5 hari pasca kecelakaan dan operasi yang dialami chaeyoung, ia sudah dipindahkan ke ruangan rawat meskipun masih ada beberapa alat bantu yang dipasang dibeberapa bagian tubuh chaeyoung, namun ia berhasil melewati masa kristisnya.
Selama itu pula, chanyeol dan jinyoung tidak pernah absen untuk menunggui chaeyoung didalam ruang rawatnya.
Meskipun sudah bisa dipastikan bahwa atmosfer diantara kedua pria itu sangat terasa canggung dan kaku, namun mereka mati-matian menahannya demi sang adik bungsu yang sangat mereka sayangi itu.
Seperti siang ini, jinyoung yang terlebih dahulu sudah ada di dalam kamar rawat chaeyoung karna ia langsung menuju dari kantornya begitu ia selesai memimpin rapat dengan para dewan direksi. Kemudian sejam kemudian disusul chanyeol yang juga langsung menuju kerumah sakit setelau menyelesaikan interview dan beberapa pemotretan hari ini.
Kini didalam ruang rawat chaeyoung, lengkap sudah kakak-beradik itu duduk bersama meskipun dengan keadaan hening tanpa suara.
Baik chanyeol dan jinyoung sepakat untuk bungkam dan enggan memberikan sepatah kata maupun saling memandang satu sama lain.
Sret
Hingga akhirnya suara pintu yang tertarik menarik perhatian kedua pria itu dan serempak menoleh kearah pintu ruangan chaeyoung yang terbuka.
Melihat siapa yang baru saja masuk, tidak membuat chanyeol dan jinyoung menghilangkan suasana tegang didalam ruangan itu. Justru kehadiran tamu baru itu menjadikan suasana ruang rawat chaeyoung semakin tegang dan kikuk.
"Chaeyoung-ah, appa datang. Maaf beberapa hari ini appa tidak bisa menemanimu." Sosok tegas dan berkarisma itu ternyata adalah tuan park yang langsung memposisikan dirinya berdiri disamping ranjang chaeyoung dan membelai helai demi helai rambut putrinya itu.
"Chaeyoung-ah, appa datang sayang. Tidakkah chaeyoung mau memeluk appa dan menyambut appa seperti biasanya?" Siapapun yang mendengarkan cara bicara tuan park bisa menangkap perasaan sedih dari caranya berbicara.
Tak pelak, chanyeol dan jinyoung pun bisa merasakan bagaimana pundak yang selalu terlihat tegar dan gagah itu kini terlihat bergetar menahan isak disana.
Bohong jika chanyeol dan jinyoung tidak perduli. Ingin sekali rasanya mereka menghambur kearah pria itu dan memberikan tepukan dipundaknya sekedar menyalurkan kekuatan agar pria itu tetap tegar seperti biasanya.
"Eheem.."
"Sudahlah. Chaeyoung baik-baik saja. Kata dokter kita hanya tinggal menunggu dia sadar." Ucap chanyeol menahan gejolak didalam hatinya. Sekeras apapun ia mempertahankan egonya, perasaan seorang anak kepada ayah tetaplah memenangkan ego seorang park chanyeol.
Sontak tuan park memandang sejenak kearah chanyeol yang tidak disadarinya bahwa putra sulungnya itu duduk tepat dihadapannya dan hanya dibatasi oleh ranjang chaeyoung.
Chanyeol yang menyadari tuan park tengah menatapnya lamat-lamat berusaha mengalihkan tatapannya.
"Aku akan keluar mencari minuman segar. Akan kubawakan sesuatu untuk—"
"Biar aku saja. Aku saja yang keluar mencarikan min—" potong jinyoung pada kalimat chanyeol.
"Anni, kau disini saja menemani chaeyoung. Biar aku—"
"Aku juga mau mencari sesuatu—"
"Jika kalian tidak ingin ada appa disini, biar appa yang pergi. " sontak satu kalimat dari tuan park langsung menghentikan perdebatan diantara park bersaudara itu. Keduanya kemudian serempak menoleh kearah pria yang darahnya mengalir dalam tubuh chanyeol dan jinyoung.
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU
Fiksi PenggemarHANYALAH CERITA SEDERHANA TENTANG PERJALANAN CINTA PRIA BERNAMA CHANYEOL DAN GADIS BERNAMA WENDY. Jangan menaruh ekspektasi besar pada cerita ini. Hehehe