Part 12

23.2K 320 18
                                    

Part 12

Kami melanjutkan perjalanan menuju spot wisata air terjun Curug Embun. Perjalanan semakin dekat karena suara deruan air sudah terdengar. Namun perjalananku tak berjalan lancar. Berkali-kali aku harus menepis tangan Mas Ricky. Di tepi jalan saja ia berani mengerjaiku, apalagi ditempat sepi seperti ini.

"Hayo, tangannya!" Aku memperingatkan Mas Ricky karena tangannya menyelinap lagi ke pantatku.

"Nggak apa-apa yang, kan cuma pegang aja." Ucapnya karena ia telah berhasil menyelipkan tangannya.

"Nanti sobek celanaku yang?" keluhku.

"Uh,,, besar banget pantatnya." Pujinya sembari meremas kedua bongkahan pantatku. Ia memujiku, namun sebenarnya bongkahan pantatku tak seseksi itu. Mungkin rasa birahi telah mengubah pandangannya.

Baru beberapa langkah kita berjalan lagi. Mas Ricky menarik tubuhku dan bibir kami saling melumat. Kamipun berciuman hebat sampai-sampai Mas Ricky menghisap air liurku. Wajahku merona menerima perlakuan itu.

"Ihh,,, nggak sabaran amat sih ayaaang!" Rajukku seraya mendorong tubuhnya.

"He-em. Habis sayang seksi banget." Ia memujiku, dan pujian itu membuatku sedikit berbangga hati.

"Yuk, jalan lagi." Kamipun meneruskan perjalanan. Namun tangan Mas Ricky tetap nakal. Ia merangkulku, namun tangan yang merangkul itu meremas buah dadaku. Tak apalah, daripada perjalanan kami terhenti.

^^^^^
Follow IG author : @ari_yan_asm
Bisa tanya-tanya lewat DM juga lho.
^^^^^

"Itu, air terjunnya." Aku melihat sebuah air terjun yang mengalir vertikal menyentuh bebatuan terjal. Desauan angin begitu terasa menyibak rambutku dan butiran air melayang menyentuh wajahku.

"Yang, foto aku." Kataku seraya menyodorkan ponselku. Sudah lama aku tidak ke tempat ini. Rasanya mengabadikan momen ini tak ada salahnya. Aku berpose membelakangi air terjun yang cukup tinggi itu.

"Sudah," kata Mas Ricky.

"Sini, lihat!" Aku kembali meraih ponsel smartphone. Dan melihat hasil fotonya.

"Sayang, mandi yuk!" Bisik Mas Ricky.

"Ahh,,, nggak ah, nggak bawa baju ganti." Tolakku seraya menutup ponselku.

"Yaudah, aku mau mandi." Kata Mas Ricky seraya membuka jaket miliknya. Lalu memberikannya kepadaku. Ya,,, tak apalah, ia seorang pria dan tak masalah jika harus telanjang dada. Kalau aku mustahil untuk mandi karena aku tak mambawa pakaian ganti.

"Aku tunggu diatas batu itu ya." Ujarku seraya menunggu Mas Ricky membuka pakaiannya. Ia melepas kausnya, dan terlihat badannya yang cukup tegap. Lalu ia mengeluarkan dompet, kunci motor dan smartphone miliknya agar dititipkan padaku.

"Mnnn,,, satu lagi yang." Ia melepas celana jeans miliknya. Lalu, entah apa yang kupikirkan. Aku menatap sebuah benda yang cukup besar tercetak di celana dalam milik Mas Ricky.

"Ini," kata Mas Ricky sembari memberikan calana jeansnya.

"Ah, ya mas." Untung saja, aku tak tertangkap tangan menatap batang kejantannya yang masih terbungkus celana dalam.

Lalu aku berpindah duduk disebuah bantu di sekitaran air terjun. Kutaruh barang-barang Mas Ricky di batu itu dan kulepas sepatuku. Merendam kakiku cukup untuk membuatku segar. Pertama-tama, air terasa dingin karena hawa pegunungan. Namun lama kelamaan sudah biasa. Aku melihat Mas Ricky yang asyik sendirian. Kulepas jaketku dan kucuci mukaku. Airnya cukup dingin dan cukup untuk membuatku segar.

Aku tak sadar jika mas Ricky tiba-tiba sudah menuju kearahu. Ia setengah telanjang, karena ia hanya mengenakan celana dalam. Aku sendiri cukup lihat dalam melirik bagian kelamin Mas Ricky.

"Oh,,, seger banget yang?" Katanya sembari mengusap rambutnya agar lebih rapi. "Kok nggak ikut mandi."

"Aku nggak bawa baju ganti." Jawabku seraya mengalihkan pandanganku karena aku tatapanku terus mengarah ke batang kejantanan milik Mas Ricky.

Oh, bodohnya aku. Seharusnya aku mengajaknya di akhir pekan. Hari ini hari kamis, sehingga tempat ini sepi.

Mas Ricky mendekatiku. Sepertinya ia sudah selesei dengan mandinya. Ia terlihat menggigil dengan bibir kebiruan.

"Hiii,,, dingin banget yang." Ucapnya sembari mengusap butiran air di tubuhnya.

"Iyalah, inikan air gunung." Ucapku.

"Enak donk kalau air gunung." Katanya.

"Enak apanya dingin kayak gini."

"Kan ada adek sayang, boleh peluk donk." Rayunya. Namun aku menolaknya.

"Ihhh,,,"

"Hahahahaha,,,!!!" Ia terkekeh. "Yah, basah nih sempak aku."

"Makanya, jangan asal nyebur!" Ujarku.

"Ah,,, nggak apa, nggak usah di pakai."

"Ih, nanti... aaawwww!!!" Aku menjerit karena sekilas aku menatap belalai itu. Warna coklat kehitaman dengan bulu halus menutupi pangkalnya.

"Hahaha,,, kok malu sih, kan sudah pernah lihat?" Ucap Mas Ricky yang sengaja menggoyang batang kejantanan yang masih kendur itu. Namun panjang dan ukurannya membuatku takut.

"Cepetlah pakai baju, nanti ada orang!" Ucap Mas Ricky.

"Oke!"

Mas Ricky mengenakan bajunya, termasuk celana dan jaketnya. Jika tidak, ia bisa mati kedinginan. Dan jika ia mati maka bagaimana denganku.

Kami berdua kembali melangkah mencari tempat untuk sekedar duduk. Aku terdiam karena aku pura-pura ngambek. Wajarlah, jika seorang pria kurang ajar padaku. Tak mungkin aku menyetujuinya. Namun kupastikan aku menyukai hal itu. Hanya saja kusembunyikan dalam-dalam. Ingin sekali aku menyentuh belalai itu, mengocok dan mengulumnya hingga ujung tumpulnya memuncratkan lendir kental itu.

Aku terdiam ketika mas Ricky mengajak duduk di sebuah batuan menghadap air terjun itu. Kami duduk berdampingan tanpa saling pandang atau pembicaraan. Lalu,,, ia sepertinya tak tahan.

Ia merangkul kan tangannya ke pundakku dan mengelus lenganku.

"Kok diem sih?" Tanya sembari mendekatkan wajahnya ke wajahku. Sepertinya Mas Ricky mengincar pipiku. Tak dapat pipiku, ia meletakan dagunya dibahuku.

"Marah ya, hmnnnn!" Ia tak menyerah. Bibirnya mencoba merangsek leherku, namun aku menolaknya. Sayang tenagaku tak cukup kuat menghindar. Sehingga bibir Mas Ricky menyentuh leherku. Rasa geli sesaat menjalar ke tubuhku. Ditambah hawa dingin yang menerpa membuat sentuhan sedikit saja sudah membuatku belingsatan.

"Ih,,, apaan sih!" Aku mulai membuka suara. "Benci aku tahu nggak!"

"Kenapa kok benci?"

"NGGAK TAU!" Aku merajuk.

"Ih, sayang kok gitu sih!" Ia malah semakin mendekatiku. Kini tangan mas Ricky menyelinap diketiakku dan meremas ringan buah dadaku yang masih terbungkus pakaian lengkap.

"Benci tau nggak!"

"Ya bencinya kenapa?" Ia mencoba menghiburku dengan meremas buah dadaku. Aku dipaksa untuk menghadap ke arahnya.

Lalu,,,

Srruppppll!!!

Tiba-tiba aku terdiam karena bibirnya sudah menancap dibibirku. Aku merasakan seruan nafas ringannya. Posisi kami duduk diatas batuan sehingga riskan sekali untuk terlihat orang lain. Aku menarik mundur wajahku walau kenikmatan kami harus terhenti.

Aku celingukan melihat sekitar. Apakah ada yang melihat kami barusan. Mas Ricky tak peduli, walau bibirnya terlepas dari bibirku ia tetap mencium pipiku, menciumi belakang telingaku dan leherku.

"Mnnn,, nanti kelihatan orang mas." Aku menolak, namun tolakan itu bukan hal yang wajar bagiku. Justru aku menginginkan sesuatu yang lebih. Lebih dari sentuhan bibir itu.

"Ndak ada orang, kalau begitu. Ngumpet aja kita!" Ungkap Mas Ricky seraya berdiri. Entah apa yang ingin ia lakukan. Tubuhku seperti mengikutinya. Ia membimbingku melewati batuan dan kembali ke jalan. Sedari tadi Mas Ricky mencari tempat yang aman. Seharusnya aku menolak, namun entah kenapa? Dinginnya cuaca membuat tubuhku semakin memanas.

Mandul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang