Gaby selalu was-was sejak kejadian itu terjadi. Ia selalu menjadi tak pokus saat bersama sahabatnya ataupun Varrel. Entahlah ia seperti tengah dihantui ancaman. Padahal itu sudah terjadi dua hari yang lalu. Entahlah ia merasa bersalah. Ia tak seharusnya memikirkan itukan?
"Masih kepikiran?" Natta bertanya dengan santai.
Iya, Natta sudah tau. Dari siapa lagi kalo bukan dari informan kepercayaannya Shimi. Sebenarnya Gaby juga menceritakannya saat perjalanan pulang dua hari yang lalu. Tapi, Shimi sudah terlebih dahulu memberitahu Natta. Jadi, intinya Shimi keukeuh bahwa dia yang memberitahu Natta sampe ngedumel ke author. Jadi, Author cuma bisa pasrah. Napa jadi curhat elah.
Diamnya Gaby membuat Natta menarik kesimpulan menurut sudut pandangnya sendiri. Lagipun, ia sudah mengenal Gaby. Saat ini Diamnya berarti iya. Rautnya menunjukan jika ia sangat cemas. Menurut informan Shimi. Natta itu pakar ekspresi. Kalau memang Allah menyetujui katanya Natta mau jadi psikeater. Jadi, jangan heran kalo dia bisa membaca ekspresi sahabatnya.
"Udah, kalo Varrel emang beneran sayang sama lo dia pasti percaya sama lo. Dasarnya cinta kan harus saling percaya." Natta kini sedang cosplay menjadi puitisi.
Tiba-tiba Cika menyanggah. "Lebih baik lo bicarain sama Varrel sana!" suruhnya.
Natta juga menangkap maksud Cika mengangguk menyetujui. "Bener! Daripada kalian salah paham. Lebih baik lo bicara in sama Varrel. Akan lebih sakit hati jika kita mendengar sebuah fakta menyakitkan dari orang lain, tapi jika kita mengaku sendiri mungkin itu bakalan sedikit membuat Varrel tidak terlalu kecewa sama lo!"
Gaby hanya menganggukkan kepalanya. Apakah saat ini ia sedang diceramahi? Padahal dua orang dihadapannya ini jomblo loh. Kenapa kesannya jadi Gaby kalah sama Jomblo kalo soal pacaran?
"Angguk aja terus sampe tiba-tiba lo dikutuk jadi hiasan mobil!" sarkas Cika.
"Emang harus sekarang?" Gaby terkejut tentu saja. Ia menatap Natta, meminta penjelasan. Tapi, Natta malah memalingkan wajahnya, dengan mangatupkan bibirnya tak lupa kedua alisnya yang terangkat.
Melihat reaksi Natta yang tak membuahkan hasil, Gaby beralih melihat Cika kembali dengan tatapan meminta penjelasan. "Lo mau orang yang moto lo bilang duluan?" gertak Cika.
"Njiir nggak segampang itu sayangku!" ujar Gaby kesal.
"Gampang lah tinggal jelasin ke dia kejadian sebenarnya! Kek story telling!"
"Story telling bapak kou! Woy ini menyangkut perasaan bukan pelajaran."
"Ya udah sih terserah! Kita udah kasih saran yah." nah Gaby udah lemah kalau diginiin sama Natta. Kalau catur tuh dia kayak di skatmat. Jalan kesana salah, jalan kesini salah. Ya udah, mati ditempat deh.
"Si polos pake ngilang segala sih! Shimi oyy tolongin gue njir!" keluh Gaby. Yah... kadang punya temen polos itu menguntungkan. Setidaknya kalau ada dia Gaby tidak akan dibully kayak gini.
🌀🌀🌀
Shimi tiba-tiba meraba telinga kanannya. "Kayaknya ada yang ngomongin Shimi. Untung yang panasnya yang kanan berarti baik nih!" ungkap gadis itu seraya tak menghiraukan telinganya kembali.
Shimi kini sedang duduk di ruang latihan melihat ruangan itu dengan teliti. Sejak kejadian yang membuatnya cidera itu ia tak pernah pergi kesini lagi. Padahal, ia paling suka ruang latihan sekolah kalo lagi free class seperti ini.
(Fyi: Buat kalian yang masih bingung dimana sebenarnya Shimi latihan? Jadi, Shimi tuh suka latihan di dua tempat yang pertama di ruang dance sekolah yang ruangannya dekat dengan ruangan Marchingband, kalo sama teman²nya dia latihan disana. Kalo dia latihan mandiri dia latihan studio dance yang dekat dengan rumahnya. Berjarak nggak jauh, dari rumahnya. Ituloh gang yang ada anjingnya. Nah studio dancenya sebelah sana. Kadang kalo ruang dancenya dipake dia sama temen pereskulannya suka latihan di studio dance. Sekian terimaUang)
KAMU SEDANG MEMBACA
IQ vs EQ
Teen FictionIni hanya kisah anak SMA biasa yang identik dengan kisah romansa remaja. Hanya saja perbedaannya keempat gadis itu memiliki IQ yang sangat tinggi membuat mereka sulit dikalahkan dalam hal asah otak. Salah satu dari mereka adalah Natta, gadis jenius...