003

19.3K 2.3K 370
                                    

Bella sedang menata bajunya saat ponselnya berdering dan menampilkan nomor tak dikenal sebagai penelepon. Menimbang sebentar sebelum akhirnya mengangkat telepon itu.

"Jemput Aji pukul 11 siang di sekolahnya. Kau bisa gunakan motor atau mobil yang ada di garasi. Kuncinya ada di laci dekat TV. Dan kau bisa menggunakan dapur jika ingin memasak."

Dan panggilan terputus.

Bella mengerjapkan matanya lalu kembali menatap layar ponselnya, "Woah, Kak Edgar bicaranya cepat sekali. Eh tadi jemput Aji jam 11?!"

Bella menatap ponselnya yang menunjukka pukul 9 lebih 17 menit. Dia menghembuskan nafas pelan sebelum kembali merenung.

Merenungi apa yang terjadi padanya seminggu ini. Hal-hal yang terjadi diluar akal sehatnya, Bella merasa ia akan gila sebentar lagi.

Ia menepuk pipinya pelan, "Tidak boleh! Apapun yang terjadi aku tidak boleh seperti ini. Janji di depan Tuhan adalah hal paling sakral!"

Bella menarik nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan dan tak lama senyumnya terbit, "Semangat!"

.

.

.

"Kenapa Bibi yang menjemput? Papa kemana?"

Bella tersenyum tipis pada Aji yang kini menatapnya kesal, "Papa sedang bekerja. Aji dengan Bibi dulu ya."

"Tidak mau!"

Aji menghempas tangan Bella yang hendak menyentuhnya lalu berlari keluar dari gerbang sekolahnya.

Bella menjadi panik dan segera mengikuti langkah Aji untuk menyusulnya. Bella melihat Aji yang kini berdiri dipinggir jalan dan hendak menyebrang.

Bella segera mempercepat langkahnya dan menahan tangan Aji. Aji menatap Bella kesal, dia kembali menghempas tangan Bella kasar.

"Jangan sentuh! Bibi bukan Bunda!!"

Bella menatap Aji lembut, "Pulang dengan Bibi ya, nanti Papa bisa marah kalau Aji pulang terlambat."

"Tidak peduli!!"

"Aji--"

"Taksi!!!"

Bella panik saat Aji memanggil taksi dan hendak naik kedalamnya. Ia menahan tangan Aji dan menggeleng pelan, "Bersama Bibi yaa."

"Tidak! Sana Bibi jauh-jauh dari hidup Aji dan Papa!! Dasar pengganggu!"

Bella menahan nafasnya saat Aji mendorong tubuhnya sekuat tenaga dan menutup pintu taksi dengan kuat.

Bella mengusap wajahnya pelan saat taksi yang ditumpangi Aji perlahan menjauh dan ia baru menyadari bahwa sedari tadi ia dan Aji menjadi tontonan orang banyak.

Bella menghela nafas pasrah, entah masalah apalagi yang akan menghampirinya. Mengingat seperti apa keluarga suaminya dan tentu saja pernikahan turun ranjang suaminya yang menjadi topik panas beberapa waktu terakhir.

Bella bisa membayangkan masalah apa yang akan ia hadapi nanti.

.

.

.

Plak

Wajah Bella tertoleh ke arah kiri dengan keras begitu ia menginjakkan kaki dirumah sang suami. Bella menutup matanya saat serangan panas itu terasa pada pipi dan matanya.

"Apa yang bisa kau lakukan sebagai istri? Mempermalukan keluarga suamimu? Iya seperti itu?!"

Bella menundukkan kepala saat wanita muda yang ia tau sebagai kakak suaminya itu sedang menatap marah padanya.

"Kau tau tingkahmu tadi sangat memalukan? Baru satu hari dan sudah seperti ini? Kenapa kau tidak seperti kakakmu yang penurut itu?! Ibumu selalu mengatakan kau dan kakakmu sama penurutnya. Tapi apa ini?! Kau mencoreng nama baik keluarga kami!"

"Maafkan saya."

"Maaf?! Lebih baik kau perbaiki sikap dan prilakumu sebelum keluargamu hancur dan kembali memohon di kaki keluarga kami!"

Bella menghela nafas yang tanpa sadar ia tahan saat wanita tadi pergi meninggalkannya seorang diri di depan pintu rumah Edgar.

Bella menutup wajahnya lalu perlahan ia terisak pelan. Tubuhnya merosot dan terduduk di lantai rumah. Ia menangis tersedu saat merasakan sakit di pipinya. Terutama sakit yang kini menggores hatinya.

Kenapa mereka memperlakukannya seperti ini disaat mereka sendiri yang meminta Bella untuk berdiri disamping Edgar?

"Bella? Bangun sayang."

Bella mendongak saat mendapatkan usapan lembut pada pundaknya. Ia dapat melihat seorang wanita seusia Mamanya sedang tersenyum padanya dengan seorang anak kecil di sampingnya.

Wanita itu mengelus lembut pipi Bella yang memerah karena tamparan tadi.

"Maafkan Tyana ya, dia memang sedikit keras. Maafkan ibu yang tidak datang lebih cepat. Maaf ya sayang."

Bella kembali menangis dengan tersedu saat menyadari siapa dua orang berbeda usia di depannya.

Ibu dari Edgar, suaminya.

Dan Aji yang kini menempelkan kain hangat pada pipinya yang memerah.

.

.

.

"Maaf."

Bella menatap Aji yang kini menunduk di depannya. Sementara itu sang nenek kini duduk disamping Bella dengan tangan yang menggenggam tangan sang menantu erat.

Bella tersenyum tipis lalu menggeleng, "Tak apa, tadi pulang ke nenek?"

"Iya."

"Tadi Aji datang kerumah dengan taksi dan tiba-tiba Tyana yang sedang dirumah Ibu juga marah-marah. Sekali lagi maaf ya Bella, Tyana hanya terlalu memikirkan nama baik keluarga."

Bella menggelengkan kepalanya pelan, "Tidak Bu, aku juga ceroboh. Membuat keributan dipinggir jalan, maaf."

"Salahnya Aji. Maaf ya Bibi, gara-gara Aji tadi Bibi di pukul Tante Tya."

Bella tersenyum, "Tidak apa, Aji sudah makan? Tadi Bibi masak ayam kecap."

Aji mendongak dengan mata berbinar, "Boleh makan sekarang?"

Bella dan Ibunda Edgar tertawa pelan lalu menyanggupi permintaan Aji. Mereka kini ada diruang makan, menikmati makan siang mereka.

"Bella?"

"Ya Bu?"

"Aji tak apa memanggilmu dengan sebutan Bibi?"

Bella tersenyum tipis, "Tak apa Bu."

Ibunda Edgar tersenyum, "Bertahan dan berjuang ya nak, kebahagianmu pasti akan datang."

Bella tersenyum lalu mengangguk. Dalam hati turut berdoa semoga kebahagian akan datang padanya. Semoga.

******

Jangan marahin Aji😭
Aji kan cuma bocah yang kaget Bundanya meninggal terus langsung dapet Mama baru😂

Dan ternyata aku gak ada bakat bikin cerita sedih😭 Rasanya pengen bikin si Edgar langsung jadi bucin aja😭😭😭

Mama [HyuckRen] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang