Musim semi kali ini tampaknya begitu indah, dengan mentari yang terasa begitu hangat menyusuri trotoar, gedung pencakar langit, toko kecil ataupun sebuah pekarangan universitas yang begitu besar dengan beberapa orang yang berlalu-lalang. Beberapa menikmati nya, hembusan angin serta mentari yang membuat udara begitu sejuk, memejamkan mata seolah itu adalah keadaan yang begitu langka.
Terkadang—Mereka juga mengabaikannya, bercengkrama memasuki gedung, masuk kedalam mobil atau berlari begitu cepat dengan iris yang sesekali melirik kearah jam tangan yang terus menunjukkan keterlambatannya untuk masuk ke kelas—Bukan hari pertama, namun bukan juga pertama kalinya terlambat. Mungkin, hari ini adalah kematiannya.
Pria itu terus berlari, menaiki anak tangga begitu cepat berharap jika dirinya akan mendapatkan keajaiban nanti walaupun tubuhnya sedikit memiliki bau alkohol bekas semalam—Bau itu tidak menghilang hingga ia berdiri di depan kelas menemukan seorang profesor muda yang tengah menjelaskan di sana dan membuatnya mengetuk pintu dan membuka pintu itu perlahan.
Profesor muda itu tersenyum walaupun terlihat sedikit menyeramkan, bahkan tatapan itu lebih menyeramkan dibandingkan teman satu kelasnya yang kini melirik dengan mata yang membulat—Mata itu seperti obsidian begitu indah, tetapi tetap menyeramkan membuat mahasiswa yang tadinya menenangkan diri dan berani tiba- tiba menciut.
"Prof Jeon—Maaf—kan saya—"
Mahasiswa itu tergagap membuat sang profesor yang menggunakan setelan jas berwarna biru gelap itu kembali tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya, memberikan tanda agar mahasiswa itu masuk dan menutup pintu kelas—Hanya saja, mahasiswa terdiam beberapa detik sebelum melangkahkan kakinya masuk, menutup pintu dan kembali terhenti.
"Jika kau bisa menjawab pertanyaan ku, nilaimu akan selamat anak kecil—" ucap Profesor dengan marga Jeon itu yang kini melangkahkan kakinya, ke arah anak tangga hingga terdengar suara yang menggema dan itu mampu membuat mahasiswa lainnya tertawa dan mahasiswa yang merasa nilainya terancam di sana merasakan tubuhnya berkeringat dan begitu dingin sekarang.
"Jelaskan padaku—Persepsi masyarakat mengenai seorang arkeolog?"
Semuanya terdiam dengan iris yang bergerak untuk saling berpikir, sesekali mereka berbisik didalam gelapnya ruangan dengan satu cahaya yang menyorot kearah screen proyektor dengan seorang profesor muda yang kini mengulum bibir merah mudanya, menatap kearah mahasiswa yang tampaknya hanya terdiam dengan raut wajah kebingungan disana—Itu pertanyaan mudah.
'Profesor Jungkook—Tak pernah memudahkan mahasiswanya'
Seseorang berbisik membuat Profesor itu menundukan pandangannya dan tersenyum tipis seolah menganggap bisikan itu adalah pujian—Terdengar seperti mimpi untuknya. Hingga, helaan nafas pun terdengar dengan iris hitamnya yang kini melirik kearah jam di pergelangan tangan kulit ivorynya—Ia akan tetap menunggu.
"Mempelajari—benda masa lampau?"
Iris hitam yang dibingkai oleh kelopak monolid itu teralih, menatap mahasiswanya yang memberikan tanda tanya di akhir kalimat itu, membuat pipinya sedikit mengembung dengan rambut hitam serta poni jarang nya itu dirapikan seolah menganggu dengan senyum yang kembali terukir di bibir tipisnya itu—Helaan nafasnya kembali terdengar dan mempersilahkan mahasiswa itu untuk mengikuti perkuliahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ring Solar Eclipse [TAEKOOK]
Romance"He had the magic in his eyes, even the stars envied" Menyeramkan ketika aku yang datang ke tempat dimana hanya ada gelap dan dingin yang begitu menakutkan-begitu sepi sebelum mata kegelapan itu menyapa, menarik ku penuh penuh amarah. Namun, ketika...