S2 - Revenge and An Absurd PD

7K 1.1K 813
                                    

S2. Revenge and An Absurd PD


Silakan tekan Bintang dan
beri love KUNING-nya.
Happy Reading.



🍁🍁🍁
Salah satu hal yang membedakan dia dan gadis lainnya.
Adalah kepedulian pada sesama.
Buktinya, dia selalu ada.
Kapan pun gadis-gadis itu membutuhkannya.
-Fabian Khasava



Dering bel pergantian jam membangunkan semangat gadis yang sejak tadi terkantuk di mejanya. Beruntung, sang guru yang menjelaskan tak menyadari, sebab Cia duduk di bagian paling pojok dan punggung teman-temannya berhasil menutupi. Setelah guru ekonomi meninggalkan ruangan, semua murid bergegas merapikan buku dan meletakkan di loker kelas. Mereka harus berpindah ruangan sesuai dengan kepercayaan masing-masing karena kali ini merupakan jadwal mata pelajaran agama.

"Semangat banget!" cibir Eca yang berjalan di sampingnya.

Mereka harus menuju gedung sebelah kiri di dekat perpustakaan dan laboratorium yang disediakan khusus sebagai ruang kelas agama, mengingat MHS merupakan sekolah internasional sehingga kepercayaan yang dianut setiap murid pun beragam.

Cia melirik pelan, tak menanggapi. Tanpa dijelaskan pun Eca pasti mengerti mengapa ia bisa sangat semangat saat mengetahui jika salah satu pelajaran favoritnya akan segera dimulai. Sejak tadi rasanya Cia ingin membakar sekolah karena pelajaran ekonomi yang tak kunjung usai. Tetapi Cia masih sayang nyawa, jadi dia biarkan saja dan memilih menunduk seraya memejamkan mata.

"Kelompok si nenek sihir hari ini akhirnya maju, kan?" tanyanya setelah mereka memasuki ruangan di lantai satu.

Beberapa anak kelas XI IS 1 dan 3 sudah lebih dulu sampai di sana dan menyapanya. Ruang kelas ini memang khusus dipakai saat pelajaran agama yang dijadwalkan per jurusan dan tingkatan. Gedung berlantai empat ini juga disesuaikan dengan empat agama besar di Indonesia. No discrimination here. Setiap agama mendapatkan tempatnya masing-masing.

Cia meletakkan dua buku paket Agama Islam, satu Ipath dan buku tulis berwarna peach di meja barisan tengah. Meskipun fasilitas sekolah mereka sudah sangat memadai, Cia tetap menerapkan kebiasaan untuk memiliki buku lebih dari satu jika itu mata pelajaran kesukaannya. Jika tidak, jangan harap Cia akan mengoleksi buku-buku itu karena hanya akan membuatnya sakit kepala, seperti buku matematika dan ekonomi contohnya. Atau kalau kata Kak Any, "Cia gunain Ipath-nya buat ngerjain tugas ekonomi aja udah syukur!" Menyebalkan, tetapi sayangnya itu benar.

Eca mengangguk, "As you see!" jawab gadis berambut ombre light brown itu dengan menggerakkan dagu.

Cia menoleh, netranya menangkap beberapa teman sekelas sedang menyiapkan peralatan diskusi bersama kelompok yang bertanggungjawab hari ini.

"Pantes itu bocah nggak berulah," ujar Cia seraya menopang dagu, senyum miring tercipta di wajah jahilnya.

"Iyalah!" Eca turut mencibir. "Mana berani dia nyari masalah sama lo sekarang, sedangkan nyawanya bisa aja terbang bebas setelah ini!" sambung gadis itu melahirkan tawa di antara mereka.

Cia bisa melihat tatapan sinis datang dari seseorang di dekat layar proyektor. Gadis yang menjadikannya saingan karena Cia selalu berada di sekitar Fabian. Cia tidak pernah mempermasalahkan semua orang yang menyukai Bian, tetapi akan berbeda jika mereka sendiri yang mencari masalah padanya. Seperti Kikera Oceanne contohnya, gadis yang biasa dipanggil Sien itu adalah antek-antek ketua cheerleaders yang selalu merundung Orchidia dan sosok nyata rival seorang Peachia.

"Cupu, sih!" ledek Cia dengan suara sedikit keras.

Semua orang tak perlu berpikir dua kali untuk sadar jika kalimat gadis jahil itu ditujukan pada Sien. Bahkan untuk teman-teman yang berbeda kelas sekali pun.

SOLITAIRE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang