002

19.7K 2.2K 506
                                    

Bella terbangun dari tidurnya saat jam di dinding menunjukkan pukul 5 pagi. Ia meregangkan ototnya yang kram karena posisi tidur yang salah. Menarik nafasnya dalam lalu mengehembuskannya secara perlahan, Bella mencoba menata hati dan menguatkan dirinya kembali.

Beranjak dari sofa yang menjadi tempat tidurnya tadi malam, Bella segera menuju kamar mandi yang ada di dekat dapur untuk membersihkan diri.

Selesai membersihkan dirinya, Bella melangkahkan kaki menuju dapur. Mempelajari letak peralatan dapur dengan perlahan dan terakhir membuka kulkas besar yang ada disana.

Senyumnya terbit saat mendapati banyak bahan makanan yang bisa ia olah sebagai sarapan hari ini. Bella meraih daging dan beberapa sayur dari sana. Baru saja menutup pintu kulkas, Bella terlonjak kaget saat berbalik dan mendapati Edgar berdiri di depan pintu dapur masih dengan menggunakan piyamanya.

"Apa yang kau pikir sedang kau lakukan di dapur istriku?"

Pertanyaan dingin dengan nada datar itu menghentak perasaan Bella. Tangannya meremat bungkusan daging pelan lalu memberanikan diri menjawab pertanyaan Edgar.

"Memasak sarapan. Kakak--"

"Keluar."

"Ya?"

"Keluar dari dapur istriku!"

Bella mengerjapkan matanya bingung, "Ta-tapi Kakak dan Aji butuh sara--"

"Tak perlu, sekarang keluar!"

"Kak--"

"Kau tuli?"

Bella menutup rapat bibirnya saat pandangan mata menusuk itu menghujam tepat di kedua matanya. Dengan pelan ia membalikan badannya dan kembali membuka kulkas untuk mengembalikan bahan makanan yang tadi ia ambil.

Setelah menutup pintu kulkas, Bella dengan perlahan melangkahkan kakinya meninggalkan dapur. Saat bersisian dengan Edgar yang masih berdiri di depan pintu, langkah Bella terhenti ketika mendengar ucapan Edgar.

"Kamarmu ada di ujung, dan tolong jika ingin masuk ke dapur minta izin terlebih dahulu. Perhatikan tingkahmu, kau adalah orang asing disini."

.

.

.

"Ya Ma?"

"Bagaimana sayang?"

Bella tersenyum tipis sembari duduk di ujung ranjangnya, "Hmmm? Apanya yang bagaimana Ma?"

"Kau dan Edgar tentu saja. Bagaimana malam pengantin kalian?"

Bella menghela nafas pelan, "Ma--"

"Kau harus bisa mendapatkan hati Edgar! Kakakmu saja bisa, kau jangan kalah! Kau selalu saja kalah dari kakakmu. Sekarang kau bisa lihat kan betapa beruntungnya kakakmu? Suaminya kaya raya, hidupnya terjamin. Sedangkan kau?"

Bella menutup matanya erat saat serangan perih itu datang menghujam hatinya, "Mama, semua tidak semudah itu."

"Mudah! Kau gunakan saja tubuhmu itu. Setidaknya kau akan sedikit berguna!"

Bella meremat seprai yang melapisi ranjangnya saat ucapan sang Mama memenuhi pendengarannya.

"Mama tidak mau tau. Kau harus bisa mendapatkan hati Edgar. Kau fikir mudah untuk meyakinkan keluarga mereka agar mau menerimamu sebagai pengganti kakakmu?! Sudahlah, Mama malas berbicara dengan anak tak tau diri sepertimu. Ingat pesan Mama, gunakan tubuhmu itu dan bergunalah."

Sambungan telepon terputus dan Bella melempar ponselnya pelan ke arah ranjangnya. Bella kembali menutup matanya erat dan perlahan isakkanya mulai terdengar.

Kenapa dunia begitu tak adil padanya?

.

.

.

"Bagaimana istri barumu?"

Edgar mendengus lalu melemparkan sang penanya dengan pulpen yang sedari tadi ia pegang.

"Jangan bertanya, aku malas."

"Kau tau bukan berita tentang pernikahan turun ranjangmu sudah tersebar keseluruh negeri? Lalu bagaimana?"

"Tidak akan 'bagaimana-bagaimana'. Sudahlah, aku harus kembali bekerja dan lebih baik kau juga kembali bekerja. Atau kau ingin aku mencari sekertaris baru?"

Lukman, si sekertaris menggelengkan kepalanya lalu beranjak dari kursi yang ia duduki, "Baiklah Tuan Penguasa, sekedar mengingatkan nanti siang kau ada pertemuan dengan salah satu kolega."

Edgar mengernyitkan dahinya, "Aku harus menjemput Aji atau anak itu akan marah."

Lukman mengendikkan bahunya acuh, "Mungkin tugas pertama untuk istri barumu."

Edgar mendengus, "Sialan, apa tidak ada yang lain?"

"Kau mau Ibumu yang menjemput Aji?"

"Mimpi buruk. Baiklah biarkan dia yang menjemput Aji."

"Terserah, aku akan menyiapkan berkas nanti siang terlebih dahulu."

"Oke."

Sepeninggal Lukman dari ruangannya, Edgar kembali mengehela nafas kasar lalu menatap laci teratas sebelah kanan mejanya. Tangannya terulur untuk membuka laci itu dan ia bisa melihat foto sang almarhumah sang istri sedang tersenyum.

Edgar mendengus keras, "Sialan, setelah semuanya kau memilih mati dan meninggalkan aku dengan Aji? Lalu sekarang kau melimpahkannya pada adikmu?"

Edgar mendorong lacinya keras. Wajahnya dipenuhi emosi, kedua tangannya mengepal erat.

"Keluarga bajingan."

******

Kolom menghujat~

Eheee. maap ngaret banget padahal aku ditagihin terus sama beberapa oknum buat lanjutin cerita ini.

Dan akhirnya tetep Edgar x Bella💚 Gapapa kan yaaa?

Mama [HyuckRen] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang