Part 9

25.3K 322 17
                                    

Part 9

Hujan memang tak kunjung reda, namun hujan itu menjadi saksi atas godaan yang kualami. Setelah merasakan loncatan orgasme yang cukup memggairahkan, aku menyesali kejadian itu. Seharusnya aku lebih protektif terhadap diriku. Bukan karena kehirmatan, tetapi lebih ke pandangan mas Ricky. Ia mungkin menganggapku murahan atau gampangan. Lalu bisa saja ia meninggalkanku begitu saja tanpa pemberitahuan. Atau bisa saja ia melakukannya dengan wanita lain. Hal itu membuatku lebih sulit untuk kehilangannya pada waktu mendatang.

Kami tetap berada di warung pondokan itu menunggu hujan reda. Angan-anganku soal obrolan tak tentu di Curug Embun berubah menjadi lonjakan birahi yang baru pertama kali kurasakan.

Aku hanya terdiam meratapi kebodohanku. Mas Ricky barusaja mengenalku dan hari inilah pertama kali kita bertemu. Dan aku sudah memberikan setengah tubuhku untuknya. Aku berpikir diriku layaknya seorang pelacur murahan di Pal 9.

"Sini dek, nyender sama mas." Mas Ricky merangkul pundakku dan mendekatkan tubuhku kearahnya. Aku tak sanggup menanggapi, aku hanya membuang muka dan mengeraskan tubuhku.

Kami berdiri berdampingan, namun aku tak memandangnya. Tak ingin wajahku dilihat olehnya. Wajah yang penuh penyesalan karena telah terjebak pada birahi belia.

"Dek, kok diem aja." Ia bertanya seraya berdiri dihadapanku. Wajahnya mencari dimana raut wajahku seakan ia ingin menatap langsung ke arah mataku. Aku menghindar melingkar dan memutar leherku.

"Hmn, kakak pengen nyium." Ungkapnya seraya menekan pipiku dengan tangannya. Wajahku tertahan tak sanggup menghindar. Aku melihat wajahnya, wajah yang jantan dengan perahangan kuat, sepasang alis tebal yang terlihat serius. Ia mendekatkan wajah, terutama bibirnya yang mengincar bibirku.

"Nggak, nggak mau!" Aku menolak. Kutolehkan wajah agar semua usahanya terurungkan. Namun bukan Mas Ricky jika ia tak mencoba merayuku.

"Ya sudah, cium pipinya aja ya." Ia mengecup bibirku.

Kurasakan rasa lembut bibirnya itu. Hembusan nafas hangat mencari setiap lubang kecil pori-pori wajahku. Tak apa jika pipi, aku hanya belum siap bibirku mengenai bibirnya.

Namun,,,

Sepertinya bibir itu tak mau beranjak dari pipiku. Ia malah menggesekan bibir itu kekulit wajahku. Uhhhh,,, rasanya sungguh tak lazim jika diungkapkan. Bahkan, lidahnya menjulur singkat seakan ia meludahiku. Wanita seperti apa aku ini? Aku menyukai jilatan ringan itu. Kita berdiri berhadapan. Aku bersandar ke sebuah meja dengan tangan menahan tubuhku di belakang. Hal itu membuat tubuhku melengkung dan dadaku membusung. Gesekan bibir itu memaksaku untuk menahan nafasku.

Lalu,,,

Mas Ricky kembali menggodaku. Ia menyentuhkan bibirnya ke bibirku. Lalu kembali lagi ke pipi. Tubuhku kembali memanas ketika meratakan ciumannya ke pipiku.

"Ahhhh,,, maaassss," gerutuku manja. Aku menatap wajah pria yang kesetanan itu. Entah apa yang kulakukan, aku langsung melumat bibirnya dan menyedotnya. Tanganku melingkar ke lehernya seakan enggan waktu ini terlepaskan. Mataku setengah terbuka menatap wajah Mas Ricky. Nafas hangat melalui sela-sela pipiku yang merona ketika Mas Ricky melepaskan kecupannya.

"Hmn, mau juga akhirnya." Ia selalu menggodaku. Wajahnya yang cengengesan membuatku sedikit kesal. Namun kekesalan itu terbalas oleh sentuhan lembutnya ke tubuhku.

"Ih,,, mas sih!" Kataku seraya menjauhkan tubuhnya dariku. Namun ia tak pernah tersinggung dengan perlakuanku.

"Aku kenapa?" Candanya sembari menarik tubuhku ke arahnya. Tangannya melingkar melingkupi pinggangku. Lalu bibirnya mendarat di pipiku. Seperti pada awalnya tadi.

"Mas Ricky mesum!" Aku menghinanya, namun ia hanya tersengeh sambil mengeratkan pelukan tubuhnya.

"Adek juga, enak banget sih." Ia. mengatakan itu seraya menjulurkan lidahnya ke telingaku. Hal itu membuat tubuhku merinding seakan menginginkan hal lebih dari ini.

"Apanya yang enak?" Aku menoleh ke arahnya. Menatapnya tajam dan berharap ia meminta maaf atas pernyataannya. Aku bukanlah makanan yang dapat dikategorikan menjadi enak.

Namun Mas Ricky malah mendekatkan bibirnya ke bibirku. Sejenak bibir kita bersentuhan dan terlepas lagi.

"Bibir adek enak, tetek adek juga enak. Mas sayang sama adek." Ungkapnya seraya memeluk erat tubuhku. Ia menelusupkan tangannya di bawah kedua ketiakku, sehingga membuat tubuh sedikit terangkat karena tarikannya. Belum lagi rasa geli mengancam leherku, nafas hangat Mas Ricky menggelora memasuki leherku.

"Eh, jadinya kita kemana nih?" Ia bertanya padaku tanpa melepaskan pelukannya.

"Nggak tau mas."

"Nggak reda-reda hujannya." Ujarnya seraya melepas pelukannya agar aku dapat bernapas lega. Lalu ia memutar tubuhku dan membelakanginya.

Mas Ricky kembali menyuruh bersandar di pangkuannya. Aku seperti sudah mengetahui skenario itu. Sengaja kutunggingkan pantatku agar menyentuh batang kelaminnya yang masih terbungkus celana. "Ih, masih keras aja!!!" Batinku merona.

"Dek," sapanya sembari mengelus pahaku. Oh, tidak sentuhan itu... Batinku memberontak.

"Hmn,,," Gumamku ringan.

"Gesekin dek! Pantat adek seksi!" Ungkapan itu seakan membuatku terperangkap dalam jurang kenistaan. Aku dihina begitu saja, namun bukan sebuah tolakan yang kurasakan. Aku malah bangga karena ada yang menyebutku seperti itu.

"Mnnnn,,, gimanah masss?" Aku bertanya.

"Kayak gini nih!" Mas Ricky memanduku. Kedua tangannya mencengkeram dan menggerakan pinggangku. Auhhh,,, aku merasakan batang kejantanan Mas Ricky menggesek mesra di bongkangan pantatku. Terutama ketika belahan pantatku tersentuh oleh benda itu. Uhhh,,, rasa gatal itu kembali terasa olehku.

Mas Ricky sesekali menyodok bongkahan pantatku dengan pinggulnya. Seakan-akan tubuhku terlempar menjauhinya, namun tangan kekarnya selalu meraihku dan menempelkan kembali tubuh kita. Entah, apa yang kurasakan. Seakan tubuhku bergerak dengan sendirinya. Otakku buyar ketika aku menggoyang pinggulku. Aku benar-benar menikmati setiap sentuhan Mas Ricky. Oh,,, jika saja kita sudah menikah, tentu aku yang akan memegang kendali setiap permainan kami.

"Uhhh, dek. Terus goyang mas dek!" Lagi,,, dan lagi, kata-kata itu selalu menyemangatiku. Mas Ricky sekarang hanya berdiri terdiam menikmati goyangan pantatku. Terkadang aku menekannya, dan terkadang aku menggeseknya. Sesekali ia membalasku dengan hujaman seakan batang kejantannya merangsek ke liang senggamaku. Aku hanya dapat membayangkan rasa itu, dan kelak pasti aku merasakannya.

Tangan Mas Ricky kembali bergerak. Kedua tangannya menelusup dari bawah bajuku, memasuki tanktop yang kukenakan, lalu menyingkap BeHaku. Begitu lihai ia menemukan kedua puting susuku. Jemarinya menekan puting susuku,,, Oh,,, aku tak tahan merasakan geli yang itu. Wajahku tetap menunduk dan tanganku menutup dadaku agar pandangan orang tersamarkan. Jemari kekar nan kasar itu mencubit putingku, lalu menyentilnya dengan cepat.

"Auhhh,,, mmmmm,,, massss!" Aku meracau seraya menyandarkan tubuhku. Mas Ricky menyambut tubuhku. Lehernya memutar untuk mencari wajahku. Terpaksa aku menoleh dan merasakan bibirnya merangsek menyentuh bibirku.

Lalu,,,

Mas Ricky meremas buah dadaku dengan kasar. Aku sedikit ketakutan karena rasanya berbeda dengan tadi. Namun aku terpaku dengan ciumannya. Ia melumat bibirku seakan memakan bibirku. Aku merasakan denyutan aneh di bongkangan pantatku. Apakah Mas Ricky akan orgasme? Tanyaku dalam hati. Mas Ricky menekan bongkahan pantatku itu.

Kemudian,,,

Mandul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang