#33 (hari keduapuluhsembilan)

56 16 2
                                    

Pagi ini tidak seperti biasanya. Air langit kembali turun memberikan harum khas tanah yang diguyur air menyeruak ke indra penciuman para penghuni bumi.

Lovata menarik kembali selimutnya saat dirasanya suhu kamarnya terlalu dingin untuk kulitnya yang berwarna sawo matang itu.

Ia menyembunyikan wajahnya dibalik selimut hingga suara alarmnya terpaksa menyuruhnya untuk bangkit dan kembali menjalankan aktivitas di sekolahnya.

Seorang Lovata Ambar Derandra memang bukan seorang cenayang, namun sepertinya ia tahu apa yang akan terjadi padanya saat di sekolah nanti.

Lovata bersiap diri, selesai mandi dan mengenakan seragamnya dan menata rambutnya, nyemprotkan parfume berbau mint kesukaannya, Lovata langsung bergegas menuju lantai dasar rumahnya.

"Morning darling!" Sapa hangat Batra pada adiknya itu.

"Morning, Kak!" Sahutnya kemudian cepika-cepiki dengan kakak sepupunya itu. Di meja makan sudah menunggu Daniel, Jasmine dan Batra disana, hanya kurang dirinya.

Hujan yang kian turun membuat saraf di kepalanya menyuruhnya untuk tetap tinggal di rumah dan tidak berangkat ke sekolah.

"Ayah, aku gak sekolah ya, hehe." Ucap Lovata sambil sedikit terkekeh merayu di ujungnya.

"Kenapa? Gara-gara ujan? Ayah aja dulu ujan-ujan tetep nugas loh" ucap sang ayah sebagai tanda penolakkan secara harus.

"Siap bapak Jendral!" Sahutnya kemudian di tertawai oleh ketiganya.

Setelah tragedinya dengan Allzen yang bertubi-tubi, membuat dirinya harus kemana-mana menggunakan kendaraan umum atau diantar oleh supir. Tetapi hari ini karena Batra memilih untuk tetap tinggal disana ia yang mengantar Lovata ke sekolahnya.

Mobil sedan yang dikendarai Batra mulai melaju menerobos hujan.

"Kak" panggil Lovata pada Batra.

"Nyaut" sahutnya.

"Gua bodoh ya?" Tanya Lovata.

"Hah ngapa?"

"Soal kemarin dan tindakan yang gua ambil hari ini." Lovata sudah menceritakan kejadian kemarin kepada Batra. Hanya dia yang sekarang menjadi rumahnya untuk bersandar setelah Jasmine. Batra yang memang sangat menyayangi Lovata hampir saja kalap dan ingin datang ke kediaman Allzen, tidak membiarkan udara masuk ke rongga paru-paru Allzen. Namun Lovata berhasil menahannya.

Keputusan Lovata adalah tetap bersama dengan Allzen walaupun sangat perih jika ingat semua yang menimpanya.

"Yakin?" Tanya Batra kemarin malam.

"Semua yakin ini kelakuan Alfino." Lovata berusaha meyakinkan dirinya sendiri, walaupun kenyataannya pikirannya menolak akan hal itu.

"Kalau emang ini murni kelakuan dia? Lu buang waktu banyak, Lov"

"Tapi kak" Lovata mengantungkan kalimatnya. "Ah gak tau!"

Lovata semakin pusing, ia tidak tau harus jalan mana yang ia ambil. Ia tidak ingin terjebak dalam lingkaran ini tapi ia juga tidak ingin Allzen tidak dapat keluar dari dalam sana.

"Kalau emang Lovata yakin, gakpapa lahh tapi kamu harus terima atas semua resiko-resiko yang bakalan terjadi nantinya. Manis atau pahit itu urusan belakangan Ta, yang paling penting itu perjuangan kamu. Apapun keputusan kamu bakalan Kakak dukung walaupun itu menurut kakak gak masuk akal." Batra berusaha meyakinkan adiknya. Dirinya sendiri tidak ingin adiknya bersama si brengsek itu. Namun, hati adalah Lovata yang merasakan, ia tidak bisa seenaknya mengatur jalan hidup Lovata.

LovatAllzen [SELASAI✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang