Part 29

17.2K 236 3
                                    

Part 29

Di terminal itu, aku merasa sedih. Kesedihan yang kedua kali kurasakan. Beberapa waktu lalu aku harus kehilangan bapak, sekarang aku harus berpisah dengan mamak. Mamak diajak kakakku untuk tinggal di Jakarta. Dan aku harus mengikuti kemana suamiku pergi.

Rasanya, aku bagaikan seorang anak kecil yang ditinggal orang tuanya pergi. Padahal, mamak masih sehat dan mungkin akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota sana. Air mataku berlinang ketika melihat pintu bus telah tertutup dan wajah mamak tersamarkan oleh kaca film. Lalu seruan bus berangkat dan wajah mamakku menghilang begitu saja. Ingin rasanya kumengejar bus itu, namun apa daya semua ini demi kebaikan mamak dan semuanya. Jikalau mamak masih bersamaku, maka siapa yang akan mengurus dan membiayai kami. Untung saja, keputusan keluargaku sangat tepat dengan menikahkanku dengan mas Ricky.

"Ayo yang, kita pulang!" Ajak Mas Ricky sembari meremas pundakku.

Ia begitu perhatian denganku, semuanya mas Ricky yang urus mulai dari keberangkatan mamak. Mas Ricky menyewa mobil untuk mengantar mamak beserta keluarga kakak. Semuanya terbilang singkat untuk pertemuan yang padat ini. Kini hanya aku berdua dengan mas Ricky dirumah itu. Rumahku sudah dibayar sepenuhnya dan kami mempunyai waktu dua minggu untuk mengemasi semua barang. Sebenarnya Pak Lurah tak begitu menuntut, tetapi hal itu atas dasar dari ketimbangan rasa kami semua.

Aku menatap mas Ricky dan tersenyum lega. Ternyata aku memang tak sendirian, ada suamiku yang selalu menemani.

== == ==

"Mau makan dulu? atau jalan-jalan dulu?" Ucap mas Ricky membuka pembicaraan di dalam mobil.

"Makan dirumah saja mas, lauknya masih banyak." Jawabku sembari memutar tubuh menghadap mas Ricky.

"Mobil inikan disewa sehari semalam. Jadi sayang kalau langsung dikembalikan." Kata Mas Ricky yang tentu saja aku mengetahui maksudnya.

"Jadi kita mau kemana mas?" Tanyaku kepadanya.

"Kita jalan-jalan dulu ya." Ucapnya.

"Kemana tapi mas?"

"Mnnn,,, nggak tahu. Lumayan bisa merasakan AC dan nggak kehujanan." Ungkap Mas Ricky sembari menghidupkan wiper mobil karena hujan mulai turun perlahan.

"Hmn,,, hujan." aku menggumam sembari mengingat masa itu. Masa dimana aku dan mas Ricky bertemu. Di kala pondok yang sudah tidak terpakai. Hujan menjadi saksi bangkitnya nafsuku pada saat itu.

"Kalau hujan enaknya ngapain?" Tanya mas Ricky sembari memutar wipernya lebih kencang karena hujan sudah sangat deras.

"Tidurlah," jawabku ketus.

"Kok, tidur?" Ia mengelak.

"Lha terus?" Aku mengulangi.

"Main," ucapnya sembari meremas buah dadaku. Remasnya sungguh kencang sehingga membuat BeHaku penyok.

"Awww," Kataku sembari menepis tangannya.

"Hehehe,,," Ia tersengeh sembari melepaskan tangannya.

"Nakal," ucapku sembari membuang mukaku melihat jendela luar.

"Kenyal sih!" Ungkap Mas Ricky dan aku kembali merasakan tangannya mendarat di buah dadaku. Kali ini, pijatan itu serasa lembut. Aku merasakannya walau buah dadaku masih terbungkus oleh BeHa. Kurasakan puting susuku mulai tegang karena pijatan mas Ricky. Keremangan itu membuat pipiku merona dan beberapa kali kutahan nafas.

"Hei, enak yaaa???" Mas Ricky menggodaku. Ingin kukatakan iya, namun aku belum mempunyai nafsu untuk itu. Aku masih merasa sedih karena aku harus berpisah dengan mamak. Baru beberapa saat, mas Ricky sudah membuatku kelabakan.

"Ih, apa sih." Kutoleh wajah suamiku dan aku berpaling lagi menatap jalanan yang mulai basah karena hujan. Aku tak ingin memandangnya lama-lama karena kuingin menyembunyikan rona wajahku.

Lalu,,,

Mobil mas Ricky melambat ke tepi jalan. Entah kenapa suara lampu sent kiri terdengar mengetuk. "Kok berhenti, ada apa?" Tanyaku pada mas Ricky.

Namun,,,

Bukan jawaban yang aku terima. Mas Ricky melumat bibirku dan tangannya meremas buah dadaku. Aku sebentar menikmati namun ditempat umum bukan tempatnya bermain itu.

"Ihhh,,, mas,,, jangan disini." Keluhku ketika aku mendapatkan celah regangnya bibir kami. Namun mas Ricky malah menyelipkan tangannya di balik bajuku. Kurasakan ujung jemarinya menyelinap di balik BeHa dan mengutik puting susuku.

Bibir kami saling menyatu dan aku mulai menciptakan nafsu. Mataku sayu menatap wajah suamiku yang penuh nafsu. Ia menjulurkan lidahnya untuk mencari lidahku.

"Ayohh, buka, mau netek!" Ucapnya sembari menyingkap bajuku. Namun aku menahannya.

"Ihhh,, jangan dibuka dari sini." Ucapku karena mas Ricky akan menyingkap bajuku. Aku perlahan membuka kancing bajuku satu persatu dan meninggalkan dua kancing paling bawah. Dari situ, mas Ricky dapat melihat bongkahan dadaku yang masih tertutup BeHa.

Mas Ricky memang tak pernah bosan dengan buah dadaku. Ia menarik Cup BeHa dan puting susuku mengintip di baliknya. Lalu,,, kesenangan itu kembali timbul. Lidah mas Ricky meliuk menyentil bagian sensitifku. Sesekali ia menghisap kuat dan mengigit pelan.

"Mmnnnn,,, mmnnnn,,, mmnnn,,," aku hanya dapat meracau karena rasa geli yang tertahan. Tak kusangka, dalam sekejap tubuhku memanas mengikuti gerakan lidah mas Ricky. Tubuhku menggeliat seiring dengan pemanasan yang dilakukan oleh Mas Ricky.

Mas Ricky menghentikan permainannya, ia menatapku dan aku menatapnya. Lalu ia berkata, "enak nggak?"

"Mnnn,,, enak mas sayang." Jawabku.

"Mmppphhhh!" Aku menarik wajah mas Ricky ke bongkahan kenyalku. Ia sedikit kesulitan bernapas karena tekanan yang kulakukan. "Huaaaahhhh," mas Ricky bernapas dengan lega.

"Mas, pulang yuk!" Kataku sembari membelai rambutnya.

"Ngggg,,, nggak mauuu! srrruuupppp!" Ucapnya seraya menancapkan mulutnya ke puting susuku. Lalu hisapan itu berbuah nyaman bagiku.

"Iiihhhhh,,, auuuhhh,,, mas nih!" Tubuhku menggeliat merasakan rasa geli ini. Aku tak sanggup menerima reaksi ini, reaksi dari sensasi yang tak pernah kusadari. Kubuka mulut agar hawa panas tubu berkurang karena jemari telunjuk mas Ricky menyentil puting susuku yang masih nganggur.

Waktu berjalan begitu lambat. Wajahku mulai meremang merasakan nikmat. Walau nikmat itu belum sepenuhnya kudapat. Lalu, mas Ricky melepaskan puting susuku. Kulihat mas Ricky meregangkan ikat pinggang dan mengeluarkan batang kejantananya yang telah tegang. Aku terpana melihat benda tumpul itu. Sesaat inginku menungging dan ditusuk olehnya. Namun tempat tak mendukung sama sekali.

"Sini, emut adek sayang." Pinta suamiku seraya memegang pundakku.

"Ihhh,,, nanti dilihat orang mas." Aku menolak karena perasaan was-was menghantuiku. Tetapi jujur, sensasinya sungguh berbeda dengan biasanya. Kini aku lebih bernafsu ditempat seperti ini.

"Nggaklah, sambil jalan." Ucap mas Ricky yang mulai membimbing wajahku mendekati batang kejantanannya yang sudah tegak menantang.

Aku mengikutinya saja. Perlahan kujilati ujung tumpulnya lalu secara perlahan kutelan ujungnya. Aku belum mahir dalam oral seperti ini.

Lalu,,,

Mandul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang