu. Sayangnya, gadis yang dia rindu menolak bertemu.
Glendy tak bisa berpikir lain selain menyetujuinya. Ada bagian dirinya yang masih belum dia bisa perlihatkan pada Alluna, sisi gelapnya yang penuh dendam. Tentu saja, dia tak berniat mengajak bersama di saat dirinya masih ditutupi awan gelap.
●●●
Alluna tersenyum senang, setelah sidang keputusan itu dijatuhkan. Akhirnya dia bernapas lega, Yoan dijatuhi kurungan 25 tahun penjara oleh beberapa pasal berlapis. Akhirnya Alluna bisa bernapas lega, seolah beban miliknya terangkat sudah.
Dean, laki-laki itu menemaninya sejak pagi tadi --menjemputnya dan juga mengantarkannya pulang. Dean sejak tadi diam, dia tampak tenang di balik kemudinya, sayangnya hatinya tak setenang kelihatannya, ada beribu pertanyaan yang ingin Alluna ajukan --sayangnya dia hanya dapat menyimpannya.
"Tanyakan." Suara Dean membuat Alluna menoleh pada lelaki yang sedang melajukan mobilnya di sampingnya. Diamnya Alluna membuat Dean kembali bersuara, "Aku cukup pintar membaca apa yang membuatmu gelisah sejak tadi."
"Aku tak tahu aku patas menanyakan ini--" Alluna menjeda kalimatnya, menimang kalimat mana yang akan terdengar baik, meski dia tak bisa menutupi rasa penasarannya. "Apakah Glendy baik-baik saja?"
Dean tersenyum, lalu kemudian terkekeh. "Kalian sama saja, saling merindukan tetapi saling berusaha menjauh." Alluna tak mengerti, yang dia tahu jika hatinya sangat merindukan Glendy, dan mungkin dia bisa saja mengorbankan harga dirinya jika bertemu laki-laki itu, berhambur memeluknya, lalu menyatakan rindu yang teramat dalam.
"Mungkin dia akan senang mengetahui jika kau merindukannya. Sayangnya aku pun memiliki janji padanya untuk tidak bisa mengatakan lebih, jika dia sedang berusaha baik-baik saja." Alluna termangu, dia tak bodoh untuk mengartikan kalimat Dean, laki-laki itu tengah berusaha, maka Glendy juga sedang dalam kesulitan --tetapi kesulitan apa yang membuatnya menghilang seperti ini.
"Berhentilah menatapku seperti itu, aku tak akan membantumu. Aku akan terlihat sebagai Kakak yang buruk karena tak menepati janjinya."
●●●
Dean menjilat ludahnya sendiri. Dia mengantarkan Alluna ke tempat tinggal mereka, mengajak Alluna ke kamar Glendy. Kamar bercat abu-abu yang selalu terlihat rapih itu, kini terlihat mengenaskan dengan berbagai pakaian berserakan di lantai.
"Tampaknya hari ini lebih buruk." Dean hendak menutup pintu kembali, membatalkan niatnya mengajak gadis itu masuk, sayangnya Alluna mendorong lengannya menerobos masuk.
Kamar itu kosong ditinggalkan sang pemilik kamar. Alluna melangkah, tetapi langkahnya tertahan hoodie hitam di atas lantai yang tak sadar diinjaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
V.I.P ✔
Mystery / Thriller⚠️WARNING 18+⚠️ [COMPLETED] Ini tentang seorang anak yang melampiaskan dendam ayahnya yang tak menerima keadilan hukum. Hingga akhirnya memutuskan menciptakan aplikasi yang justru akan membuatnya memiliki masalah hukum. Dan VIP adalah nama yang dig...