38

464 2 0
                                    

Mengoleskan lipstik merah menyala, Ratih tersenyum lebar menunjukkan kebahagiaannya. Kematian Arimbi menghilangkan seluruh beban yang selama ini Ratih pikul. Dunia seakan kembali terang benderang, hidupnya yang suram telah sirna dan berganti menjadi orang paling berbahagia. Sayangnya Leo sedang kecewa berat padanya, kalau tidak Ratih ingin sekali mengajak lelaki itu merayakan kemenangannya semalaman penuh.

"Oh, Leo, seandainya kamu tahu yang sebenarnya ..." Ratih terkekeh geli saat mengingat wajah marah Leo beberapa waktu lalu. "Tidak mungkin aku menyerahkan kebanggaanku dengan lelaki bodoh seperti Sultan."

Semua sudah Ratih atur sedemikian rupa, sehingga Sultan percaya atas apa yang dia lakukan. Padahal, malam itu tidak terjadi apapun, mereka hanya tidur seranjang dengan pakaian atas terbuka. Ratih mengambil beberapa pose yang panas, selebihnya dia menyerahkan dengan seseorang untuk melepas seluruh pakaiannya Sultan.

"Kerja keras yang sangat baik." Lagi, Ratih terbahak-bahak, sangat puas.

Ternyata manipulasi yang Ratih mainkan cukup berhasil, dan membuat banyak orang tertipu termasuk Leo.

Dorr! Suara tembakan mengagetkan Ratih yang tengah merias wajahnya.

"Serahkan dirimu, jangan bergerak!" Seorang polisi menodongkan pistol ke arah Ratih, yang kini dia menganga.

"A-pa apaan ini? Kenapa kalian ada di sini. Aku tidak melakukan kesalahan." Ratih pura-pura bodoh.

Tanpa memberi ruang kabur dua orang polisi merangsek masuk, menangkap kedua tangan Ratih, lalu memborgolnya. Wanita itu terus memberontak, dengan menampilkan keluguan dan menyatakan jika dirinya sama sekali tidak bersalah. Bahkan, demi memperdaya polisi Ratih sampai menangis pilu, tidak ingin dipenjara.

"Lepaskan aku, Pak! Jangan bawa aku ke kantor polisi, aku sama sekali tidak bersalah. Arimbi mati karena murni kecelakaan, bukan aku yang membuat dirinya tewas. Tolong, buka borgolnya."

"Kamu dinyatakan bersalah karena telah merencanakan pembunuhan, bahkan kamu yang merusak sistem syarafnya sampai bertahun-tahun."

"Semua itu tidak benar, aku perlu bukti yang akurat." Ratih menantang beberapa polisi yang bertugas. Menurutnya tidak ada bukti yang jelas selama dia menjalankan aksi.

Tidak lama dari arah luar Leo muncul dengan sangat berwibawa, mendekati Ratih yang terus meronta-ronta. Ada secercah harapan di wajah Ratih saat melihat kehadiran Leo, bahkan dirinya semakin kuat melawan kedua polisi tersebut. Datang di waktu yang tepat.

Melihat keanarkisan Ratih, pihak polisi bertambah geram, dan ingin membawa Ratih segera. "Jangan banyak gerak, kamu akan melukai dirimu sendiri!"

"Leo, tolong aku, katakan pada mereka jika aku tidak bersalah." Rengek Ratih.

"Tidak, Ratih. Sekarang kamu harus menanggung semuanya, aku tidak akan menolongmu. Bahkan, aku sendiri yang melaporkan kejahatanmu selama ini, serta menyerahkan bukti-buktinya."

"Jadi, kamu di balik semua ini?" tanya Ratih tidak menyangka, sangat kaget.

"Ya, saudara Leo yang melaporkan seluruh kejahatan kamu, jadi sekarang ikut dengan kami dan jelaskan di kantor polisi." Ungkap seorang polisi.

Tidak ada alasan untuk mengelak, bahkan Ratih terdiam seribu bahasa. Matanya menatap Leo tidak percaya, antara marah dan sakit hati bercampur menjadi satu. Menyayangkan dugaannya selama ini dengan mengira jika Leo rekan yang baik, ternyata Ratih salah mengambil keputusan. Seluruh rahasia berikut keluh kesahnya Leo bongkar dalam sekejap mata. Tega.

"Ratih, aku harap kamu bisa menjadi lebih baik setelah apa yang kamu lalui saat ini, sebagai balasan atas perbuatanmu." Di ambang pintu Hanna berkata, menyaksikan kesedihan Ratih yang terlihat jelas.

Arimbi ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang