Hari ini aktivitas berjalan seperti biasa, aku membersihkan diri, lalu membaca buku, setelah itu kami bersama sama berkumpul di ruang makan untuk makan malam.
Aku mulai suka membaca buku sejak tinggal di asrama, karena aku kekurangan kegiatan disana, tidak bisa berinteraksi dengan bebas.
Sejak tadi aku jarang bicara karena aku sedikit marah pada mereka yang membuat aku tidak bisa bertemu dengan keluarga Van Dijk, pasti mereka mengkhawatirkan aku.
Selama aku dirumah hari ini, sama sekali tidak ada perlakuan manis dan juga pembicaraan hangat. Wajah mereka sama-sama muram, aku ingin bertanya, 'Ada apa dengan kalian.' tapi ku urungkan niatku itu, karena sepertinya mereka sedang tidak bersahabat, aku tidak ingin dimarahi hanya karena masalah mereka yang tidak ku ketahui.
Aku hanya melanjutkan makanku dengan lahap, dan ternyata benar dugaanku di sado tadi, para Bedinde dan Jongos diganti semua, juga jumlahnya ditambah.
Namun ada yang janggal, kenapa para jongos dan bedinde ini sangat pendiam? Kenapa wajah mereka mengatakan bahwa mereka ini sedang ketakutan? Jongos dan bedinde yang dulu juga ketakutan tapi tidak sampai seperti itu.
'Nanti aku akan mencoba untuk menanyai mereka saja.'
Makan malam pun selesai, akhirnya Mammie, Pappie, dan Valeri memasuki kamar tanpa bicara sepatah katapun.
'Bagus, ini kesempatan aku untuk mencari jawaban atas semua pertanyaanku.'
Aku mendekati salah satu bedinde yang kelihatan paling muda, umurnya sekitar 20 tahun.
"Hallo, aku Athanasia. Siapa namamu?" tanyaku dengan bahasa Melayu yang terbata-bata.
"Saya Siti, Nona."
"Oh, Siti ya? Nama yang bagus."
"Terimakasih Nona."
'Ya. Ini adalah permulaan yang bagus! Dia tersenyum pada ku, ketakutannya hilang.'
"Hey, Siti. Kenapa kalian semua ketakutan seperti itu? Dan kenapa Pappie, Mammie, dan Valeri banyak diam dan langsung masuk kamar?"
Senyum dari mulut Siti hilang seketika, badannya tegang dan tangannya gemetar. Dia terlihat pucat pasi, apakah aku terlalu cepat untuk langsung bertanya ke inti pertanyaan itu?
"Hey, tidak apa-apa. Bicaralah padaku, aku tidak akan menyakiti mu. Setidaknya beritahu kenapa kalian ketakutan?"
"Maaf, Nona. Ada banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan." Tanpa izinku, dia langsung pergi. Ada apa, sih?
Akan kutanyakan pada jongos saja. Nah itu ada 1!
"Hallo, aku Athanasia. Siapa namamu?"
"Soepramo. Anda bisa panggil saya Pramo." laki laki itu mungkin berusia 23 tahun.
"Wah, baiklah Pramo. Apakah kalian nyaman kerja disini?"
"Iya, lumayan nyaman."
"Bagaimana dengan mama dan Valeri?"
"Mereka .... "
"Jawab jujur. Mereka kejam?"
"Iya, Nona."
"Kejam bagaimana?"
"Jika mereka melihat yang tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan, maka dia akan marah-marah. Jika ada yang melakukan kesalahan, pasti hukumannya adalah diikat di pohon bekakang rumah selama 2 hari tanpa makan, duduk, ataupun minum." Aku tercengang.
"Jadi itu yang buat kalian takut?"
"Iya, Nona."
"Ah! Apa kamu tahu kenapa Pappie, Mammie, dan Valeri hari ini diam semua? Dan kenapa mereka langsung masuk kamar? 3 tahun lalu mereka tidak begitu."
"Katanya, saat di Netherland nona Valeri mogok sekolah, dan nona juga tidak mau menjaga oma. Nona hanya ingin berbelanja dan bersenang-senang disana. Jadilah nyonya dan tuan marah."
"Ah, begitu ya? Hmmm terimakasih, Pramo."
"Sama-sama, Nona."
Bagus, informasi sudah terkumpul, rasa penasaranku hilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Athanasia Van Bristen [TAMAT]
Historical FictionDi zaman penjajahan Belanda, punya Mammie dan Pappie tentara, juga tinggal bersama keluarga tiri kira-kira seru? Nggak tuh! [Inspirasi dari Dimas Van Dijk karya Risa Saraswati]