004

19.5K 2.4K 299
                                    

"Bibi?"

Bella yang sedang melipat kain yang tadi diantarkan pihak laundry menoleh saat Aji datang dan memanggilnya. Bella menatap Aji yang kini menatapnya ragu, "Iya Aji, ada apa?"

Aji menundukkan kepalanya, "Bibi tidak boleh menggantikan Bunda ya? Pokoknya tidak boleh! Bibi juga jangan dekat-dekat Papa! Cukup Bunda saja, Bibi tidak perlu."

Bella menatap anak lelaki yang kini ada dihadapannya itu dengan lembut lalu mengangguk pelan walaupun Aji masih menundukkan kepalanya.

"Aji mau seperti itu?"

Aji mengangkat kepalanya lalu mengangguk ragu. Bella tersenyum dan kembali menganggukan kepalanya.

"Tentu, Bibi akan menuruti semua apa yang Aji dan Papanya Aji minta. Tapi Aji harus janji jangan nakal dan belajar yang rajin di sekolah, bisa?"

Aji tersenyum lalu menganggukkan kepalanya semangat, "Bisa!"

Bella tersenyum lebar, "Anak pintar~"

Aji tersenyum malu lalu duduk disamping Bella. Tangannya terulur hendak membantu Bella melipat kain di depannya. Bella dalam dia memperhatikan bagaimana Aji dengan cekatan melipat kain ditangannya.

Tangan Bella mengusap lembut rambut Aji, "Pintarnya, terimakasih yaa. Nanti malam Aji mau makan apa?"

"Papa suka cumi asam manis, boleh itu saja?"

Bella tersenyum dan mengangguk, "Oke, dengan bakwan jagung kesukaan Aji?"

Aji tersenyum lebar hingga matanya menyipit, "Terimakasih Bibi!"

Bella mengangguk dan membalas senyuman Aji. Matanya menatap Aji yang kini tengah sibuk melipat kain kembali. Bella mendongak sejenak dengan mata tertutup.

Menahan air mata yang hendak turun tepat saat permintaan Aji untuk tidak menggantikan posisi sang Bunda. Rasanya Bella ingin egois dan mengatakan ia juga tak ingin menjadi pengganti.

Tapi ia sadar. Aji hanya anak berusia 6 tahun yang hanya tau sang Bunda telah meninggal dan kini sosok yang ia tau sebagai adik sang Bunda sudah menikah dengan sang Papa.

Bella menarik nafas lalu menghembuskannya perlahan. Ini baru permulaan, perjalannya masih panjang setidaknya untuk membuat dua pria berbeda usia ini terbiasa dengan kehadirannya.

Kehadirannya yang tak pernah diharapkan. Bahkan oleh keluarganya sendiri.

.

.

.

"Kudengar kau membuat masalah siang tadi. Aku hanya memintamu menjemput Aji tapi kau malah membuat masalah."

Bella yang baru saja meletakkan piring berisi cumi asam manis yang menjadi lauk makan malam hari ini hanya bisa menunduk dan menggumamkan kata maaf.

Edgar yang baru saja menduduki kursinya berdecak kasar, "Jangan membuat masalah. Baru dua hari saja tapi kau sudah membuat masalah dan berita aneh. Menyusahkan."

Tangan Bella bergetar pelan saat ucapan sang suami menghujam tepat pada jantungnya. Terasa sesak dan menyakitkan. Tapi yang Bella lakukan hanya diam dan menundukkan kepalanya.

"Panggil Aji dan kita makan malam. Jangan berpikir aku akan kejam padamu seperti pria di drama yang tidak mengijinkanmu makan satu meja denganku."

Bella menganggukkan kepalanya lalu segera melangkahkan kakinya menuju kamar Aji. Meninggalkan Edgar yang kini menatap meja makan dengan tatapan mata yang sepenuhnya menatap penuh minat sajian di depannya.

Tangannya terulur untuk mengambil satu cumi asam manis dari tempatnya. Edgar mengunyah dengan tenang walaupun dalam hati langsung mengumpat saat merasakan kenikmatan rasa dari masakan di depannya.

"Papa?"

Edgar menoleh dan mendapati anaknya tengah tersenyum lebar padanya. Edgar ikut tersenyum dan menepuk kepala Aji yang berdiri disampingnya.

"Halo jagoan, lain kali jangan nakal oke?"

"Oke, maaf ya Pa!"

Edgar mengangguk lalu menatap Bella yang berdiri dibelakang Aji.

"Ayo mulai makan, aku harus menyelesaikan pekerjaanku."

Aji yang baru saja duduk di kursinya mencebik, "Jangan tidur pagi Pa! Papa nanti sakit!"

Edgar tertawa, "Iyaa. Ayo makan."

Aji mengangguk lalu dengan sabar menanti gilirannya mengambil nasi. Bella yang datang bersama satu piring ayam kecap sisa tadi siang segera mengambil tempat disamping Aji.

"Ayam kecap! Terimakasih Bibi!"

Bella tersenyum lalu mengangguk, "Makan yang banyak hmmm."

"Oke!"

Edgar yang hendak menyuap nasinya menatap interaksi dua orang didepannya dengan kening berkerut, sejak kapan mereka berdua akrab?

Masa bodoh, Edgar kembali melanjutkan acara makan malamnya karena demi Tuhan ini enak sekali. Edgar sesekali bertanya tentang sekolah sang anak dan mendapati Bella juga menatap dengan penuh minat saat Aji berbicara.

Padahal biasanya makan malam mereka akan di isi kesunyian karena almarhumah istrinya tidak suka keributan di meja makan.

Ah wanita itu! Edgar merasa nafsu makannya berkurang saat mengingatnya. Sialan, seharusnya jangan di ingat sekarang! Jika begini dia mana bisa makan lagi--

"Papa mau tambah nasi? Lauknya juga? Kata Bibi masih ada."

Edgar menatap Aji dan Bella yang kini juga menatapnya. Bella berdehem kecil, "Kalau Kakak mau, dibelakang masih ada."

Edgar menegakkan badannya lalu mengangguk pelan, "Boleh."

Sialan, dia selalu lemah dengan makanan!

*****
Up sebelum ditagihin😂
Udahlah, aku gak cocok bikin cerita sedih-sedihan😂

Edgar otw bucin~

Mama [HyuckRen] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang