PROLOG

15.1K 1K 178
                                    

Dimana langkah kakimu berpijak, disana kisahmu terukir. Air mata dan tawa adalah konsekuensinya.

18-07-2020

"Baik anak-anak, sekian dulu perkenalan dari ibu. Silahkan kalian lanjutkan perkenalan kalian," kata Bu Trigonometria atau yang biasa dia panggil Bu Tri. Seorang guru yang menjabat sebagai wali kelas X MIPA 6.

Guru itu meninggalkan kelas. Menyisakan murid-murid yang masih memakai seragam putih-biru, sebelum harus berganti dengan putih abu-abu nanti. Bisik-bisik mulai terdengar. Ada yang menanyakan nama, asal sekolah, tempat tinggal dan sebagainya dari teman sebangku mereka.

gadis yang duduk di bangku kedua dari belakang. Satu-satunya murid di kelas ini yang duduk sendirian. Kepala gadis itu mendongak menatap langit-langit kelas. Dia harus kuat, bagaimanapun jalannya, ini tetap hidupnya.

"Hey nama kamu siapa?" Perempuan itu tersentak. Pandangannya teralih dari langit-langit kelas lalu berganti ke seorang gadis seumurannya yang sedang mengulurkan tangan padanya.

"Ara," jawabnya lalu menggapai tangan teman satu kelasnya itu untuk dijabat.

"Kenalin aku Ekonomia Ananta. Panggil aja aku Mia, ini kembaran aku Fisikaria Ananta, panggil aja Fisika," ujar perempuan yang mengaku namanya Mia. Raut wajahnya terlihat ceria, cara bicaranya juga cepat. Sosok periang yang berbeda jauh dengan orang yang saat ini menjabat tangannya.

"Udah gue bilang berkali-kali jangan panggil gue Fisika. Ria, panggil aku Ria," ucap perempuan di samping Mia.

Ria dan Mia. Fisika dan Ekonomi. Ara hanya memandanginya dengan raut wajah bingung. Mereka memang kembar tapi tak terlalu mirip, mudah untuk orang-orang membedekan keduanya.

Ara tersenyum canggung. Begitupun kedua perempuan yang baru saja memperkenalkan dirinya pada Ara. Mereka adalah orang pertama yang mau menyapa Ara setelah tiga hari masuk ke sekolahan ini. Tidak ada yang berubah semenjak kejadian yang Ara alami saat kelas tujuh lalu. Hidupnya monoton tanpa ada siapapun yang mau memanggilnya sebagai teman.

Tet ... tet ...tet!

Ara tersenyum suara yang dia tunggu sejak tadi akhirnya terdengar. Bel pulang sekolah. Mia dan Ria juga sama senangnya, mereka bergegas mengambil tas untuk pulang ke rumah. Satu-persatu murid-murid meninggalkan kelas.

Sepi. Saat ini hanya ada Ara bersama ruang sunyi yang beberapa saat lalu dihuni tigapuluh lima siswa.

Berjalan meninggalkan kelasnya, Ara menatap lapangan basket yang sedang ramai. Kepala perempuan itu menggeleng, dia sering menemukan cerita di wattpad tentang ketua tim basket yang tampan, tapi Ara pikir itu hanya fiksi, tak semestinya dia berharap untuk jadi nyata.

Berjalan sendirian untuk pulang Ara sudah terbiasa. Ramainya sorak-sorakkan kakak kelas. Serta orang-orang lalu lalang tak membuatnya merasa ada. Rasanya semakin sakit, saat dikeramaian dan menyadari hal bahwa dia sendirian. Traumanya tentang pertemanan membuatnya tak lagi melangkah untuk memantaskan diri disebut teman. Walau kadang Ara juga merasa kesepian. Sebenarnya dia membutuhkan teman, tapi masalalunya selalu datang kembali menampar.

"Aw," pekiknya saat ada seorang siswa dengan pakaian yang sama sepertinya menyerempetnya dengan motornya di tengah-tengah pagar pembatas jalan dan area sekolahan.

"Gimana sih lo?!" tanyanya dengan kasar. Laki-laki itu memandangi seragam Ara yang sama dengan seragam yang dia kenakan.

"Kita satu SMP? kok gue gak pernah liat elo," ucap laki-laki dengan mengangkat satu alisnya.

Ara tersenyum memang ini bukan seragam asli dari SMP yang dia gunakan untuk ujian. Ini seragam dari SMP pertamanya.

"Bukan, ini seragam lamaku. Dulu aku pernah sekolah disini," jawab Ara pada laki-laki tersebut.

Laki-laki itu memincing. Menatap Ara dari atas sampai bawah. Lalu menggelengkan kepalanya.

"Apasih gak jelas. Lo siapa, sekolah dimana, gue juga gak perduli," ujar laki-laki itu lalu pergi dari sana.

Ara menatap kepergian laki-laki itu. Mungkin orang-orang sudah lupa dengan wajahnya juga kejadian yang menimpanya, tapi Ara tidak akan pernah lupa dengan kejadian itu meski sekuat tenaga dia melupakan. Separuh ingatannya tentang masa-masa di SMP itu sudah menghilang tertelan masa, tapi hari itu. Saat kejadian itu berlangsung tidak pernah hilang dari ingatan Ara. Membekas, seperti terukir dalam batu.

"Ara. Nusantara Lencana," ucap Ara menjawab pertanyaan laki-laki tadi.

Perempuan itu membalikkan badannya. Menatap kearah bangunan megah sekolahan ini dan lapangan yang sedang ramai-ramainya. Matanya tertuju pada tulisan besar di atas pintu utama masuk.

SMA ACHINODERMATA. Tulisan yang menjadi ikon SMA ini. Bibirnya terangkat menjadi sebuah senyuman.

"Dan ini masa SMA ku. Yang mungkin tidak akan seindah masa SMA mu."

Hehe pendek ya, maaf kan cuma prolog
Aku ingetin lagi vote dan komen cerita ini biar aku semangat ya buat nulis, menurut kalian gimana ngebosenin?

ARASEN [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang