S8 - Cheerful Outside

4.6K 881 576
                                    

S8. Cheerful Outside

Part ini ringannnn banget.
Jadi, semoga bisa menghibur kalian.
Semoga juga siders-nya mau menampakkan diri buat kasih bintang. Love 💛💛💛 silakan dilempar ke Cia wkwkwk



🍑🍑🍑
I may think I understand your pain.
But maybe actually don't.
So, just take your time
till you can think clearly.
I promise will always be here!
-Peachia C Indica



Senin ini tidak seperti biasanya. Cia merasa ada yang tak beres dengan perutnya. Sebelum pulang semalam, Arael mengajaknya makan malam. Jadilah ia tidak bisa mampir ke BobaMoza untuk mengetahui lebih detail mengenai insiden kecoak yang viral tersebut. Sehabis dinner pun, Arqi dan Arael memaksa untuk mengantarnya. Memang dasar tante dan kakak sepupu yang tidak bisa dibantah, Cia memilih menurut saja. Arqi yang mengendarai mobilnya, dengan Arael yang mengikuti dari belakang menggunakan mobil hotel. Terkadang, terlalu diperhatikan seperti semalam membuat Cia sendiri merasa tak enak. Ia sudah terbiasa mandiri, maka ketika keluarga dari pihak ayah bersikap protektif padanya, Cia selalu bingung harus bagaimana. Meskipun di sisi lain ia merasa senang karena masih ada mereka yang memedulikannya.

Too different dengan keluarga nyokap yang jangankan ngejaga, ngeliat gue aja penuh iri dengki. Matanya jadi kayak kata Peni Mawar, setajam silet, hih. Heran juga kenapa sampai sekarang mereka masih aja suka nyalahin Ayah yang udah lama pergi, nggak iyes emang mereka, tuh!

"Besok Bik―" Derapnya terhenti saat mendengar suara lain di dapur. Sepertinya Mbok Atu tidak sendiri.

Sebelum Cia kembali melanjutkan langkah, gadis itu hampir memutar bola mata saat melihat Riana ada di sana.

"Mbok Atu, aku nggak sarapan, ya!" ujarnya yang dibalas tatapan berbeda dari dua perempuan itu.

"Kenapa, Non?" tanya Mbok Atu bingung. Walaupun tanpa dijelaskan panjang kali lebar, beliau pasti sudah mengerti alasannya.

Ini bukan pertama kalinya Cia menolak sarapan atau dinner jika ada Riana di rumah. Entahlah, ia merasa tidak ada yang perlu dibicarakan dari mereka berdua. Jarak itu sudah terlampau jauh dan Cia malas membenahinya. Begitu juga Riana yang sepertinya tak juga berusaha.

Kalau buat hari ini alasan nolak sarapan adalah perut gue! Nggak enak banget. Bibir gadis itu manyun tanpa berusaha menjawab jawaban Mbok Atu.

"Sarapan dulu, Peachia. Meski kamu nggak suka ada Mama di sini, setidaknya isi perutmu." Kalimat Riana membuat gerakan Cia yang sedang membuka pintu kulkas terhenti.

"Ucapan Mama seolah mengartikan aku ini anak yang nggak berbakti, ya. Nggak suka ada Mama di sini, apaan, tuh, maksudnya?" balas gadis itu pedas.

Ia mengambil tiga kotak susu buah persik dan segera memasukkannya ke dalam tas. Kemudian berbalik menghadap Riana yang menatapnya tanpa suara.

"Non―" Mbok Atu tak melanjutkan ucapannya saat Cia menoleh. Meminta wanita itu diam.

Gerakan dengan satu alis naik dan mata menyorot tajam yang jarang terlihat di wajah cerianya, tetapi jika itu tercipta maka tidak akan ada yang berani bersuara.

"Aku lagi nggak mau ribut sama Mama pagi ini. Lagian juga, biasanya nggak ada siapa-siapa selain Mbok Atu di sini. Jadi, kenapa Mama harus ngerasa kalau aku nggak suka ada Mama di sini sekarang?" lanjut Cia lagi.

"Peachia!" Nada suara Riana terdengar berubah. Namun, gadis itu hanya mengedik dan menatap Mbok Atu dengan senyum kecil.

"Berangkat, ya, Mbok. Assalamu'alaikum," pamitnya dan kembali menoleh pada Riana. "Berangkat, Ma." Lalu Cia berjalan cepat meninggalkan dapur. Tak menghiraukan Riana yang masih memanggil namanya.

SOLITAIRE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang