09

284 12 0
                                    

Dengan penuh semangat Hanna membongkar isi lemari milik Arimbi. Senyuman terus terukir di bibirnya membayangkan kencan pertama mereka di luar. Beberapa saat lalu Marlina memberi kabar bahwa Sultan ingin Hanna segera bersiap-siap, dan mengenakan pakaian yang paling bagus. Sebenarnya seluruh pakaian Arimbi bagus semua, tapi tidak ada yang cocok di hati Hanna. Hingga akhirnya Hanna memegang sebuah gaun berenda yang menurutnya jauh lebih panjang daripada sebelumnya.

"Hmm, semoga saja Mas Sultan menyukainya," kata Hanna setelah berhasil mencobanya. Meski terlihat agak kuno dan kusam, tetapi cukup menutup tubuhnya sampai bawah.

"Arimbi, aku pulang!" teriak Sultan dari luar, sambil menenteng bingkisan.

"Ah, iya. Sebentar, Mas." Dengan cepat Hanna merapikan dan menyimpan kembali pakaian Arimbi ke lemari.

Setelah itu dia berlari membuka pintu.

"Kenapa lama sekali?" tanyanya curiga.

Di detik berikutnya Sultan melotot saat melihat penampilan Hanna yang aneh. Tanpa berkata apapun Sultan menyeret Hanna menuju kaca rias yang memantulkan dirinya sendiri. Hingga tampaklah sesosok wanita sederhana tengah menatap bingung.

"Kamu tidak menyukainya ya?" tanya Hanna saat mengetahui alasannya.

"Sangat tidak suka." Tekan Sultan.

"Maaf, aku tidak tahu."

"Ya, kamu harus tahu. Aku membeli gamis itu lima tahun yang lalu saat kami masih berpacaran. Bagaimana bisa kamu memilihnya untuk tampil di depan kerabat dekatku? Gamis itu sudah jelek dan ketinggalan zaman."

Hanna menggigit bibirnya menahan tangis. Perkataan Sultan terdengar menyakitkan, tetapi memang benar adanya. Selera Hanna sangat buruk. Untuk pakaian saja Hanna tertinggal jauh bahkan dirinya tak tahu model.

"Paman selalu mengajarkanku untuk berpakaian sopan dan tertutup. Maka dari itu aku memilihnya, karena aku tidak mengenakan gaun yang pendek."

"Baiklah! Kali ini kamu aku maafkan. Kita tidak memiliki banyak waktu, dan temanku sedang menunggu. Sekarang kamu bisa gunakan sepatu ini. Ukuran kaki kalian berbeda sehingga aku harus membeli baru." Sultan menyerahkan bingkisan yang dibawanya pada Hanna, lalu berbalik.

Namun, baru tiga langkah berlalu Sultan menghentikannya. Tanpa berbalik dia berkata cukup tegas. "Poleslah sedikit wajahmu yang pucat itu, sementara aku bersiap-siap."

Tanpa berpikir panjang Hanna pun mematut dirinya. Ada banyak produk kecantikan yang tersedia di depannya, tapi cukup banyak juga yang tidak Hanna pahami fungsinya apa. Hanna jadi teringat Arimbi, wanita itu pasti sangat pandai memoles wajah. Wajar saja Sultan sangat mencintainya. Sambil mengingat-ingat wajah cantik Arimbi, Hanna menggunakan sedikit bedak berikut lipstik bewarna soft pink. Tidak lupa Hanna menyisir rambut panjangnya, dan menambahkan pita.

"Hmm, ternyata aku cantik juga." Hanna kagum melihat penampilannya yang baru.

Apalagi setelah mengenakan sepatu yang Sultan berikan, Hanna merasa seperti wanita tercantik di dunia. Di depan cermin wanita itu berputar-putar sehingga kedua sisi gaunnya mengembang. Saking girangnya Hanna sulit mengontrol gerakannya sendiri sampai melayang. Tepat di saat kaki Hanna terkelit Sultan datang dan menangkap tubuhnya yang nyaris terjatuh. Jantung Hanna berdebar kuat sekali, menatap sepasang mata Sultan.

"Masa kecilmu kurang bahagia ya?" Pertanyaan Sultan tidak Hanna hiraukan.

Wanita itu masih menatapnya tanpa berkedip. Sultan berdecih, lalu membenarkan posisi Hanna. Waktu mereka tidak banyak, Sultan sudah telat dari waktu yang ditentukan.

"Hmm, apa aku sudah terlihat cantik?" Hanna menatap penuh harap, sementara Sultan melirik jam tangannya.

"Ayo! Kita sudah terlambat."

Arimbi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang