Part 24

17.9K 279 5
                                    

Part 24

"Jangan dimasukin mas!" Keluhku seraya merasakan pedih di liang kewanitaan. Mas Ricky barusaja memasukan ujung jarinya ke dalam sana. Walau hanya seujung jari, rasanya sungguh pedih. Walau mas Ricky sudah pernah memainkan bibir kelaminku, aku tetap masih perawan. Bagaimana jika batang kejantanan itu merogoh liang yang masih perawan itu?

"Jadi, kapan donk mau dimasukin?" Mas Ricky bertanya padaku.

"Aduh, sakit mas." Keluhku lagi. "Nggak tau kapan?"

"Besok aja gimana?" Mas Ricky menawarkan hal itu padaku. Padahal ia tak perlu menawar lagi. Tubuhku sudah menjadi miliknya seutuhnya.

"Jangan disini, nanti aku jerit!" Kataku karena mungkin aku tak bisa menahan rasa itu.

"Oke, kita berangkat pagi-pagi!" Ungkap Mas Ricky.

"Eh, kemana?" Tanyaku lagi.

"Udah, tidur sana. Pokoknya besok kita berangkat pagi." Ungkapnya.

Aku masih terheran dengan ajakan mas Ricky. Kemana ia akan mengajakku? Aku tak mampu bertanya? Dan sepertinya, aku juga enggan untuk bertanya. Biarlah esok menjadi misteri tentang impian itu.
+ + + + + + + + + +

Pagi itu, aku dan mas Ricky pamit untuk keluar. Sebenarnya kami tak diijinkan. Namun kami berdalih hanya keluar sebentar untuk mencari udara segar. Mungkin sore akan pulang. Dalam perjalanan aku masih keheranan dengan ajakan mas Ricky. Kupeluk punggungnya seraya menikmati alur liku jalan Curup Kepahiang. Jalan berliku ini mungkin akan kurindukan ketika aku pindah nanti. Aku masih ingat dengan warung-warunf ditepi jalan yang pernah kusinggahi, hingga beberapa tempat wisata yang cukup asri. Belum lagi ketika musim bunga Rafflesia Arnoldi. Tempat-tempat ini pasti ramai dikunjungi oleh para pelancong yang ingin melihat bunga langka itu. Lalu, sampailah kita di sebuah penginapan. Mas Ricky memasuki halaman berbatu itu dan menyuruhku turun.

"Mas," sapaku.

"Hehehe,,," ia hanya tersengeh. Aku menepuk lengannya. Jadi tempat ini yang ingin kami kunjungi. Aku tak pernah menduga, malahan aku menduga mas Ricky akan menarikku ke tengah hutan dan bermain disana.

Setelah pesan kamar, kami memasuki penginapan itu. Cukup mewah rupanya karena lantainya keramik marmer dan kamarnya terkesan minimalis. Di dinding terpasang televisi layar datar berikut dengan Acara siaran berbayar yang belum pernah sekali aku lihat.

"Mau ngapain kita disini?" Tanyaku pura-pura tak tahu.

"Hmnnn,,, mau melubangi sesuatu." Ucap Mas Ricky seraya mendekat padaku. Ia melepas jaketnya dan menunjukan badannya yang masih berkaus ketat. Lekukkan dada yang bidang dan perut rata itu selalu menjadi impianku.

"Mandi yuk! Ada shower air hangat." Ajaknya seraya berjongkok dihadapanku, lalu mas Ricky memeluk pinggangku dan mengecup belahan buah dadaku.

"Lho, tadikan sudah mandi!" Aku mengingatkannya. Tetapi pikiranku selalu kotor dan ingin merasakan sesuatu yang belum kurasakan.

"Ya, mandi lagi donk." Ungkapnya, "ayo buka bajunya."

Kubuka jaketku dan kausku. Mas Ricky juga melakukannya. Aku melirik tubuhnya yang telanjang dengan batang kejantanan yang cukup panjang.

Lalu,

"Dek, teteknya mengkal banget sih!" Ungkapnya seraya meremas buah dadaku yang masih terbungkus BeHa.

Aku kembali merasakannya. Remasanya menyingkap BeHa-ku sehingga dadaku semakin membusung. "Habisnya, mas remas terus sih!"

"Iyakah? srrruuupppp!" Mas Ricky menghisap puting susuku. Aku lupa jika harus melepas celana jeans. Tanganku hanya berfokus menahan kepalanya karena aku sedang menyusui suamiku. Nafasku gelagapan ketika lidah mas Ricky menyentil-sentil puting susuku. Rasa geli itu membuat tubuhku memanas.

"Ayoh, buka bajunya." Kata mas Ricky melepaskan puting susuku. Ia memang pintar menghisap puting susu karena sebelum ia melepaskannya, ia menghisapnya dalam-dalam sehingga puting susu itu memasuki mulutnya. Lalu keluar dan kembali ke tempatnya semula. Seperti sebuah peregas yang selalu kembali ke tempat semula.

"Ini, satunya belum. Nanti iri satunya." Godaku sembari menawarkan puting susuku yang belum dihisapnya.

"Srrrruuupppp!"

Mas Ricky menuruti kemauanku. Ia menancapkan lagi bibirnya ke puting susu. Aku merasakan gerakan lidah itu. Menyentil dan menjilat seperti permen. Rasa geli yang membuatku terangsang dan rasa pedih karena terkadang mas Ricky menggigitnya. Inilah yang selalu ingin kurasakan. Kurasakan karena tubuhku selalu memanas mengikuti arah nafsu yang tak pernah berhenti berputar. Wajahku mulai merah merona dan nafasku mendengus, lalu bibirku mendesis. Seperti sebuah candu asmara yang selalu kuinginkan.

Mas Ricky melepaskan bibirnya lalu menatapku, "enak gak?"

Aku tersenyum menatap wajah kekasih halalku itu. "Hmn,,, pinter banget sih."

"Pinter apanya?" ia bertanya.

"Neteknya." Jawabku tanpa lagi merasa malu atau canggung. Toh, mas Ricky sudah menjadi milikku seutuhnya.

Aku harus berpegang pada pundaknya ketika mas Ricky melepaskan celanaku. Lalu mata nakal suamiku itu tertuju pada bulu-bulu halus yang menyelimuti bibir kewanitaanku. Ia memperhatikan sejenak, lalu menciumnya.

"Auhhh,,, mas." Aku merasakan sentuhan ujung hidungnya mengenai bibir kewanitaanku. Aku terpaksa menghindar karena rasa risih.

"Yuk, mandi." Ungkapnya sembari mencubit puting susuku dan menariknya.

"Awww,,,sakit!" Seharusnya ia menggandeng tanganku, tetapi mas Ricky malah menarik puting susuku agar aku mengikutinya.

"Makanya, ayooo." Mas Ricky menggiring tubuhku memasuki kamar mandi dengan shower diatas kepala kami. Lalu ia menutup pintunya.

Di dalam sana, hal canggung terjadi padaku. Aku tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana cara memulainya. Pancuran air hangat mengguyur tubuh kami berdua. Aku hanya terdiam di bawah pancuran itu. Sampai suatu ketika mas Ricky mengoleskan sabun ke tubuhku. Ia memintaku untuk berbalik dan memunggunginya. Sudah kutebak ia sangat terobsesi dengan bentuk buah dadaku yang mengeras karena nafsu telah menyelimutiku. Selangkanganku begitu gatal namun aku menahannya. Aku tak ingin terlihat begitu agresif di depan suamiku. Biarkan ia yang memulai dan mengajarkan semuanya.

"Sayaaaang, mnnnn." Bisik Mas Ricky seraya meremas kedua buah dadaku. Cairan sabun itu membuat tangannya begitu licin dan gencar memainkan puting susuku.

Tubuh kami yang basah membuat setiap gesekan itu menjadikan percikan nafsu yang tak tertahankan. Aku merasakan batang kejantanan Mas Ricky mengeras dan menggesek belahan pantatku. Tanpa sadar, pinggulku bergoyang merangsang batang kejantanan milik suamiku itu. Ia juga semakin gencar memainkan buah dadaku yang semakin mengeras. Rasanya seperti mengenakan BeHa, padahal tak ada BeHa disana. Belahannya juga semakin terlihat dan kedua putingnya mencuat.

Mas Ricky membalikan lagi tubuhku. Dengan ganas bibir kami bertemu dan menyatu. Aku di dorong ke dinding dan merasakan sebuah loncatan birahi yang sangat tinggi. Seakan pemanasan itu sudah menjadi klimaks bagiku. Lidah kami bertautan dengan sentuhan kasar menyentuh  tubuhku.

Plaaakkk!!! Mas Ricky menampar kedua bongkahan pantatku. Aku tak marah atau merasakan sakit. Bagiku, rasa sakit sudah menjadi sampingan bagiku, hanya rasa panas, gatal dan geli saja yang kurasakan saat ini. Bahkan mungkin sayatan pisau tak lagi kurasakan.

Mandul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang