15

12K 2.2K 119
                                    

Sabtu (17.12), 18 Juli 2020

----------------------------

"Dunia ternyata sempit, ya?" Leon memulai obrolan setelah dirinya dan John berada di dalam mobil John dalam perjalanan ke hotel. "Dari semua orang di dunia ini, bagaimana kau bisa tinggal bersama Zie? Sahabatku yang hilang itu."

Sahabat mungkin tidak tepat menggambarkan hubungan Leon dan Zie. Mereka sudah seperti saudara. Bahkan mungkin lebih dekat dari saudara manapun. Tapi dulu Zie menolak Leon. Dia tidak menerima Leon saat ayahnya membawa Leon ke rumah mereka.

Saat itu usia Leon baru 7 tahun sementara Zie sudah 10 tahun. Ayah Zie yang bekerja sebagai pemulung menemukan Leon meringkuk di pinggir jalan dekat tempat sampah. Dilihat dari betapa kotornya kedua tangannya, Leon baru saja mencari-cari makanan di antara tumpukan sampah.

Ayah Zie langsung membawa Leon ke rumah mereka. Rumah yang hanya ditinggali Zie bersama ayahnya. Zie sama sekali tak mengenal ibunya. Wajahnya saja Zie tidak tahu. Dia juga tak punya kenangan apapun tentang wanita itu. Tiap kali bertanya, sang ayah hanya mengatakan bahwa ibu Zie sudah meninggal saat dia masih balita dan tak mau membahas lebih lanjut. Sampai sekarang Zie tak pernah tahu apa ibunya benar-benar sudah meninggal atau sengaja pergi meninggalkan mereka karena tidak mau hidup susah.

Kedatangan Leon membuat Zie marah-marah sepanjang waktu. Tapi itu sama sekali tak menyurutkan niat ayah Zie untuk menjadikan Leon bagian dari keluarga mereka. Dengan telaten dia memandikan Leon dan memberinya pakaian bersih serta makanan seraya hanya tersenyum geli meladeni anak perempuannya yang tidak ingin berbagi kasih sayang sang ayah.

Butuh waktu berbulan-bulan sampai akhirnya Zie tidak berteriak marah tiap melihat Leon. Mungkin hati Zie luluh karena Leon hanya diam saja walau diperlakukan buruk. Dia bahkan tidak keberatan diperintah-perintah Zie. Terus mengekori Zie walau berusaha menjaga jarak karena takut Zie marah.

"Ayah, bocah ini siapa sih namanya?" Suatu hari Zie bertanya saat sang Ayah dan Leon tengah memilah-milah barang-barang bekas hasil memulung. Mungkin sudah hampir satu tahun sejak ayah Zie menemukan Leon.

Entah karena terlalu mengabaikan keberadaan Leon, Zie sama sekali tak pernah mendengar nama Leon disebut. Dia sendiri selalu memanggil Leon dengan kata "bocah".

"Masa kamu tidak tahu?"

"Kalau Zie tahu, mana mungkin Zie bertanya?"

"Namanya Leon."

Bibir Zie terbuka sangat lebar. "Tidak mungkin!" serunya tak terima. Itu adalah nama pangeran khayalan Zie. Di tiap kesempatan Zie selalu bilang pada ayahnya, "Suatu hari Leon akan datang dan membawa kita keluar dari tempat kumuh ini."

"Memang benar. Iya kan, Le?"

Leon mengangguk dengan senyum lebar. Pada masa-masa itu, Leon memang nyaris tak bicara hingga ayah Zie sempat mengira dia bisu. Tapi ternyata Leon bisa hanya tidak terlalu sering melakukannya.

"Ayah! Tidak mungkin namanya Leon!" Zie mengentak-entakkan kaki tak terima.

"Yah, mungkin saja dia memang pangeran yang kamu tunggu-tunggu," sahut ayahnya sambil menahan senyum geli.

"Tidak mungkin! Tidak mau! Tidak bisa!" serunya yang akhirnya hanya mendapat tawa keras sang ayah.

Setelah itu Zie tak lagi membahas nama Leon. Tapi dengan sengaja tak pernah memanggilnya dengan nama itu. Zie terus memanggilnya "Bo" yang merupakan singkatan dari bocah. Bertahun-tahun kemudian—setelah Leon dan Zie lebih akrab—barulah Leon mengatakan pada Zie bahwa nama Leon diberikan oleh ayah Zie. Leon sendiri tak pernah ingat namanya atau masa lalunya. Sepanjang yang dia ingat dia sudah dijalanan dan mengais makanan dari tempat sampah.

The Baby's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang