27

143 2 0
                                    

Hanna menghidangkan segelas kopi susu, dan bolu pisang yang tadi dia masak. Mereka sedang duduk di balkon kamar menikmati pemandangan ibu kota yang gemerlap. Cuaca malam sangat indah jika dilihat dari atas, Sultan mengajak Hanna untuk menebus rasa bersalahnya tadi sore. Ketakutan Sultan kehilangan Arimbi telah mencuri seluruh perasaannya, sehingga tidak ada yang tersisa untuk Hanna. Kewajibannya yang memiliki dua istri mengharuskan Sultan mencintai Arimbi dan Hanna, sampai saat ini dia masih terus berusaha.

Jatuh cinta lagi adalah tantangan terberat bagi Sultan. Apalagi, Hanna bukan tipenya, tapi bagaimanapun dia harus mencoba. Namun, Arimbi tetap menjadi yang pertama dan terbaik. Hanna tidak lebih dari seorang istri yang akan memberikannya keturunan.

"Mas ..." Hanna menyentuh punggung tangan Sultan yang terasa dingin.

Lelaki itu menoleh, tersadar dari lamunan panjangnya, dan tersenyum hangat. "Iya, Sayang. Maafin aku ya."

Suara lembut Sultan meluluhkan hati Hanna, wanita itu pun tersenyum. Udara di luar dingin, tetapi hatinya menghangat setiap kali merasakan sentuhan Sultan yang melenakan.

"Arimbi, apa kamu bahagia?" Satu pertanyaan Sultan menutup paksa senyum lebar Hanna.

Seharusnya Sultan tidak menanyakan hal itu, mereka sedang berada di situasi menenangkan. Hanna bingung ingin menjawab apa, takut salah bicara.

"Aku menginginkan jawaban yang jujur." Sultan melanjutkan, mungkin Hanna sudah terlalu lama terdiam.

Memejamkan mata sejenak, tidak lama Hanna mengangguk setelah mendapatkan jawaban. "Jujur, Mas, kalau untuk sekarang aku merasa sangat bahagia."

Sultan mengangguk, puas mendengar Hanna yang sedang berbunga. Dengan begitu Sultan yakin atas pilihannya yang mengajak Hanna kencan di luar. Sekalipun kecil-kecilan Hanna sudah tampak luar biasa bahagia, terlihat dari aura wajahnya yang berkilauan.

Menggenggam tangan mungil Hanna, perlahan Sultan mengecupnya sebagai ungkapan terima kasih. Cara Hanna yang mencintainya cukup membuat Sultan tersentuh. Tidak ada wanita yang tahan dengan suami tempramental sepertinya, tetapi Hanna berbeda. Hatinya sekokoh karang.

"Mulai detik ini aku akan sering mengajakmu duduk di luar, menikmati angin malam, dan kita mengobrol ringan," tutur Sultan penuh perasaan, dan Hanna hanya tersenyum.

Menoleh kanan dan kiri, tindakan Sultan bagaikan orang yang sedang bersembunyi dari khalayak ramai. "Apakah kita sedang berpacaran?"

Otomatis kedua pipi Hanna bersemu. Sultan yang melihat itu hanya terkekeh geli, reaksi Hanna sangat lucu dan menggemaskan. Dia seperti anak remaja yang sedang dimabuk cinta.

"Sudah lebih dari pacaran, Mas," jawab Hanna tersipu, membuat Sultan jadi ingin bercinta dengannya sekarang.

Urusan ranjang Sultan memang menyalurkannya hanya kepada Hanna, dia wanita yang tidak berpengalaman, tetapi menggairahkan. Tiba giliran Arimbi mereka cukup mengobrol biasa, dan terkadang bermain. Keduanya memiliki tugas masing-masing, dan berperan penting bagi hidup Sultan.

"Apa hal terbesar yang kamu inginkan dariku tapi belum tercapai?" Kali ini Hanna yang bertanya, menatap wajah tampan Sultan dengan kagum.

"Tidak ada, semuanya telah aku dapatkan darimu." Sultan membelai  pipi halus Hanna, wanita itu terkekeh.

Sekarang, Hanna benar-benar merasa seperti wanita yang paling bahagia.

Meraih sepotong bolu yang terhidang Sultan menghabiskan dalam waktu singkat, lantas menyesap kopi susu sampai tidak bersisa sedikitpun. Naluri lelaki jika sudah dingin ingin segera masuk ke dalam, memeluk sang istri.

Arimbi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang