lamaran💞

154 15 0
                                    

Keesokan harinya

Sungguh, tadi malam aku tidak bisa tidur, masih teringat jelas di pikiranku tentang kejadian itu. Ciuman pertamaku diambil. Tapi tidak masalah.

Tok

Tok

Tok

"Hmm? Ada apa? Bukannya jam sarapan masih nanti? Oh, masuklah. Pintuku tidak aku kunci."

Ceklek

"Maaf, nona. Tapi nona sudah ditunggu."

"Ha? Ditunggu untuk apa, Sarmi?"

"Nanti nona juga tahu sendiri. Sekarang nona pakailah gaun ini ya? Sudah di siapkan oleh tamu yang hadir."

"Oh ya? Kenapa?"

"Sudah ya nona? Segera turun."

Ceklek

Sarmi langsung menutup pintu kamarku. Kenapa aku diberi gaun ini ya? Apakah gaunku terlalu biasa? Atau jelek? Ah sudahlah, aku tidak mau mematahkan kegembiraan orang lain.

 Kenapa aku diberi gaun ini ya? Apakah gaunku terlalu biasa? Atau jelek? Ah sudahlah, aku tidak mau mematahkan kegembiraan orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hmm, aku suka gaun ini, sangat sederhana namun anggun. Aku harus berterimakasih kepada yang memberikan gaun ini

Lalu aku mulai mengepang rambutku, tanpa dibantu siapapun karena pasti mereka sedang sibuk, kan? Alhasil kepanganku tidak serapi yang aku bayangkan.

Lalu aku mulai mengepang rambutku, tanpa dibantu siapapun karena pasti mereka sedang sibuk, kan? Alhasil kepanganku tidak serapi yang aku bayangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tanpa lama, dengan sedikit keraguan, aku turun hendak menyapa tamu tersebut. Aku terdiam mematung, memandang kerumunan orang-orang yang berada di ruang tamu.

"Oh, astaga, Fajar! Pilihan bajumu sangat bagus dan cocok saat dipakai oleh Athanasia!" puji mama.

"Oh, hallo semuanya. Ini baju pemberianmu? aku sangat menyukainya. Terimakasih."

"Sama-sama." jawab Fajar sembari tersenyum, lalu aku duduk disebelah mama.

"Ekhem, begini. Athanasia, bisakah kamu berdiri disitu?" katanya sambil menunjuk sebelah sofa persis. Aku mengangguk lalu berdiri disana. Fajar juga berdiri didepanku persis.

"Kalian tahu, kami sudah kenal lama sejak saat usia kami masih belia, masih 13 tahun. Kami sudah bersama-sama bertiga, aku, Anna, dan Athanasia."

Tiba-tiba Fajar menghadap aku, menatap lembut kearahku, lalu tersenyum kembali, tidak. Kali ini pipinya memerah. Tiba - tiba dia berlutut lalu mengeluarkan kotak merah dan membuka nya. Itu berisi cincin yang sangat cantik.

"Athanasia van bristen, maukah kamu menjadi pendamping hidupku? Untuk sekarang dan selama lamanya?"

Semua orang yang ada disitu sangat berbahagia, kalau aku? Tidak perlu ditanya lagi, aku sangaaat bahagia. Pipiku memerah, aku menunduk menatap Fajar yang masih berlutut, lalu aku memegang rahang tegas Fajar. Aku tersenyum senang. Bukan kah di usia 20 tahun sudah banyak noni noni dan sinyo yang sudah menikah?

"Ya." 1 jawaban dariku dan akhirnya Fajar memelukku, memasangkan cincin cantik itu di jariku, mencium keningku, lalu memberikan bunga mawar kepadaku.

"Rupanya anakku sudah besar ya?" kata mama dengan sedikit air mata yang keluar.

"Anakku yang dulu cengeng, sekarang sudah jadi wanita dewasa rupanya." kata papa kali ini dengan tatapan lembut.

"Wah, wah, sahabatku akan menikah dengan adikku. Betapa bahagianya aku dan kalian?"  Anna memelukku dengan sangaaat erat.

"Hey, Fajar! Jaga Athanasia dengan baik, jangan sakiti hatinya."

"Ya, papa."

"Oh, putraku sudah dewasa rupanya."

Kami semua diselimuti kehangatan, keharmonisan, dan kebahagiaan.

Athanasia Van Bristen [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang