16. Mission

91 26 13
                                    

Entah berapa kali Alluna mengubah posisi duduknya, tangan kirinya juga sesekali memijat lengannya atau menarik ujung dress yang dia kenakan. Pandangannya selalu berpendar, mencari sesuatu yang dapat menarik perhatiannya.

Ruangan dengan gantungan berwarna dengan cahaya yang tak terlalu terang itu sedikit mengganggunya. Dia juga merasa tak nyaman, dengan dentuman musik DJ yang begitu keras. Meski demikian, tak ada niat dalam gadis itu untuk mundur.

Sementara, Dean terlihat mengawasi dari meja yang tak jauh darinya. Dia memilih duduk di salah satu kursi di depan bar. Mengamati Alluna dari kejahuan. Bartender beberapa kali menawari minuman dan dia selalu menolak. Dia tak ingin mabuk, dia harus dalam mode siaga untuk mengawasi Alluna dari tempatnya.

Hingga setangah jam menunggu, orang yang mereka nanti datang. Pria bersetelan abu-abu mahal duduk menghampiri Alluna. Pria itu duduk bergeser mendekat, meski Alluna tampak canggung menjauh. Hingga lengan kanan pria itu menariknya dan merangkul bahunya.

"Jangan takut padaku cantik. Aku senang bertemu denganmu. Sudah berapa lama kita tak bertemu? Kau tak rindu padaku?" Nada suaranya terdengar menjijikan di telinga Alluan, dia tahu Yoan tengah berusaha merayunya. Alluna hanya tersenyum meski terlihat jelas dipaksakan. Alluna menjauhkan bahunya, saat tangan Yoan mulai meremas bahunya.

"Kenapa? Apa ada yang menggangumu?" Alluna harus menahan amarahnya, dalam hati, dia ingin memaki lelaki bajingan yang bersamanya kini, maka sebisa mungkin dia mencoba terlihat sewajarnya.

Alluna memainkan anting dan kalung yang dia kenangan berniat memberi kode pada Dean. Laki-laki itu mengerti dan langsung memesan dua gelas minuman.

Alluna tersenyum saat Dean sudah berada di dekatnya dengan dua gelas minuman yang berisikan tequilla.

"Terima kasih," ucap Alluna saat tangannya meraih dua gelas yang baru saja diberikan Dean untuknya.

Yoan memandang dengan tatapan bertanya kepadanya. Alluna tersenyum dan memulai sandiwara barunya.

"Aku haus, jadi aku memesan minuman. Aku juga pesan satu untukmu." Yoan terlihat senang mendengar alasan Alluna dan segera meraih gelas miliknya. Mereka mendentingkan kedua gelas mereka sebelum menenggaknya. Alluna tersenyum saat Yoan menenggak habis tanpa curiga. Alluna yang memang tak berniat minum, sengaja menumpahkan minumamnya pada Yoan.

"Ah maaf, kakiku terkena sepatuku sendiri. Maaf, aku ceroboh." Alluna berpura-pura bersalah dan mencoba membantu Yoan membersihkan pakaiannya. Lelaki itu mencekal tangannya. Degup jantung Alluna berdetak sangat cepat, dia tak pernah mengira Yoan akan marah seperti ini. Dengan pelan Alluna berusaha mendongakkan kepalanya menatap netra Yoan.

"Tak perlu, aku akan ke kamar mandi." Alluna tersenyum lega.

"Bagaimana jika kita pulang saja. Kita ke tempatmu agar kau bisa mengganti baju," tawar Alluna.

"Kita?" Yoan ingin memperjelas tentang apa yang dia dengar, Alluna mengangguk.

"Ya, kau dan aku tentu saja. Ada siapa lagi?" Alluna bersandiwara sangat baik, tanpa curiga Yoan menurut dan segera berdiri. Dean yang melihat pergerakan mereka segera melangkah keluar menuju mobilnya.

Alluna melirik mobil putih yang berhenti di bahu jalan yang dia yakini milik Dean. Setelahnya dia berusaha mencari taxi. "Karena kau gabis minum, lebih baik kita naik taxi," tawar Yoan, entah mengapa pria itu terlihat menjadi penurut hari ini.

Saat taxi itu melaju, Dean mulai melajukannya pelan-pelan, tetapi masih mencoba tak tertinggal, membuntut di belakang taxi.

Yoan mencuri kesempatan, dari tempatnya dia meraih pinggang Alluna untuk dia dekatkan pada tubuhnya, membuat Alluna tak nyaman. Hingga tangan itu meremas pinggangnya, Alluna memegang lengan yang berada di tubuhnya, berusaha siaga dengan segala aksi Yoan nantinya. Tak lama tangan itu beralih meremas bokongnya membuat Alluna menarik tangan pria itu dan memilih menggenggamnya.

V.I.P  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang