008

20.8K 2.4K 264
                                    

Edgar menghela nafas lalu mengusap wajahnya kasar saat ingatan sore tadi kembali melintas di kepalanya. Bagaimana canggungnya ia saat Aji mengingatkan tentang tangan Bella yang masih ia genggam hingga ia hampi memasuki kamarnya.

Bagaimana Bella yang menatapnya penuh tanya dengan kerjapan mata polos. Edgar mengacak rambutnya kesal. Bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu?!

Maksud Edgar, bagaimana bisa wanita berusia 22 tahun bertingkah seperti itu? Edgar mendengus, sepertinya ia mulai gila karena terus terbayang wajah polos Bella saat menatapnya tadi.

Edgar mengalihkan pandangannya pada meja rias dimana Arumi dulu menaruh perlengkapannya. Disana ada satu batang coklat yang tadi sempat ia beli sebelum pulang. Edgar menimbang keputusannya sebentar sebelum bangkit dari duduknya untuk mengambil coklat diatas meja dan satu kartu berwarna hitam dengan hiasan emas disekitarnya.

Edgar keluar dari kamarnya dan melihat Bella yang sedang mengajari Aji belajar di ruang tengah. Duduk diatas karpet tebal dengan beberapa bantal sofa disamping mereka.

Edgar berdehem pelan lalu duduk disofa tepat disamping Bella yang duduk diatas karpet menemani Aji. Bella menoleh saat menyadari kedatangan Edgar dan tersenyum, "Kakak butuh sesuatu?"

Edgar menggeleng lalu tangannya mengulurkan sebatang coklat pada Bella. Bella mengerjapkan matanya terkejut lalu menatap Edgar yang menghela nafas pelan.

"Permintaan maaf untuk kemarin lusa, saat malam."

Perlahan senyum Bella terbit lalu diraihnya coklat dari tangan Edgar. Bella  menepuk pundak Aji pelan membuat pria kecil itu menoleh padanya. Bella dengan senyum lebar memamerkan coklatnya.

"Kalo latihannya bener semua nanti Bibi kasih satu potong, oke?"

Aji tersenyum lebar lalu mengangguk. Ia kemudian kembali fokus pada buku latihannya. Edgar yang melihat itu mau tak mau menerbitkan senyumnya. Ia kembali menatap punggung Bella yang kini membelakanginya.

Edgar menepuk pundak Bella pelan. Bella kembali berbalik dan dikejutkan dengan Edgar yang menyodorkan satu kartu padanya. Bella menatap Edgar penuh tanya membuat Edgar mendengus.

"Pake buat belanja, anggep aja buat tambahan dari permintaan maaf tadi. Pake aja sepuasnya. Belanja apa kek gitu."

Edgar berujar pelan. Ia yakin Bella akan senang dengan ini karena Arumi pun begitu. Tapi yang tak di sangka Edgar adalah Bella menatapnya dengan penuh tanya.

"Tapi Kak, di pasar mana bisa belanja pake kartu gini. Lagian aku dikasi coklat cukup kok, kan bisa bagi dua sama Aji. Atau Kakak mau juga?"

Edgar mengerjap bingung, "Pasar?"

Bella mengangguk, "Iya, ini buat belanja bulanan kan? Tapi Kak, bahan makanan masih cukup kok. Jadi belum perlu belanja."

Edgar terkekeh tak percaya. Wanita di depannya ini sedang berpura-pura polos atau bagaimana? Edgar menyugar rambutnya kebelakang lalu menyondongkan badannya ke arah Bella.

"Lu beneran gak ngerti? Ini gue lagi ngasih lu kartu kredit yang gak ada limitnya. Artinya gue nyuruh lu belanja barang mewah!"

Muka Bella langsung tertekuk, "Ya mana tau. Lagian ngapain sih belanja kayak gitu? Gak penting bang--"

"Bibi sudah jadi! Ayo diperiksa supaya Aji bisa makan coklat!!"

Bella menghadapkan badannya pada Aji lalu tersenyum lebar, "Sebentar ya~ Ayo kita periksa sama-sama. Wahhh~ kok Aji pinter? Duh ini bener nih, ehhh ini juga bener loh!"

Aji tersenyum lebar saat ia mendapat pujian dari Bella. Bella menatap Aji lalu menyerahkan buku tulis anak itu, "Coba tanya Papanya Aji. Kalo kata Papa bener semua nanti Bibi tambahin satu potong coklat lagi."

Aji segera menuju Edgar yang kini menaikkan alis kirinya, "Jadi sekarang coklat kamu tergantung Papa nih?"

Aji menangkupkan kedua tangannya di dada, "Please bilang bener semua supaya Aji bisa makan coklat!"

Edgar tertawa pelan lalu mengusak rambut Aji sayang. Ia melihat buku latihan sang anak dan berdecak kagum saat melihat hasil latihan sang anak malam ini. Edgar menatap sang anak dengan kagum.

"Ini baru jagoan Papa!"

"YES!! BIBI COKLATNYA DUA YAA!!"

Bella tertawa mendengar sorakan bahagia Aji. Dan tawa Bella membuat Edgar menengok padanya. Edgar memperhatikan dalam diam bagaimana Bella berinteraksi dengan Aji. Semuanya terlihat natural tanpa ada tanda-tanda ia sedang berpura-pura menjadi baik.

Dan bagaimana Aji yang merespon baik setiap ucapan Bella mau tak mau membuat Edgar berpikir.

Sejak kapan Aji menjadi anak penurut dan sangat bergantung pada orang lain selain dirinya. Aji tak pernah seperti ini pada orang lain termasuk wanita yang selama ini ia panggil dengan sebutan Bunda.

Edgar menatap Aji yang kini juga menatapnya. Mata anak itu berbinar cerah dan Edgar akan menjadi manusia paling munafik sedunia jika ia mengatan ia tak bahagia dengan itu.

Kebahagian Aji adalah yang utama walaupun rahasia kelam dan pengkhianatan menyakitkan itu ada pada dirinya.

.

.

.

Aji berumur 2 tahun saat Arumi mengatakan bahwa Aji bukanlah anaknya bersama sang suami. Edgar saat itu hanya mampu terdiam dalam keterkejutannya. Ia menatap hasil tes DNA yang dirinya sendiri minta pada pihak rumah sakit.

Aji bukanlah anaknya. Jagoan kesayangannya itu bukan darah dagingnya. Edgar berusaha menutup mata dan telinga dari fakta itu. Menjadi orang bodoh yang mengharapkan semuanya akan menjadi seperti biasa ketika ia bilang tak apa pada sang istri.

Tapi yang terjadi selanjutnya adalah pengkhianatan lain yang dilakukan oleh istrinya. Dan malam itu, malam dimana akhirnya Arumi berteriak dengan penuh emosi bahwa ia tak mencintai sang suami. Ia hanya menuruti orangtuanya yang menuntutnya menikahi pria kaya raya yang akan menafkahinya dengan baik.

Dan disaat itu karena Edgar adalah pewaris utama dan merupakan kekasihnya maka Arumi mau menikahi Edgar walaupun saat itu ia sedang menjalin kasih dengan pria lain.

Edgar juga balas berteriak bahwa cintanya telah mati disaat Arumi dengan tega mengabaikan anaknya sendiri. Anak yang dengan sepenuh hati dicintai olehnya.

Dan malam itu adalah terakhir kalinya Edgar melihat sang istri karena selanjutnya ia hanya melihat peti sang istri yang tertanam didalam tanah.

Edgar bersumpah tak akan berurusan lagi dengan keluarga sang istri jika saja orangtuanya tak meminta ia menikahi Bella.

Meminta ia untuk menyelamatkan gadis itu dari jerat yang sama dari orangtuanya. Dan Edgar hanya bisa mengangguk pasrah saat sang Mama memohon hingga hampir bersimpuh padanya.

Edgar hanya berharap Bella tak mengecewakannya kembali seperti apa yang telah kakaknya lakukan.

******
Oke, udah taukan yaaa? Ini Mas Hamizan alias Kak Edgar udah otw bucin nih, santai tenang rileks~

Mama [HyuckRen] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang