28

68 23 12
                                    

Venta tersadar dari tidurnya. Lebih tepatnya ia baru saja sadar dari pingsan. Ia perlahan membuka mata, sinar dari luar mulai memasuki retina mata milik Venta.

Saat matanya sudah membulat sempurna, ia merasa aneh dengan tampilan rumah yang ia injak kali ini. Sepertinya ini bukan rumah milik Venta.

Kejadian beberapa jam yang lalu mulai mengusik pikiran Venta. Ia sadar, sekarang dirinya sedang disekap.

Rumah tua dengan tembok kayu jati, lampu yang menerangi ruangan itu sangatlah remang. Ia juga baru sadar, ternyata tangan dan kakinya diikat. Bukan hanya itu, mulutnya pun ditutup oleh kain.

Berbicara saja susah apa lagi berteriak. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia takut, setelah ini ia tidak bisa bertemu dengan Papahnya, teman-teman nya juga. Dan terlebih tidak bertemu dengan Ervin.

Venta takut, sangat takut.

"Hiks.." isakan tangis Venta keluar begitu saja saat air matanya mulai turun deras.

Tangan Venta tidak henti-hentinya mencoba melepas ikatan tali yang melilit pergelangan tangannya. Kaki nya pun sama. Tetapi saat ia mencoba melepas tali tersebut, tangan Venta akan tergores.

Suara langkah kaki yang begitu jelas mulai memasuki ruangan itu. Venta cemas, takut akan dijadikan apa oleh orang yang menculiknya sekarang.

Cklek

Pintu terbuka menampilkan sosok pria berbadan kekar. Venta kenal dengan pria yang berada didepannya saat ini. Tapi kenapa pria itu melakukan ini semua? Bukankah masalahnya sudah selesai?

"Hai" sapa pria tersebut. Venta terdiam, ia tidak sudi menjawab sapaan dari pria itu.

"Aku lupa mulut kamu dibekap," lanjut pria tersebut.

Pria itu mendekat kearah Venta. Meneliti setiap inci wajah Venta dengan intens. Menyingkirkan rambut Venta yang sedikit menutupi mata. Venta menahan isakan yang ingin keluar saat ini.

"Jangan nangis, cup-cup"

***

"Lo buang apa tadi?" tanya Ervin kepada Zidan.

"Cinta," jawabnya "Lo ada kagak?" tanya Zidan.

"Ada dong, tapi sayang masa cinta dibuang"

"Bucin Lo Vin" sahut teman-temannya yang lain.

Mereka sedang bermain kartu remi di dalam basecamp. Ada yang kurang dengan pasukan inti Victory karena Verro sedang dirawat di rumah sakit. Jadi ia tidak bisa mengikuti main kartu kali ini. Padahal dari sekian banyaknya anggota Victory, hanya Verro lah yang sangat jago memainkan kartu tersebut.

"Gue buang 10, berarti gede an gue ya?" tanya Ervin meminta persetujuan temannya yang lain.

"Iya, buruan ah. Mau mandi gue" sahut Ardhian. Karena semenjak tadi, Ervin hanya bisa bertanya.

Ervin berdecak "Iya-iya sabar," ia lantas mengambil kartu warna hitam berbentuk daun dan membuangnya di meja "Noh"

"Widihh, dikeluarin juga" sahut temannya yang lain.

"Udah buru, tadi nyuruh cepetan sekarang malah cerewet" kesal Ervin.

"Iya-iya sabar," ucap Zidan menirukan kata-kata Ervin tadi.

"Ck, ikut-ikut aja lo!" kesal Ervin.

"Yeee, biarin lah. Suka-suka wlee" ledeknya sambil mengeluarkan lidah.

Different PropertiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang