6. Dean

183 93 26
                                    

Ingin sekali rasanya Alluna mengejar sahabatnya itu dan memeluknya. Melepas semua rasa yang menyesak di dada untuk sekedar membagi. Sayangnya, sifat ego dalam dirinya tak memihak --meski hati ingin, tetapi kaki tak membawanya melangkah.

Saat dibukanya pintu kamarnya, senyum Bu Minah yang di depan pintu yang dia lihat pertama kali. Sebelum akhirnya, pandangannya jatuh pada kotak kue di lantai yang tak jauh dari pintu kamarnya.

"Maafkan Ibu yang tak bisa melindungimu, tapi jangan menyiksa dirimu dengan bersembunyi di sana." Air mata Alluna lagi-lagi luruh membanjiri wajahnya. Pelukan hangat ibunya, hal satu-satunya yang dia butuhkan kali ini.

Alluna memang lebih senang memanggil bu Minah dengan sebutan ibu, selain karena mereka cukup dekat. Baginya, wanita itu layaknya ibu untuknya.

"Tak ada yang ingin terluka, tapi jika kau yang terluka, Ibu akan menyesal jika tak bisa membantumu." Dan kalimat dari Bu Minah membuatnya tenggelam dalam haru.

●●●

Glendy geram di tempatnya. Dia telah mengetahui pelaku sesungguhnya yang harus menerima amukannya, sayangnya dia tak juga mendapatkannya.

Glendy hanya berakhir kesal dan melampiaskannya pada samsak di ruang olahraga pribadi di rumahnya. Keringat telah membanjiri dari pelipis hingga wajahnya. Amukannya tak bisa terhentikan, dia butuh pelampiasan dan berakhir menuju ruang olahraga di lantai basement.

"Kau terlihat kesal." Kalimat Dean bagaikan angin lalu, Glendy sama sekali tak berniat melayani kakaknya. "Sesuatu mengganggumu? Tentang wanita?"

Tebak kakaknya dengan tepat, membuat Glendy membeku dengan lengan kanan menempel pada samsak merah yang sejak tadi menjadi korban amukkannya.

"Dan tebakanku benar." Dean tersenyum miring, laki-laki itu yang semula jauh kemudia mendekat, menjauhkan samsak yang berada di hadapan adiknya dan kemudian mengenakan sarung tinju berwarna biru. "Seingatku, kau sering lengah saat sedang amarah, meski pukulanmu kuat."

"Shit, aku sedang tak ingin main-main," balas Glendy sebal.

"Ayo main denganku, aku tahu cara paling baik menghilangkan amarahmu."

Dan berakhirlah pertarungan kakak adik di atas ring. Tanpa basa-basi Glendy segera melayangkan pukulannya kencang, sayangnya pukulannya meleset --Dean berhasil menghidar, jika tidak bekas lebam akan menghiasi wajahnya, karena seperti biasanya Glendy akan memberikan pukulan sekuat tenaga ketika dia sedang dilanda amarah.

"Apa dia cantik?" Pukulan kedua Glendy kembali dilayangkan dan Dean kembali berhasil mengelak.

"Bukan urusamu!"

"Aku pernah melihat wajahnya." Kalimat Dean sukses membuat adiknya tercengang dan memberikannya kesempatan menyerang dan berhasil mengenai rahang Glendy.

"Ya, kau mengenai wajahku!" teriak tak terima Gledny, tetapi Dean tak memberi waktu --laki-laki itu segera melayangkan pukulan kedua, meski berakhir Glendy dapat menahannya.

"Kuanggap ini sungguh-sungguh!"

"Memang siapa yang sedang bercanda." Glendy kembali mencoba pukulannya, tetapi lagi-lagi Dean dapat menghindar.

Pukulan keras Glendy justru akan menyakitkan jika ditahan. Pilihan terbaik adalah terus menghindar.

"Dari mana kau tahu dia?" Dean menaikkan sebelah alisnya, sebelum akhirnya tersenyum.

"Aku tak sengaja melihat fotonya di kamarmu," balas Dean bahagia, dan lagi-lagi dia mendapat kesempatan dari reaksi lawannya.

"Kau masuk kamarku? Kau melanggar privasiku!"

V.I.P  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang