S14. Someone Who Always Try to Take Care of Me
Maunya sedikit aja, tapi nyatanya nggak bisa. Part ini 3K, manteman. Jadi, kan, katanya menyenangkan hati dan mengapresiasi orang lain itu berbuah pahala. Doaku semoga Allah bukakan pintu hati pembaca. Vomments dan 💛💛💛 jangan lupa.
Selamat membaca ^^🍁🍁🍁
Mungkin ini bukan salahmu.
Yang terlampau berharap akan peduliku.
Sebab aku sendiri pun tak tahu.
Mengapa rasaku terlalu abu?
Tetapi satu hal yang harus ditanamkan dalam benakmu.
Penjagaan itu ... demi kebaikanmu.
-Fabian Khasava RBel pulang sekolah sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Membuat gadis pencinta buah persik itu dengan cepat meninggalkan ruang kelas –meski ia hanya mengambil tas saja sebab tadi benar-benar bolos jam pelajaran– untuk mencegat seseorang. Itulah alasan mengapa sekarang Peachia berada di lobi sekolah sembari bersandar di dinding kaca. Memperhatikan para siswa dan siswi Megantara yang hilir mudik di hadapannya. Cia bersedekap seraya membuang napas berat. Teringat kembali dengan ucapannya pada Fabian di ruang BK tadi.
"Jawab, Canna. Here." Setelah terusik dengan pemikirannya sendiri, Cia kembali menatap Bian yang masih memandangnya lekat. "Bukannya gue udah bilang untuk jauhin Theo? Peachia, ini semua―"
"Gue tahu," potong Cia cepat seraya bangkit dari duduknya. Berdiri berhadapan dengan Bian yang kini terdiam di depannya. "Gue inget, Kak Bi," lanjutnya.
"Lalu?"
Cia tersenyum tipis dan bersandar pada meja Miss Zeta yang pemiliknya sekarang entah menghilang ke mana. "Tapi gue bisa nyelesain masalah gue sendiri."
Kalimat itu mengubah air muka Bian dan Cia menyesali ucapannya kemudian. Iris cokelat tua itu mengerjap sekali sebelum mengalihkan pandangan.
"Kak Bi, maksud gue―"
"Okay. Gue tau lo bisa jaga diri sendiri. Mungkin gue memang terlalu ikut campur. It's okay, Peachia," potong Bian.
Pemuda itu tersenyum, tetapi tak sampai mata. Meski Cia masih melihat lesung pipi di wajah itu namun tak ada binar hangat yang selalu ia temukan di mata Bian. Kali ini, Cia benar-benar menyesali pemilihan kalimatnya.
"Kak Bi ...." Bel pulang sekolah berbunyi, menghentikan ucapannya.
Bian pun kembali menatap Cia dan mengangguk. "Balik sana ke kelas," ujarnya lalu berbalik meninggalkan Cia yang terpaku sendirian di ruangan Miss Zeta.
Ia mengerti bahwa kalimatnya cukup menyinggung perasaan pemuda itu. Fabian pasti tidak ada maksud untuk melarang jika bukan demi kebaikan Cia sendiri. Dan, mengingat hal itu membuat Cia kembali dirundung rasa bersalah. Seharusnya ia tidak seceroboh itu untuk menjawab ucapan Bian, seharusnya Cia bisa langsung saja menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Namun, yang menjadi pertimbangannya adalah apa yang akan ia katakan pada Bian? Apakah Cia harus memberitahu pemuda itu bahwa ia tahu siapa orang yang menyebabkannya celaka dan ada kemungkinan Theo terlibat di dalamnya atau Cia harus jujur tentang keadaan kakinya sehingga ia tidak terima dan tak ingin pelaku itu lolos begitu saja? Opsi kedua sama saja dengan membongkar rahasianya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOLITAIRE ✔️
Teen FictionFOR SERIES Sequel of For Rayden & For Shanum "Uncheerful Inside" Kisah ini bermula dari gadis bernama Peachia. Menceritakan masa remaja yang tak seindah dipandang mata. Mengungkap kesedihan yang terpendam, menguak kesetiaan dibalik nama persahabatan...