Fajar POV
Tadi malam Athanasia benar-benar membuatku penasaran, dia mau memberikan dan mau bicara apa ya? Entahlah, namun hari ini aku belum melihat dia disini, apa jangan-jangan aku dengan dia beda sekolah ya? Sudahlah aku mau percaya saja. Anna kenapa wajahnya jadi tidak enak dilihat begitu? Hmm coba aku ajak bicara.
"Anna, ada apa denganmu?"
Tanyaku. Anna denganku satu kelas."Aku baik baik saja, kenapa?"
Aku heran, jelas-jelas dia terlihat seperti ada masalah, namun dia mengelak."Kamu ada masalah? Cerita saja denganku." Entah kenapa pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutku. Biar bagaimanapun kan dia kakakku, aku harus membantunya.
"Aku heran kenapa kamu dengan Mammie bisa langsung menyukai Athanasia, padahal dia baru saja bertemu dengan kalian." Katanya dengan nada ketus.
"Kalau menurutku dia memang orang baik, Anna. Dia baik pada semuanya, oh ya tadi malam saat aku sedang jalan-jalan, tiba-tiba aku bertemu dengan Athanasia, dia mau memberikan dan membicarakan sesuatu pada kita berdua, katanya kita satu sekolah. Aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak."
Aku mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya aku ingin membela Athanasia, tapi jika aku membela Athanasia disaat begini pasti Anna akan bertengkar denganku. Aku hanya ingin hubunganku dengan kakakku baik-baik saja.
"Oh iya? Namun dia belum datang, kamu yakin dia bicara serius?"
"Ya, Anna. Aku yakin dia-- hey, itu Athanasia bukan? Dia berjalan kearah ruangan kepala sekolah menggunakan gaun biru laut."
Teng
Teng
Teng
Bel berbunyi, artinya kelas akan segera dimulai. Aku dan Anna berjalan santai ke kelas, namun aku menanti kehadiran Athanasia. Aku merasa sangat bahagia bersama Athanasia, namun aku hanya mencintai Lisa brouwer
Athanasia POV
Ini hari pertamaku di sekolah baru, jantungku berdegup kencang, namun aku percaya bahwa aku satu sekolah dengan Fajar dan Anna, jadi aku sedikit tenang. Saat aku berjalan masuk melewati gerbang sekolah aku ingat harus mencari ruangan kepala sekolah, aku bertanya pada seorang perempuan yang lewat didepan ku.
"Permisi, boleh aku bertanya?" tanyaku pada seorang perempuan berambut pirang itu.
"Boleh, mau tanya apa?" jawabnya dengan santai.
"Dimana ruangan kepala sekolah?"
"Oh itu, kamu tinggal lurus dari sini, lalu kamu melihat ada ruangan paling besar, nah masuk saja."
"Oh, terimakasih."
"Sama-sama."
Aku langsung pergi ke ruang kepala sekolah sesuai dengan yang di katakan anak tadi. Aku merasa sangat terganggu karena banyak pasang mata yang melihat kearah ku. Dari laki-laki maupun perempuan, mereka mengamatiku dari ujung rambut sampai ujung kaki, aku mempercepat langkahku.
* * *
"Permisi." Kataku sambil mengetuk pintu ruangan kepala sekolah.
"Masuk." Kata seorang perempuan paruh baya itu; dia tinggi, berambut coklat panjang dan mata yang memiliki warna senada. Sangat cantik menurutku.
"Saya Athanasia, murid pindahan dari Netherland. Kata Mammie saya harus masuk ke ruangan kepala sekolah dulu ya?"
"Ya, saya akan memberitahu kamu letak kelas kamu, ada yang mau ditanyakan?"
"Ah, Anda yakin? Bukankah anda sedang banyak pekerjaan?" aku mengatakan hal itu bukan tanpa alasan, aku melihat ada banyak sekali tumpukan kertas diatas mejanya.
"Ya, aku akan memanggilkan wali kelas kamu. Ada lagi?"
"Tidak."
Lalu ada seorang perempuan di belakangku.
"Hallo, Athanasia. Aku adalah Evelyn, wali kelasmu. Panggil saja aku Madam Eve, ya?"
"Wah, nama yang imut. Baiklah
Madam Eve, mohon bantuannya.""Mohon bantuannya juga."
Lalu aku diantar Madam sampai di kelas.
Teng
Teng
Teng
Bel tanda masuk sekolah pun berdenting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Athanasia Van Bristen [TAMAT]
Ficção HistóricaDi zaman penjajahan Belanda, punya Mammie dan Pappie tentara, juga tinggal bersama keluarga tiri kira-kira seru? Nggak tuh! [Inspirasi dari Dimas Van Dijk karya Risa Saraswati]