Part 11

22.1K 306 5
                                    

Part 11

Satu minggu telah berlalu seperti angin yang berhembus melewati celah pepohonan. Setiap malam mas Ricky mengajakku ngobrol via WA, dan setiap kali itu ia selalu berbincang tentang sesuatu yang mesum. Bahkan ia selalu memaksaku untuk memfoto bagian tubuhku tanpa busana, namun aku menolak karena bisa saja ia sebarkan jika ia mendadak benci padaku.

Aku sudah berjanji kepada Mas Ricky untuk jalan hari ini. Dan aku meminta mas Ricky untuk menemuiku di tempat kemarin. Hari ini, aku mengenakan kaus santai berbalut jaket dan celana jeans. Di tepian jalan itu aku menunggunya. Lalu datanglah mas Ricky dengan sepeda motor besarnya.

Ia tersenyum lalu menyodorkan helmnya padaku, "Ke Curug Embun lewat jalan mana say?" Ia bertanya sembari menungguku menaiki motornya.

"Mnnn, lewat jalan kemarin mas." Jawabku.

"Kok panggil mas sih, panggil sayang donk!" Protesnya.

Aku sedikit berpikir dengan perkataanku. Tak pernah aku memanggil seseorang dengan sebutan sayang secara langsung. Aku canggung dengan panggilan itu. Namun agar aku tak merusak harinya, aku harus menurutinua.

"Ya, sayang!" Ungkapku sembari memeluk punggungnya.

Perjalanan kami memakan waktu satu setengah jam membelah bukit dan menurunu lembah. Lalu menaiki bukit lagi dan sampailah kami di Curug Embun. Sebenarnya, Curug Embun adalah tempat wisata yang cukup baru. Tempatnya masih berada di dekat pemukiman warga. Dan untuk memasukinya, kita harus titipkan motor ke salah satu rumah warga.

"Yang, nggak makan dulu. Tuh, ada yang jual mie ayam?" Ungkap Mas Ricky menunjuk warung Mie Ayam rumahan.

"Nggak ah mas, eh,,, yang. Sudah sarapan tadi, nanti aja makannya." Jawabku.

"Ya udah, ayok." Ajak Mas Ricky.

Dari sini, kita harus berjalan untuk menuju Curug Embun. Suasana cukup sepi karena ini hari selasa. Biasanya tempat ini ramai ketika hari libur. Banyak pelancong dari luar kota untuk kenikmati pemandangan alam. Keasrian lingkungan masih sangat terjaga dengan adanya objek wisata ini.

"Sayang masih ingat jalannya?" Tanya Mas Ricky seraya merangkul pundakku.

"Mnnn,,, masih, tapi dulu jalannya masih batu, sekarang sudah dibeton." Ucapku.

"Oh, kirain lupa. Kalau lupa bisa tersesat kita." Kata Mas Ricky sembari mendekatkan wajahnya ke kepalaku dan mencium rambutku. Aku merasakan bibirnya menyentuh kepalaku.

"Tapi kalau tersesat gimana!?" Gumamku sembari menoleh dan menatap wajah mas Ricky.

Namun sial, daguku ditahan oleh tangannya. Lalu ia berbisik, "enak donk, kalau tersesat sama sayang!" Lalu ia mengencup bibirku. Sepertinya mas Ricky tahu kalau kita sudah jauh memasuki hutan. Rumah warga sudah jarang terlihat dan saat itulah ia mulai beraksi untuk mengerjaiku.

"iihh,,, sayang, nanti ada orang." Ungkapku seraya mendorong tubuhnya.

"Iya sayang. Nanti aja ya."

Kamipun meneruskan perjalanan dengan obrolan-obrolan yang tak tentu.

"Jauh banget ya, yang?" Protes Mas Ricky. Ia mengatakan itu seraya mengusap punggung, usapan itu sungguh terasa berbeda karena tangannya dalam posisi mencakar. Aku merasakan kuku-kukunya seakan mengoyak punggung.

"Hmn, nggak ah, aku sudah biasa jalan kali." Sindirku, tapi memang setiap pagi aku menempuh jarak setengah kilo meter untuk berbelanja kebutuhan pokok. Hal itu membuat terbiasa dengan perjalanan di jalan yang terjal sekalipun.

"Bagaimana kalau istirahat dulu?" Ujar Mas Ricky sembari mendekatkan tubuhnya kepadaku. Dan lagi-lagi, aku menciun aroma itu. Aroma kejantanan dari seorang pria yang mendekatiku.

"Ihhh,,, apa sih." Aku merajuk seraya mendorong tubuh Mas Ricky agar menjauh. Namun doronganku bukan berarti aku tak mau, aku hanya tak ingin Mas Ricky berpikir bahwa aku seperti gadis gampangan.

"Pantat sayang seksi," pluuukkkk!!! Mas Ricky menabok pantatku. Dan tak hanya itu, ia menyelipkan jemarinya ke belahan pantatku sehingga membuat bulu kudukku merinding.

"Ahhhh,,, ngomong apa siihhh?" Oh,,, kenapa suaraku seperti ini.

"Kita foto yuk!!" Ajak Mas Ricky sembari mengeluarkan layar Smartphone miliknya.

Akupun luluh dan berpose di kamera smartphonenya. Pertama, kami berdiri berdampingan.

"Bagus ndak yang?" Tanyaku sembari merebut kamera smartphone-nya. Aku melihat foto kami berdua berdiri berdampingan. Lalu, aku merasakan sesuatu. Mas Ricky mengecup leherku dan menghembuskan nafasnya ke bagian tubuhku yang mudah terasa geli itu.

"Mnnnn,,, geli yaaang!" Keluhku sembari menghindar dari serangannya.

"Foto lagi yuk," bisiknya sembari menarik pipiku agar menghadapnya. Lalu ia merebut ponselnya, "sebentar." Ia mengatur sesuatu di ponselnya.

Lalu,,,

Mas Ricky melakukannya lagi, ia melumat bibirku dengan lembut. Akupun terperana dengan perlakuannya. Aku merasakan aroma nafasnya yang berbau tembakau itu, rasanya sungguh jantan dan membuatku terpana. Aku membalas perlakuannya dengan melumat bibirnya. Namun ia menghisap bibirku dengan kencang. Seakan ia ingin memakannya. Mataku setengah terbuka karena wajah kami begitu dekat. Salah satu tangan Mas Ricky menyelinap dan mendekap tubuhku. Kami begitu dekat sehingga buah dadaku tertekan di dadanya. Aku hanya bisa sedikit mendongak karena Mas Ricky sedikit lebih tinggi dariku. Aku merasakan caranya mempermainkan bibirku ini.

Lalu,,,

"Auhhh,,, mas, jangan!" Mas Ricky menyelipkan tangannya ke dalam celanaku. Hal itu memang dapat ia lakukan karena celanaku berbahan dasar karet bermodel jeans. Ia sepertinya melewatkan celana dalamku, karena aku merasakan tangan kasarnya meremas bongkahan pantatku secara langsung. Aku menepisnya, namun tenagaku tak terlalu kuat.

"Iiihhh,,, sayang nakal!" Rengekku manja. Mas Ricky yang kesetanan tak menghiraukanku. Aku melihat sekeliling, jantungku berdebar jika ada seseorang yang melihat kami berbuat mesum.

"Hah,,, sayang basah ya?" Ujarnya seraya menatapku curiga. Aku merasakan salah satunya menyelip melewati lubang anusku. Aku merasakan ujung liang memekku tersentuh oleh jarinya.

Aku hanya tersenyum sekilas dan membuang muka. Aku merasa malu karena lendirku menyeruak dari liang kenikmatanku ini. Lalu ia menariknya dan menatap jemarinya yang terbasahi oleh secercah lendir nikmatku. Ia menghisap aroma itu dalam-dalam. Aroma yang berasakan amis namun membuat setiap pria mabuk kepayang.

Aku tertegun menatapnya. Mas Ricky masih terpesona dengan aroma kewanitaanku ini. Lalu aku mengejeknya, "Ihhh,,, jorok ihhh! Masak dicium-cium."

Namun Mas Ricky malah menatapku tajam. Tatapan itu membuatku gelisah dan salah tingkah. Mas Ricky mendekatiku dan membisikan sesuatu. "Sayang horni ya?"

"Ih, apaan sih." Aku mengelak. Namun sebenarnya hasratku memang tak tertahan. Tubuhku terguncang karena pemanasan ini.

"Hayo, ngaku aja." Ujarnya sembari meremas kedua buah dadaku. Akupun tak mengelak, malahan aku membusungkan buah dadaku.

"Ngggg,,, nggak!" Aku membentak, namun ia malah melumat bibirku seraya meremas kasar kedua buah dadaku. Aku sampai mundur selangkah karena perlakuannya.

"Hmn, nggak kok basah sih." Ia mendekap tubuhku dan menggesekan batang kejantanannya yang masih terbungkus celana.

"Ah,,, yuk jalan lagi yang, nggak sampai-sampai kalau kayak gini!!" Protesku.

Mandul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang