#42

65 10 8
                                    

Hari jumat, hari SMA Negeri 112 Jakarta dipulangkan lebih awal memang susah jadwalnya seperti itu.

Hari ini masih tanpa Lovata. Keadaan Lovata belum terlalu membaik. Setelah kemarin Arabella, Linda, Mahes dan Gildan menjenguknya Lovata hanya sedikit menunjukkan keadaannya yang mulai pulih. Terkadang ia masih merintih kesakitan dibekas lukanya.

"Mau sampe kapan nunggu Dion berhenti?" Tanya Arabella yang sudah mulai gerah karena kelakuan Dion. Ia pun yakin bahwa kejadian yang menimpa Allzen adalah ulah laki-laki tidak berakhlak itu.

"Gimana ya, gua gak ada jalan keluar," ucap Mahes.

"Nanti dah ke rumah sakit kita omongin sama Lovata juga," sahut Linda menengahi.

Bel masuk dibunyikan oleh guru piket, membuat mereka yang sedang berkumpul di tangga dekat lab komputer harus terpaksa bubar.

****

Dion dan beberapa temannya sudah berkumpul di kantin belakang sekolah, bersama Alfino.

"Fin! Gimana temen lu udah mulai membaik kayaknya sama Lovata." Ucap Dion pada Alfino yang sedang melamun. Ia sedikit tersentak mendengar Dion berbicara padanya.

"Hah? Gua mah gak tau apa-apa" ucapnya berbohong, padahal ia sendiri sedang memikirkan cara untuk menghentikan permainannya.

"Gini aja dah Kris," ucap Dion pada Krisna temannya. "Kemaren kan lu udah bikin si Allzen jatoh dari motor."

Alfinio membulatkan matanya sempurna, ia tidak menyangka bahwa Dion akan benar-benar menghancurkan Allzen.

"Kalo terjadi di dirinya sendiri itu gak akan ngefek apa-apa. Kita mulai dari keluarganya" lanjut Dion.

Alfino mengepalkan tangannya, darah dalam tubuhnya mendidih, rahangnya mengeras. Ia ingin sekali menghajar Dion yang tepat berada dihadapannya.

"Kita kerja bagi dua, lu semua banyak. Gua bagi dua tugas, kelompok pertama ngehancurin Allzen, kelompok kedua ngehancurin Lovata." Ucap Dion lagi.

"Lu masuk ke dua kelompok Fin." Alfino menoleh, lalu mengangguk. Ia sangat paham bahwa tidak hanya dengan menghancurkan keluarga Allzen, tapi juga dengan dirinya, Mahes serta Gildan.

Benar saja Dion semakin bringas dipikirannya saat ini hanya tentang kehancurannya seseorang. Alfino dan yang lainnya sedang berada diambang kematian.

Alfino bangkit dari duduknya, lalu berpamitan untuk masuk kelas. Sempat beberapa kali dihasut untuk bolos saja, tapi tidak. Bolos bukan tradisinya, walaupun Alfino juga dikenal brandalannya.

Disepanjang perjalanannya Alfino mikirkan satu persatu orang yang mulai menghilang dari kehidupannya, pertama adalah Gildan dan Mahes, lalu kepergian Raiza dan Allzen dari sekolah. Ia tidak memiliki siapapun lagi selain Mahes dan Gildan sekolah ini. Tetapi, mereka berdua tidak mungkin mau lagi menerimanya.

Alfino masuk kedalam kelasnya, belum ada guru yang hadir karena memang hari ini guru yang mengajar jam pertama izin tidak masuk kelas. Suara bising kelas membuat kepalanya ingin pecah.

Jam terus berdenting, detik dan menit mulai terlewati, bel pulang sekolah dibunyikan membuat beberapa siswa yang sudah penat akan pelajarannya bersorak sorai kegirangan.

"Jir, baru kali ini jumat kerasa lama banget sial!" Umpah Mahes pada Linda dan Arabella.

"Makanya anjir nahan ngantuk gue!" Jawabnya sambil memasukkan alat belajarnya.

"Lu solat jumat dimana?" Tanya Linda pada Mahes.

"Gak tau nih," jawabnya singkat. "Hari ini ke Rumah Sakit lagi gak?" Tanya Mahes pada kedua temannya.

LovatAllzen [SELASAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang