S15 - Someone Who Always Be There

3.5K 737 545
                                    

S15

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

S15. Someone Who Always Be There

Sudah dipertengahan, terima kasih sejauh ini sudah bertahan. Terima kasih masih menunggu Cia dkk diselesaikan. Terima kasih untuk semua dukungan. Yang belum nongol semoga hatinya dilunakkan.
Selamat membaca.
Vomments dan 💛💛💛 jangan lupa :)


🍁🍁🍁
Kembalimu merupakan hal tak terduga.
Sebab tanpa disadari aku seringkali bertanya-tanya.
Di manakah ia? Masih ingatkah dirinya?
Kapan kami akan kembali berjumpa?
Dan, mengetahui bahwa kau tak pernah berlari dari sana.
Membuatku tahu jika kau tetap memegang janji padanya.
-Peachia C Indica



Cia berhasil menghindar. Bukan dari teman-teman ataupun Fabian. Dua minggu ini, gadis itu menghindari Arqi yang belum juga mendapatkan penjelasan darinya. Membuat Cia harus menahan diri untuk tidak menghubungi Om Ruby dan memaksa pengawal aunty-nya itu mengirimkan apa yang ia minta. Cia juga sadar bahwa ia sebenarnya sangat merepotkan Arqi, kakak sepupunya itu sudah pasti sangat sibuk namun tetap memiliki waktu untuk menghubunginya.

"Ya lo tinggal bilang aja kayak apa yang lo jelasin ke ikan bandeng. Gitu aja, kok, repot." Bisikan itu berasal dari gadis yang hari ini sudah berganti warna rambut lagi. Kali ini beberapa helai rambut Eca berwarna oranye.

Cia mendelik meski tak bisa banyak bersuara. Di depan sana guru geografi sedang menjelaskan pelajaran. "Masalahnya Kak Arqi itu bukan Kak Bi. Gue nggak pernah bisa bohong sama dia," jawab Cia masih dengan suara pelan.

"Eum, gitu. Ya udah zuzur aja!" ujar Eca kemudian.

"Ish, nggak guna minta saran lo, Jajang!" balas Cia.

"Lah gue nggak nyuruh lo minta saran gue."

"Ya, tapi kan yang tau masalah ini cuma lo."

"Hm, gitu, ya." Eca manggut-manggut.

"Ck!"

"Be-te-we nih Ci ...."

"Apa?!"

"Gue belum pernah liat muka kakak sepupu lo itu. Yang mana, sih? Kepo gue," ujar Eca seraya memainkan alisnya.

Cia menyipitkan matanya, lalu beralih ke arah depan melihat guru mereka masih fokus menatap laptop. "Nggak usah gatel!" tukasnya seraya menoyor sisi kepala Eca.

"PEACHIA! VANESSA!" Keduanya terdiam. Tidak menyangka guru di depan sadar dengan tingkah mereka. "Kalau masih mau diskusi, silakan lanjutkan di lapangan," lanjut beliau membuat Cia mupun Eca menunduk. Seram juga melihat wanita bersanggul yang disegani anak-anak itu murka.

"Maaf, Mam." Eca lebih dulu bersuara.

Cia ikut mendongak dan menatap gurunya juga teman sekelasnya yang kini memusatkan atensi pada mereka. "Diskusi di lap― aw!" Eca mencubit pinggangnya.

SOLITAIRE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang