Part 04 :
[Beneran nih, mas nggak tahan nih] √ Aku membaca pesan dari Ricky seusai memakai daster tidurku.
[Nggak tahan apa, kak?] Balasku.
[Nggak tahan pengen pipis. Eh jangan panggil kakak dong!] Ia menjawab.
[Oh, pipislah dulu.]✓
[Jadi panggil apa donk]✓[Panggil mas aja.]✓ Ia sepertinya memyuruhku memanggil mas.
[Ya, mas.] Jawabku singkat.
[Eh, adek lagi apa?] Ia bertanya.
[Lagi duduk aja mas, baru selesei mandi, ngeringin rambut]
[Wah wangi donk. Boleh kakak cium?] Hmn,,, mas Ricky sepertinya mulai lagi.
[Nah, cium ketek aku nah.] Jawabku sembarangan.
[Mau donk! Sini.] Jawabnya. Entah apa yang dipikirkan pria ini. Sepertinya ia menggodaku.
[Ih, jorok] Jawabku singkat.
[Nggak kok, malah enak?]
[Kok enak sih, kan bauuukkk] Aku tak menyangka, mas Ricky menyukai aroma ketiakku, walau kita belum pernah bertemu secara langsung.
[Pokoknya mas suka,]
[Nah, cium nah.] Ungkapku menggodanya.
[Wah, kalau cium enaknya di bibir] Ya,,, aku tahu, aku juga punya televisi yang menayangkan adegan ciuman.
[Ye,,, enak aja] Jawabku memberontak.
[Eh, adek sudah punya pacar belum?] Sepertinya mas Ricky mengalihkan pembicaraan. Ia tahu bahwa aku mulai risih dengan pembicaraan ini.
[Belum kak] Aku menjawab saja.
[Eh, mas] Revisiku.[Kok cantik-cantik belum punya pacar sih]
[Ya, nggak tahu, mungkin belum ada yang cocok] Aku menjawab dengan jawaban yang sering digunakan oleh para gadis pada umumnya.
[Eh, mau nggak jadi pacar mas?] Deg... Ia menembakku. Tak mungkin, ia hanya bercanda. Ia mungkin sedang bergurau atau apa. Proses PeDeKaTe itu panjang, bahkan lebih panjang dari usia pacaran.
[Ih, baru chat-an dah mau nembak aja]
[Hmn,,, lha biasanya gimana?] Kenapa ia malah bertanya padaku. Seharusnya ia tahu caranya mendekati seorang gadis.
[Ya biasanya. Temui dulu, ajak main kek, makan kek. Baru tembak.] Jawabku sekenanya.
Tetapi . . .
[Besok mas libur. Mau nggak keluar sama mas. Tapi adek yang nunjukin jalan. Mas ngga tau jalan sini?]
Seketika jantungku berdegup kencang, bahkan lebih kencang dari rasaku sebelumnya. Aku tak pernah diajak keluar oleh cowok. Ada sih, tapi bareng-bareng teman lain. Dan ini hanya berdua saja. Cukup lama aku berpikir untuk membalas. Aku ingin menolak, namun mungkin inilah kesempatan pertamaku.
[Mnnn, jam berapo?] Aku bertanya duluan.
[Terserah adek]
[Jam 10 yo] Kini malah aku yang menentukan.
[Oke, aku jemput di rumah yo.]
[Jangaaaaaann] Spontan aku menulis pesan itu. Mungkin aku belum siap terkena olokan bapak dan mamak. Mereka pasti terkejut jika aku di apelin oleh cowok.
[Lha terus dimano?] Ia bertanya keheranan.
[Tau warung MangCik yang di depan jalan nggak?] Aku mencoba memberinya petunjuk tempat dimana kita bertemu.
[Tau, kadang kami beli rokok disitu. Disitu ye?]
[Bukan, jangan disitu] Aku berpikir jika bertemu disitu. Sudah pasti Yuk Warsi memberi tahu mamak kalau aku jalan dengan cowok.
[Agak maju dikit, pinggir jalan.] Jawabku.
[Oh, ok. Nanti sekabaran aja ya.]
[Ok]
======
"Maria, kau nak kemano?" Tanya mamak yang melihatku sibuk sendiri. (Maria, kau mau kemana?)
"Nak keluar denget, samo kawan." Jawabku sembari mencari BeHa kawat warna biru. "Mak, nyingok BeHa biruku nggak? (Mau keluar sebentar sama teman, Mak lihat BeHa biruku nggak?)
"Nah, digantungan belakang." Jawab emak yang tetap fokus dengan bawang putih dan sinetron FTV-nya.
Segera kuraih BeHa kawan itu, lalu kembali ke kamar. Aku harus sedikit terlihat mempesona di hadapan Mas Ricky. Walau belum ada benih cinta, namun apa salahnya aku berlatih dengannya. Berlatih bagaimana mencari pasangan yang cocok bagiku. Kukaitkan BeHa-ku dan susuku terlihat montok dihadapan cermin. Lalu kupakai kaus berwarna hitam. Aduuuhhhh, aku melupakan sesuatu. Aku lupa mengenakan Tanktop. Kulepas lagi kausku dan kukenakan tanktop berwarna hitam. Sejenak aku menatap tubuhku dihadapan cermin. Tubuhku serasa sempurna dengan tanktop hitam. Belahan buah dadaku akan menggoda setiap pria yang memandangku. Kusingkirkan pikiran nakal itu jauh-jauh dariku. Setelah kupikir, kausku terlalu kecil jika aku memakai tanktop. Kubuka kembali lemariku untuk memilih baju.
Akhirnya aku memilih baju yang pas untukku. Sebuah baju yang cukup longgar dengan kancing di depan. Baju itu berwarna biru navi. Langsung kukenakan saja baju itu. Namun sayangnya, buah dadaku tak terlalu menyembul jika mengenakan baju. Untuk celana, aku memilih celana jeans terbuat dari karet sehingga lekuk tubuhku sempurna. Lalu jaket kulit tipis agar aku tak kedinginan ketika naik motor nanti.
Aku hanya berpamitan kepada emak, karena bapak sudah pergi ke sawah. Emak hanya menjawab saja tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi. Ketika aku melewati tempat proyek, suasana terlihat sepi. Hanya dua orang saja yang berjaga sebagai pengamanan. Memang benar, mereka libur hari ini. Aku bergegas menuju tepi jalan raya. Sebelumnya aku WA mas Ricky agar menjemputku.
[Mas, dimana? Aku dah di pinggir jalan.] Pesanku.
[Ok dek, aku dah dekat] Pesan balasan mas Ricky.
Aku menunggu tepat di pohon sawit tepi jalan. Suasana jalan sepi dengan aspal masih mulus. Entah kita akan kemana, tetapi sepertinya kita akan makan dulu.
Tak lama, motor Mas Ricky terlihat. Ia terlihat celingukan mencariku. Aku melambaikan tangan kepadanya dan ia mendekatiku. Wajahnya tertutup oleh kaca helm dan masker.
"Hei, sudah lama?" Sapanya seraya memberikan helm padaku.
"Heehehee, baru sebentar." Jawabku seraya memakai helm itu. Untuk saja, aku sudah mengeringkan rambutku dan mengikatnya. Sehingga aku dengan mudah mengenakan helm itu.
Aku mengangkang dan menaiki motor besarnya. Tubuhku serasa tinggi dengan motor ini. Dan hal itu terjadi lagi, tubuh cenderung condong ke depan sehingga buah dadaku hampir menyentuh pungguhnya. Namun kali ini tanganku bebas, sehingga aku menahan tubuhku dengan tanganku. Lalu motor mas Ricky melaju.
"Dek, mau kemana kita?" Tanya mas Ricky. Suara deru mesin sangat keras sehingga aku harus mendekatkan telingaku arah depan. Hal itu membuat buah dadaku menyentuh punggungnya. Aku merasakan jaket mas Ricky terlalu tebal, sehingga ia tak merasa bagian sensitifku tersentuh di tubuhnya.
"Mnnnn, terserah mas-lah." Jawabku.
"Lho, aku kan nggak tahu jalan. Adek yang nunjukin jalan." Ia berkata keras padaku agar aku mendengar perkataannya.
"Oh,,, mnnn, kemana yaaa?" Aku menggumam.
"Eh, dek," ia memanggilku. Aku mendekatkan wajahku lagi.
"Sudah makan belum, kita makan dulu saja." Seperti dugaanku, ia mengajakku makan.
"Boleh, makan apa?" Jawabku.
"Terserah adeklah, mau makan apa?"
"Oh, makan mie ayam aja." Jawabku. Memang tak ada restoran mewah di tempat kami. Yang ada hanyalah warung tepi jalan tempat para supir beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mandul
Romance21+ Khusus dewasa. Cerita tentang seorang wanita bernama Mariana. Sungguh menyedihkan hidupnya?