10

10.9K 2.3K 224
                                    

Jumat (18.14), 03 Juli 2020

--------------------------

"Kau gila!"

Zie hanya tersenyum geli mendengar seruan yang dilontarkan Julia entah untuk yang keberapa kalinya. Bahkan setelah Zie menang telak yang berhasil membuat para lelaki itu melongo tak percaya hingga kini mereka sudah aman di dalam mobil menuju jalan pulang, Julia masih tak berhenti menyerukan dua kata itu.

"Apa yang sebenarnya kau pikirkan? Bagaimana kalau mereka tidak bisa menerima kekalahan lalu—" Julia tercekat. "menyakiti kita?"

"Aku bisa berkelahi."

Pernyataan singkat Zie membuat Julia ternganga. Selama beberapa saat dia kehabisan kata dan hanya fokus mengemudi.

"Kau mau... bercerita padaku?" Akhirnya Julia berkata ragu.

Selama ini Zie tidak pernah mengungkit masa lalunya. Bahkan fakta mengenai suami dan papanya yang meninggal baru didapat Julia setelah mereka lama berteman.

"Aku bukan anak orang kaya. Tapi aku selalu bercita-cita jadi orang kaya. Di usia lima belas, waktu itu kelas dua SMP, aku berhenti sekolah dan mulai mengenal poker." Zie tersenyum kecil saat mengenang. "Kata orang, aku punya insting berjudi yang bagus. Dan keberuntungan. Aku nyaris tidak pernah kalah.

"Tapi kau benar. Terkadang orang-orang seperti mereka tidak bisa menerima kekalahan. Terutama dari gadis kecil sepertiku waktu itu. Jadi ya, aku pernah dipukuli. Hingga akhirnya aku belajar berkelahi dan sanggup menghadapi mereka."

Sejenak Julia masih menunggu. Namun Zie tak mengatakan apapun lagi. Dia mengerti itu pasti sudah terlalu banyak bagi Zie untuk mengungkapkan masa lalunya.

"Aku benar-benar tidak menyangka," Julia berkata. "Kau terlihat, yah seperti ibu satu anak kebanyakan. Yang hidup sendirian." Julia bergerak tak nyaman, khawatir menyinggung. "Kadang seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Tapi ternyata—kau tahulah."

"Ternyata aku wanita yang liar ya?"

"Tidak, maksudku bukan begitu."

Zie terbahak melihat Julia jadi salah tingkah. "Aku tidak keberatan dengan sebutan itu. Karena memang benar." Dia menyandarkan punggung lalu memusatkan perhatian pada jalanan di depan melalui kaca mobil. "Bisa dibilang aku hidup bebas. Yah, meski aku sendiri punya batasan, tapi aku hidup di dunia malam. Poker, minuman, taruhan, berkelahi, semua itu keseharianku. Hingga akhirnya aku jatuh cinta." Suara Zie menghilang di akhir kalimat. Bayangan wajah lelaki yang berhasil mencuri hatinya muncul.

Kehidupan awal pernikahan mereka indah. Meski pernikahan itu tidak mendapat restu dari orang tua suaminya yang tidak mau menerima wanita liar seperti Zie, tapi sang suami tetap memilih Zie. Bagaimana hati Zie tidak melambung semakin tinggi?

Tapi kebahagiaannya tidak berlangsung lama. Tragedi itu terjadi dan merenggut mimpi-mimpinya. Hingga akhirnya Zie memutuskan pergi dan dengan hati perih, bertekad menganggap suaminya sudah mati.

"Pasti berat ditinggal dalam keadaan hamil seperti itu," kata Julia prihatin.

Bukan ditinggal. Tapi aku yang pergi.

"Yah, begitulah." Sekarang Zie yang merasa tak nyaman karena harus membohongi wanita sebaik Julia. "Dan sejak ada baby Bo, aku jadi tidak bisa bersikap seliar dulu. Kau pasti mengerti perasaan takut hal buruk yang kau lakukan berimbas pada anakmu. Jadi yang bisa kulakukan hanya bersikap seperti ibu tunggal kebanyakan. Waswas memikirkan masa depan dan kebahagiaan baby Bo."

"Ya, aku mengerti." Julia tersenyum. "Tapi kau wanita yang mengagumkan Zie. Kalau aku di posisimu, mungkin aku tidak akan bisa bertahan."

Zie hanya balas tersenyum sebagai tanggapan. Julia salah menilai dirinya. Dia bukan wanita mengagumkan. Dia hanya pengecut yang melarikan diri dari masalah. Dan kali inipun dia akan melakukannya lagi. Melarikan diri dari John sebelum John mengetahui—atau mengingat kebenarannya.

The Baby's FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang