7. Hacker

189 93 38
                                    

Asap rokok mengebul bersama bau akhohol yang meruap. Beberapa gadis dengan badan molek, berlenggok manja sambil menuangkan wiski ke dalam gelas.

"Tuan!" Seorang pria dengan seragam pelayan setelan hitam putih tiba-tiba datang menginterupsi. Dengan raut panik pria itu mendekat,  bersimpuh dengan kedua lututnya.

Yoan, pria dengan usia kepala empat tersebut mulai curiga. Dia melemparkan tatapan tajam ke arah pelayan yang baru saja mendekatinya.

"Katakan!" Nada suara dingin tuannya membuat nyali pelayan itu kian menciut. Pasalnya, ini adalah berita buruk. Bisa jadi, justru dia yang akan kena imbas.

"Tuan..." Pelayan iyu menjeda kalimatnya, berusaha mencari kalimat sebaik mungkin, agar tuannya tak tersulut emosi, tetapi diamnya pelayan itu membuat Yoan justru tak sabar.

"Cepat atau kepalamu yang kupenggal jadi pajangan!" Wanita-wanita di sana terkikik mendengar kalimat Yoan dan reaksi terkejut pelayan itu.

Memang dalam ruangan yang luas tersebut, ada beberapa pajangan kepala rusa dan gading gajah yang tak ternilai harganya. Belum lagi, Yoan juga pengoleksi bulu hewan untuk dijadikan karpet mahal atau bebarapa koleksi jaket bulu miliknya.

"Pian kabur, Tuan."

Bunyi gelas kaca menyambar setelahnya. Yoan melempar gelas kaca miliknya yang masih terisi minuman pada lantai yang tak jauh dengan pelayan itu berada.

Seluruh wanita di sana dibuat diam dan bergidik ngeri. Sementara, sang pelayan menunduk takut menyembunyikan wajah.

Benar dugaannya, tuannya marah besar. Pria itu akan meluapkan amarahnya kepada siapa saja. Dia adalah manusia keji. Dengan cemas, pelayan itu hanya berharap selamat kali ini.

"Panggil Gio kemari!"

Dan sepertinya Tuhan masih mendengarkan doanya, pasalnya dia akhirnya dia dapat keluar dari ruangan tersebut dengan posisi kepala yang masih menempel dengan lehernya.

●●●

Sesuai janji, Pian mendatangi Glendy di tempat perjanjian. Dia harus waspada, karena saat ini dirinya adalah seorang yang tengah dalam pencarian -buktinya separuh wajahnya telah tertutupi masker dan topi yang enggan dia lepaskan.

"Ada apa dengan penampilamu?" Suara Glendy terdengar mengejek.

"Ini semua juga gara-gara kau, Bocah!"

Glendy hanya tergelak, melihat kekesalan Pian. Lalu memilih memesan kopi kepada seorang pelayan.

"Jadi apa yang dapat kau berikan?"

"Bukannya kau sudah mendengar semua, Bodoh!" Pria itu melemparkan flashdisk berwarna silver ke atas meja. "Itu yang asli, yang kukirim kemarin sudah terpasang file yang kau berikan."

Glendy tergelak saat melihat tubuh Pian yang bergetar meski masih menunjukan muka sangar.

"Apa aku bisa selamat kali ini?" Glendy mengangguk. "Kau yakin data mereka dapat kau curi dengan flashdisk yang kau berikan?"

"Kau meragukan kemampuanku?"

"Tapi bagaimana bisa?" tanya Puan dengan nada tak yakin.

"Kujelaskan pun kau tak akan paham."

Kemudian Glendy memberikan amplop coklat di atas meja dan mengambil flashdisk yang sudah jadi miliknya. Pian dengan segera mengambil amplop tersebut, matanya segera membola melihat uang tunai yang ada di dalamnya.

"Aku tak pernah mengingkari janjiku. Kau lolos dariku, aku juga akan memberimu uang tunai untuk kehidupanmu yang sekarang seorang buronan." Glendy menjeda kalimatnya dan melihat sisi jalan dari kaca jendela di mana dia duduk saat ini. Di seberang sana, mobil polisi sedang berpatroli. Membuat Gledny tersenyum, karena ingatannya.

"Tapi sepertinya, kau belum bisa menikmati uangmu sekarang."

Pian mengikuti arah pandang Glendy dan menemukan sesuatu yang juga dia hindari.

"Kau bukan hanya buronan Yoan, tetapi kau buronan polisi."

●●●

Seluruh pelayannya menjadi amukan kemarahan Yoan. Dia tak segan-segan melempar semua permintaannya yang diantar untuknya, jika itu tak sesuai. Tak hanya itu, para wanita yang bersama juga menjadi amukan kemarahannya, membuat mereka bergidik ketakutan --dengan wajah memelas mereka memohon pengampunan, meski hanya berakhir tawa sumbang dari mulut Yoan.

"Dasar Jalang!" Yoan melayangkan tamparannya kepada salah satu wanitanya. Wanita mana yang tidak takut apabila, pria yang minta dipuaskan nafsunya itu justru tengah dirasuki iblis.

Sepertinya Glendy telah membangunkan singa yang tengah tertidur pulas.

"Ke mana pelayan itu. Benar-benar minta dipenggal kepalanya. Memanggil orang pun tak becus." Entah berapa kali Yoan telah berkoar dengan nada kedal dengan wajah merahnya.

"Tuan." Akhirnya yang ditunggu datang. Gio, salah satu bawahannya menghadap dengan setelan hitam putih.

"Ke mana saja kau? Lama sekali!" Yoan tak melanjutkan kekesalannya. Dia melemparkan flashdisk berwarna silver itu ke arah Gio dan dengan sigap Gio menerimanya.

"Kirimkan aku hardfile dari data tersebut. Lalu segera lacak Pian. Jika tak bisa kau bawa secara hidup, kau bawa mayatnya ke mari."

Gio mengangguk patuh dan segera melenggang pergi. Dan setelahnya gelagar dari teriakan amarah Yoan yang terdengar. Dan para wanita yang sejak tadi di sana kian takut.

"Keluar semua kalian!"

●●●

Gio menghapus semua isi file yang berada dalam flashdisk yang baru saja didapatinya, agar tak meninggalkan bukti. Setelahnya, di dalam markasnya Glendy tengah menunggu mangsanya mendekat . Dan senyum puas tak lama terbit setelahnya, saat yang ditunggunya akhirnya datang.

Seseorang telah menghubungkan flashdick miliknya itu pada sebuah PC.

"Mari kita lihat apa yang kita dapat."

Boom.

Glendy tertawa senang saat dia berhasil menghacker komputer utama milik lawannya, karena setelahnya dia dapat mengakses dan melihat semua isi data milik sang pemilik. Glendy segera memilah beberapa data yang menurutnya akan membantunya nanti.

Lalu, bom kedua kembali meledak. Karena setelah Glendy menyalin data miliknya dia hanya perlu menekan tombol enter untuk mereset komputer miliknya.

Kegaduhan pasti tengah terjadi di markas Yoan. Membayangkan saja Glendy bisa tersenyum puas di kursinya.

"Hadiah menarik dariku, aku berharap kalian akan menyukainya."

●●●

Benar seperti dugaan Glendy, markas Yoan ricuh bukan main. Seluruh layar PC di sana tiba-tiba menggelap sebelumnya mati, tetapi ada hal menarik yang membuat seluruh pasang mata di sana sempat dibuat membola.

Prank.

Tulisan tersebut tertera pada layar sebelum akhirnya tiga komputer di sana mati secara bersamaan. Mereka tak hanya gagal, mereka juga akan mendapat amukkan dari Yoan.

●●●

Berita kegaduhan di markas datanya, tak butuh waktu lama untuk sampai ke telinga Yoan. Membuat pria itu menggeram marah. Dia melempar botol kaca yang masih berisi minuman beralkohol itu ke arah pelayan yang masih diam setelah melapor. Untung saja tembakannya meleset, jika tidak sudah dipastikan pelayan itu akan berakhir mengenaskan.

"Panggil Gio sekarang!"

"Maaf Tuan, tetapi dia sedang melacak sesorang yang tengah anda perintahkan."

"Bodoh!" Tak akan sulit bagi Yoan melontarkan umpatannya. "Panggil siapa pun yang bisa menjelaskan bagaimana ini terjadi!"

"Siap, Tuan."

Dengan langkah cepat, bawahannya itu segera meninggalkan ruangan.

Siapa yang mau dekat-dekat dengan Yoan saat ini. Tuan mereka itu saat ini bagaikan iblis dengan tubuh manusia.

Tbc

V.I.P  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang