S16 - Unpredictable Kaiden

3.6K 775 709
                                    

S16

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

S16. Unpredictable Kaiden

3K words. Jadi, silakan pencet bintang dan ramaikan. Selamat bertemu Desember.
Selamat mengobati penasaran. Selamat berpegangan tangan agar nggak oleng. Last, selamat membaca.
💛💛💛 jangan lupa!


🍁🍁🍁
Menjadikanmu prioritas adalah hal yang pantas.
Menjadikanmu sebagai sesuatu yang harus dijaga adalah hal yang berharga.
Sebab siapa yang peduli jika aku hanya sosok tak kasat mata.
Yang terpenting adalah hanya aku yang ayahmu percaya.
-Theodore Kaiden Maheswara



Kaiden.

Nama itu pernah ada dalam dunia Peachia. Nama itu dulu selalu diharapkannya. Dan, nama itu sudah terlalu lama meninggalkannya. Cia kembali menelan saliva, masih tertegun setelah membaca keseluruhan background check keturunan Maheswara tersebut.

Cia mengenal betul nama lembaga yang tertera di sana. Tempatnya mengenyam bangku kanak-kanak sebelum kepergian ayah dan kepindahannya ke Jakarta. Juga sebelum pemilik nama yang kini ia kenal sebagai sosok yang harus dijauhinya itu menghilang begitu saja.

Jadi, T di depan nama Kai itu Theodore? Tapi dulu nama dia nggak ada Maheswara-nya. How come?

Gadis itu menggigit kuku ibu jarinya, terdiam untuk beberapa jeda. Mengingat kembali bahwa tempat di mana dulu Tante Qian pernah mengajar itu menyimpan seluruh memori bahagianya. Kilasan kenangan ketika ayah menjemputnya, ketika ia berlari memeluk sosok yang selalu dirindunya itu seiring dengan kecupan yang ia terima di seluruh wajah, dan ketika ayah mengucapkan satu permintaan pada anak laki-laki yang menjadi teman baik Cia di sana. Ia dan anak laki-laki itu berbeda tingkat, sosok itu pendiam dan dijauhi semua orang, tetapi kedatangan Cia membuatnya menjadi teman pertama Kaiden.

"Kai bisa janji untuk selalu jaga Canna-nya, Om, kan?"

"Janji, Om."

"Terima kasih, Anak baik."

"Telima kasih, Kai!"

Air matanya menetes ketika percakapan itu kembali menggema di telinga. Cia menekuk lutut dan menenggelamkan wajahnya di sana. Isakan itu tak lagi halus, menjadi alunan di tengah sepi. Sesungguhnya ada rindu yang tersisih di dasar hati, selain tertuju untuk ayah yang tak akan pernah kembali, terdapat rasa sama pada dia yang tiba-tiba pergi. Menghilang tanpa berita, membuatnya kesepian untuk beberapa waktu di tempat baru.

Jakarta awalnya bukan bagian familiar di hidup Peachia, tak ada teman ketika ia menjalani masa awal sekolah dasar di sini. Sebab baginya, sendiri bisa jadi lebih baik dibanding ditinggal pergi untuk kesekian kali. Ayah dan Kai adalah dua sosok berharga yang pernah meninggalkannya, membuatnya sempat kehilangan pegangan. Sehingga mencoba kembali berteman bukanlah hal yang mudah untuk Cia. Maka dari itu, ketika ia berusaha keluar dari zona sepinya, karate adalah pelarian terbaik.

SOLITAIRE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang