Part 06
Lalu,,,
Mas Ricky terdiam dan kita sama-sama terdiam. Rintikan hujan semakin lebat dan sesekali diiringi angin kencang.
"Hujan-hujan gini, enaknya ngapain ya?" Ia kembali membuka pembicaraan.
"Enaknya, ya,, tidur mas." Jawabku nyeleyuk saja.
"Enak donk tidur, apalagi sama adek. Hehehe," ucapnya.
"Yeee, ngarep." godaku.
"Hahahaha,,," ia tak ingin meneruskannya lagi. Ia cukup sopan bagi seorang pria.
"Auuhhh, capek berdiri terus." Keluhku.
"Mnnn,,," ia menggumam seraya menarik-narik kursi bangku di warung pondokan yang tutup itu. Tapi naas, bangku-bangku tersebut dirantai oleh empunya warung. "Yah, di gembok semua bangkunya."
"Hihihi," Aku hanya terkikik melihatnya kesal menendang salah satu meja panjang itu.
"Sini aja dek, bersandar sama mas?" Ia duduk di meja. Sedangkan meja tersebut terlalu tinggi untuk dijadikan kursi. Pantat Mas Ricky hanya setengah dari meja tersebut. Jika dilihat, ia hanya setengah berdiri.
"Hmn, dimana mas?" Tanyaku.
"Sini di pangkuan mas." Pintanya seraya mengulurkan kedua tangannya.
"Ihhh, nggak mau." Aku masih menjaga kesopananku. Jika aku duduk, sudah pasti bongkahan pantatku menyentuh bagian sensitif itu. Kalau tegang bisa bahaya.
"Nggak apa-apa! Biar nggak kotor celananya." Katanya pura-pura lugu.
Modus!!!
Modus adalah nilai yang sering keluar dari sebuah data. Hal itu yang kupelajari ketika aku belajar matematika di sekolah menengah. Jika di implementasikan ke dunia nyata, seperti itulah pria. Mereka selalu pura-pura bodoh untuk mengambil sebuah kesempatan.
"Ayoo, sini." Ia menarik tanganku dan mendekatkan tubuhku ke arahnya. Dalam posisi membelakangi, aku tak tahu bagaimana raut wajah mas Ricky ketika pamtatku yang seksi dan montok menyentuh pinggulnya. Aku kembali merasakan benda tumpul itu. Cukup keras dan tegang di bawah sana.
Lalu ia mulai memainkan permainannya.
"Dek, foto selfie berdua yuk?" Pintanya seraya menyodorkan Hapenya kearahku.
Posisi mas Ricky di belakangku sehingga tangannya yang panjang menelusup melewati leherku.
"Tunggu, aku benerin rambut dulu." Aku meraih smartphonenya dan mengatur rambutku. "Nih, sudah."
Ia meraih smartphonenya lagi dan kami berfoto berdua. Setelah berfoto, aku melihat hasilnya. Sehingga kuraih smartphone itu dan membuka file foto kami tadi. Ia juga ingin melihatnya, sehingga tubuh kami semakin dekat. Aku merasakan sentuhan itu lagi. Benda tumpul itu sepertinya mengejarku.
"Boleh nggak mas jadiin DP?" Katanya.
"Jangan ah, nanti pacar mas marah." Ucapku.
"Nggak ah, tak ada yang marah." Ujar Mas Ricky sembari meraih smartphonenya lagi. Ia kembali duduk seperti tadi. Namun aku tetap berdiri.
"Sini dek," pintanya padaku untuk duduk dipangkuan mas Ricky lagi.
Aku kembali menduduki pinggulnya. Rasanya sungguh berbeda, aku seharusnya risih dengan kedekatan itu. Namun rintikan hujan membuat pikiranku berubah. Kurasakan kedua tangannya mencengkram pinggangku. Aku tetap biasa aja tanpa melakukan apapun.
"Huaaahh, ngantuk mas." Keluhku seraya memguap panjang.
"Makanya sini, nyender." Ia menawarkanku dengan paksa. Kedua tangan Mas Ricky menarik tubuhku agar lebih dekat dengannya. Ia sepertinya menikmati posisi ini. Kedua tangannya melingkar di perutku. Entah? Seharusnya aku menepis tangan itu. Namun pikiranku terfokus oleh benda tumpul yang tercetak di celana jeans miliknya. Aku mengenakan celana jeans ketat bertekstur lentur. Hal itu membuat bentuk tonjolan dari batang kejantanan milik mas Ricky terasa di belahan pantatku. Entah apa yang dipikirkan mas Ricky, mungkin aku murahan atau apa? Karena baru pertama kali kita jalan, tetapi kita sudah sedekat ini.
Aku tetap biasa saja, namun berbeda dengan mas Ricky. Aku merasakan pergerakan yang tak biasa. Batang tumpul itu sepertinya bergerak semakin membesar dan membesar. Aku juga merasakan deruan nafas tak wajar dari mas Ricky. Nafasnya semakin berat dan desauan anginnya menyentuh kulit leherku. Aaaahhhh,,, apa yang sebenarnya terjadi padaku. Badanku seakan memanas di tengah guyuran hujan dan disertai angin ini. Bayangan mengenai hal yang biasa dilakukan oleh seorang pria dan wanita itu memancar di pikiranku. Aku membayangkan kedua tangan kekar Mas Ricky meremas buah dadaku dan batang kejantanannya menggesek di belahan pantatku, menggesek secara jantan, bukan malu-malu seperti ini. Baru pertama kalinya, namun rasa inilah yang beberapa hari ini kurindukan. Seakan akulah yang sebenarnya menginginkan tubuh seorang pria, bukanlah sebaliknya.
Dalam keheningan, mas Ricky memeluk perutku. Yaaa,,, masih dalam batas kewajaran ketika kedua tangannya melingkar di perutku. Dan tanganku siap menepis jika jemari nakalnya menggerayangiku, tentu saja jika aku masih sadar. Ia mendekatkan wajahnya ke telingaku dan berbisik.
"Dek," bisiknya ditelingaku.
"Hmn,,," gumamku tergugah dari lamunan liar.
"Kok diem saja sih," keluhnya. Lalu ia mencoba membujukku, "boleh nggak mas cium?"
"Yeee, nah cium ketek adek." Candaku seraya memutar tubuhku. Putaran itu membuat gesekan yang tentu saja membuat mas Ricky tampak terkejut.
"Sini," ucapnya seraya menarik salah satu tanganku.
"Ahhh, nggak ah, jorok!" Kataku memberontak.
"Adeekk,, nggak jorok kok. Mas suka!" Bujuk sambil mencoba untuk mengangkat tanganku.
"Iiihhh, nggak mau!" Namun perkataanku itu tak sesuai dengan kenyataan. Salah satu tanganku terangkat tinggi melewati kepalaku.
Lalu bibir mas Ricky mulai mencium bagian lipatan itu. "Hmnnn, wangi gini kok."
"Iya donk, kan pakai deodoran." Protesku seraya menjauhkan tubuhku darinya.
"Lho,,, satunya." Pintanya sekali lagi.
"Ah,, sudah ah." Aku tetap jual mahal, walau dalam pikiranku masih menginginkan sesuatu yang lebih dari ini.
"Nanti satunya ngiri." Katanya seraya menarik tanganku lagi.
Akupun cuma-cuma memberikan ketiakku untuknya. Yang pertama tadi memang singkat dan tak terasa. Namun yang kedua mas Ricky menciumnya lebih lama. Aku merasakan hidung mas Ricky menyentuh kulit ketiak yang mudah geli tersebut. Aku kembali merasakan getaran itu, getaran yang tak pernah kurasakan. Di balik bajuku yang tipis, aku merasakan mas Ricky menjulurkan lidahnya dan menjilati ketiakku.
Lalu ia menghentikan perlakuannya. Ia tersenyum lucu dan menarik tubuhku untuk mendekatinya.
"Jorok ih," kataku sambil monyong dan menepuk bahunya.
"Tapi, enakkan." Katanya menggodaku. Sepertinya ia menemukan sesuatu yang berbeda dariku. Memang sedari tadi pikiranku kacau. Tubuhku memanas dan mungkin saja pipiku merona.
"Enak apa? Geli tauuuu!" Cakapku. Percakapan itu membuat diriku tak sadar bahwa tubuh kami hampir berpelukan. Aku kembali merasakan benda tumpul yang semakin menonjol itu. Kali ini tidak di bongkahan pantatku, melainkan selangkanganku yang hangat. Belum lagi, kepalaku berada tepat di dadanya yang bidang. Hal itu membuat diriku ingin bersandar disana.
"Hujan nggak berhenti nih, gimana dek?" Tanyanya lagi.
"Hmnnn, nggak tahu kak." Ucapku.
"Gimana kalau hujan-hujan?"
"Nggak ah, nanti masuk angin." Aku menolak.
"Ya, sudah tunggu aja." Katanya.
Lalu kami terdiam lagi. Pikiranku kembali meracau ketika sentuhan selangkanganku menyentuh bagian tumpul itu. Ingin melompat dan duduk dipinggul mas Ricky, lalu aku bergoyang diatasnya. Hujan yang deras membuat setiap impianku semakin dekat dengan kenyataan. Apalagi, mas Ricky kembali menggodaku.
"Dek, boleh nggak nyium lagi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Mandul
Romance21+ Khusus dewasa. Cerita tentang seorang wanita bernama Mariana. Sungguh menyedihkan hidupnya?