"Hmm, Athanasia itu anak yang ceria ya? Dia mau bergaul dengan siapa saja, sepertinya dia adalah anak yang tidak pandang bulu saat berteman.
Dia juga sangat cantik, sikapnya juga, aku ingin tahu bagaimana dengan orangtuanya." Ucap nyonya Nina sambil membantu bedinde membuat masakan untuk makan malam."Kalian akan benar-benar heran jika tahu sikap kedua orangtuanya, karena sikap Athanasia dengan Tuan dan Nyonya Vann Bristen sungguh berbanding terbalik. Aku kenal betul dengan mereka. Sebenarnya terbuat dari apa Athanasia sehingga sifatnya lebih mulia?" kata tuan William dengan wajah serius dan penekanan di setiap kalimatnya.
"Mammie, jangan cepat memuji dan percaya pada orang yang baru dikenal, bisa saja Athanasia belum tahu kondisi yang terjadi antara Hindia-Belanda dengan Belanda, jadi dia bisa seperti itu." Kata Anna sambil menyiapkan meja makan.
"Tidak Anna, tidak. Walaupun hanya mengamati secara sekilas, ia terlihat seperti sudah paham betul kondisi disini."
* * *
Saat jam sudah menunjukkan pukul setengah 7 malam, Fajar jalan-jalan di sekitar rumahnya, tiba-tiba ada orang yang menarik tangannya dari belakang, dan ternyata...
Itu adalah Athanasia! Entah kenapa Fajar merasa senang saat ada Athanasia di sekitar nya.
'Kenapa aku senang? Ah, mungkin karena dia orang pertama yang membantuku selain keluargaku.'"Hai, Fajar. Maaf membuatmu jadi kaget, ada sesuatu yang mau aku bicarakan dengan kamu dan dengan Anna. Kita satu sekolah, jadi besok saja aku berikan dan bicarakan, hehehe aku sengaja membuatmu penasaran, Fajar!"
Daaan, mereka berdua sama sama terkekeh, Fajar merasa bahagia bersama dengan Athanasia. Oh iya, sedikit informasi yaa, umur Fajar 13 tahun juga, tapi dia lahir bulan Januari, kalau Anna sudah umur 14 tahun. Athanasia tadi sengaja keluar rumah, dia tidak betah berada dirumah, sedang ada perdebatan antara Tuan dan Nyonya rumah itu.
"Fajar, kamu mau apa? Kalau aku mau jalan-jalan."
"Aku mau jalan-jalan juga, tapi ini kan sudah malam, apalagi di Bandoeng juga dingin, kamu nanti masuk angin."
"Aku sudah terbiasa, Fajar. Kamu sendiri sudah tahu seperti itu tapi masih jalan-jalan?"
"Hahaha, entah kenapa aku hanya ingin jalan-jalan saja."
"Oh. Di rumahku sedang ada perang antara Pappie dan Mammie, jadi aku keluar saja. Aku percaya mereka pasti bisa menyelesaikannya."
"Begitukah?"
"Ya, apa kamu tidak takut jika jalan-jalan sendirian? Hmm?"
"Tidak, aku sudah terbiasa."
"Bagaimana dengan lukamu? Sudah tidak apa-apa?"
"Iya, tidak apa-apa. Ini hanya lebam."
"Eeh, jangan di anggap remeh, ya? Apa kamu tahu dulu aku pernah sakit gigi, aku pikir akan baik baik saja, aku anggap remeh sakit itu. Tapi ternyata dua hari setelahnya pipiku malah jadi besar! Seperti bola bekel. Saat aku ingat kejadian itu aku jadi geli sendiri."
Aku tertawa terpingkal-pingkal. Tertawanya Fajar sangat anggun, berbeda denganku yang brutal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Athanasia Van Bristen [TAMAT]
Fiksi SejarahDi zaman penjajahan Belanda, punya Mammie dan Pappie tentara, juga tinggal bersama keluarga tiri kira-kira seru? Nggak tuh! [Inspirasi dari Dimas Van Dijk karya Risa Saraswati]