8. Planing

172 89 45
                                    

Glendy tersenyum senang saat dia kini memiliki sebuah file rahasia yang merupakan --buku besar. Dia cukup mengerti dunia akuntasi, karena dia juga belajar dalam dunia yang tak jauh yaitu marketing.

Harus diakui, dari kesenangannya kini. Ada sesoarang yang tengah digolak amarah karena perbuatannya. Dan itulah yang dia tunggu, pergerakan dari Yoan selanjutnya.

Sayangnya, semua yang diharapkan tak selamanya mulus. Dia telah melaporkan sindikat mereka seperti perjudian, penipuan dan pencucian uang.

Namun, saat penggelidahan itu terjadi sang tokoh utama --Yoan, tak berada di tempat kejadian. Bisa dinyatakan pria itu beruntung, karena cepat melarikan diri. Seyangnya sifat liciknya itu tetap mendarah daging, karena dia bahkan meninggalkan semua bawahannya dan melimpahkan kepada mereka.

Glendy kesal di tempatnya saat mengetahui, jika rencananya tak berjalan mulus. Bukan Glendy, jika tak punya rencana kedua. Dia tersenyum kemudian di tempatnya. Sepertinya lawannya bajingan tangguh.

Tidak bisa memancing hiu dengan umpan yang kecil. Jika ingin yang besar kau harus siapkan jala.

Sementara, Dean tersenyum dari balik pintu. Dari celah pintu dia dapat melihat jelas segala ekspresi Glendy. Adiknya adalah laki-laki yang pintar -dia percaya adiknya akan berhasil.

●●●

Setelah ekstensinya yang tak terlihat selama empat hari, akhirnya Alluna menampakan wajahnya. Gadis itu sudah menyiapkan mentalnya untuk semua yang akan dia terima nantinya. Pandangan mereka atau pun omongan buruk yang dilontarkan kepadanya.

Berbeda dari yang dia kira, kondisi kampus terlampau kondusif. Alluna bahkan bisa mengangkat dagunya tanpa ragu.

Dia menemukan Geisha yang tengah berjalan tak jauh darinya. Ada niatan ingin menyapa, meski berakhir ragu. Sebelum akhirnya, suara Irene yang memanggil nama mereka berdua --membuat Geisha menoleh kebelakang. Dia menerima apapun sikap apapun yang akan diberikan kepadanya, jadi ketika Geisha memutuskan diam tak peduli, Alluna berusaha menerima.

"Kalian berangkat bersama?" tanya Irene membuat Alluna tersenyum canggung di tempatnya.

"Apa kita terlihat berangkat bersama?" sahut Geisha dengan nada dingin. Irene tersenyum mengerti sikap Geisha dan berusaha agar Alluna tetap nyaman.

"Aku baik-baik saja." Gadis itu paham tentang maksud sahabatnya.

"Geisha, jadi kan kita ke cafe biasa?"

"Tentu saja, aku bukan orang yang mengikari janji." Geisha melirik Alluna sekilas dengan ujung matanya, dan dia menemukan Alluna menunduk sedih.

"Maaf," ujar Alluna pelan.

"Kau bicara apa, aku tak dengar." Irene memilih diam memberikan dua sahabatnya itu waktu untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.

"Aku minta maaf," ujar Alluna yakin, bahkan gadis itu berani mengangkat wajahnya lagi.

"Memang apa salahmu?" Alluna terdiam kaku di tempatnya, sementara Geisha meminta penjelasan langsung dari mulut Alluna.

Irene mengerti keadaan di sekitarnya tak menyenangkan, gadis itu berusaha mencairkan suasana.

"Ayolah teman, kita cari tempat yang lebih baik." Irene meraih lengan kedua temannya, tetapi Geisha segera menghempaskannya.

"Bagian mana yang ingin kau ketahui? Apakah aku perlu menjelaskan bagaimana dia melencehkanku?" Mata Alluna berkaca, meski wajahnya dibuat sekuat mungkin.

"Alluna!" teriak Irene yang tak senang mendengar pertikaian mereka.

"Kau gila yah!" Geisha kesal, bukan itu yang dia mau -- melukai sahabatnya, itu bukan niatnya. "Kenapa kau memilih pergi tanpa menjelaskan semua. Aku bisa membantumu jika kau mau."

V.I.P  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang