Suara gugurnya daun, suara gesekannya kini terdengar, bahkan suara tapal kuda pun kini terdengar memacu jantung sosok pemuda yang tampaknya terdiam dengan pandangan yang menunduk dan tak berani untuk mengangkat pandangannya—Ia menggenggam jemarinya sendiri begitu erat, sesekali memejamkan matanya dengan wajah yang sedikit pucat serta keringat yang sesekali membasahi pelipisnya.
Semalam—Segalanya terdengar asing dan tidak masuk akal dan Jeon Jungkook berharap jika dirinya akan terbangun dari mimpi, tapi sialnya hingga mentari terbit dirinya tak kunjung terbangun dari mimpi. Bahkan, matanya tak mampu terpejam dengan jantung yang terus berpacu seolah malam adalah petaka. Tubuhnya terasa panas, bahkan ketika ia menemukan rintikan salju di luar. Ini menakutkan.
Alathana, sebuah negeri di pusat dataran luas berbatasan dengan barat, timur, selatan serta utara—Dikelilingi oleh sungai buatan besar bernama Atlansas yang menjadi penghalang, dibangun sejak ribuan tahun lalu untuk menghalangi pemberontakan yang dilakukan negeri lainnya, pada negeri indah Alathana—Hingga, Jungkook tertawa.
Itu terdengar tidak masuk akal ketika pria itu menjelaskan menggunakan bahasa yang sama dengannya. Ini bohong dan ini adalah mimpi membuat Jungkook memejamkan matanya, berhenti menggenggam jemari dan mencoba untuk tenang—Jungkook akan mulai berteriak dalam hatinya dan meminta untuk segera terbangun dari mimpi buruk ini.
'Bangun bodoh—Bangun—Kau tengah penelitian di Mauritania—Bangun—'
Perlahan Jungkook membuka matanya dengan tatapan kosong karena apa yang irisnya berikan pada otaknya masih tetap sama. Sebuah negeri bernama Alathana yang tidak masuk akal membuat air matanya menetes. Ia ingin menangis, menjerit dan lari kemanapun mencari tahu dimana dirinya berada.
Hanya saja—Pria itu mengatakan untuk tidak bicara dan berhati- hati pada Raja membuat Jungkook merunduk, berusaha untuk menyembunyikan tubuhnya ketika suara barithone dengan bahasa yang berbeda itu kembali memasuki ingatan.
Suara itu seolah mengancam membuat Jungkook menunduk, menyelusupkan jemari pada rambut dan menariknya pelan. Ini membuat kepalanya sakit.
Kret—
Jungkook tersentak ketika ia mendengar suara pintu yang terbuka, membuat pandangannya terangkat dan menemukan pria setinggi tanaman perdu yang kembali membawa makanan beserta pakaian untuknya—Hal itu membuat Jungkook membungkukkan tubuhnya dan menerima pakaian diatas pangkuan.
Pakaian itu—berwarna coklat, seperti pakaian di abad pertengahan di Eropa membuat Jungkook kembali membungkukkan tubuhnya dan melirik kearah pria yang kini tengah menulis membuat Jungkook menunggu dengan pandangan yang menunduk sebelum ia kembali menerima uluran kertas yang begitu halus.
'Bisakah kau menolongku? Tolong pergi ke pasar dan berikan aku beberapa bahan makanan—Kau hanya perlu memberikan kertas tanpa bicara'
Jungkook mengangkat pandangannya, hatinya berontak ingin menolak dengan segala ketakutan yang kini memasuki benaknya, tetapi pria itu telah menyelamatkannya dari kematian membuat Jungkook hanya mampu mengangguk dan tersenyum tipis dengan jemari yang kini menengadah, meminta data barang yang harus dibelinya hingga pria itu pun memberikannya dengan beberapa lembar uang dan melangkahkan kakinya pergi.
Helaan nafas itu terdengar ketika pintu tertutup membuat Jungkook melangkahkan kaki ke dalam kamar mandi yang berada di sisi lain ruangan—Cukup nyaman, bahkan sangat nyaman untuk digunakannya bersembunyi dengan air yang begitu hangat. Hingga, Jungkook pun membuka pakaiannya satu persatu sebelum dirinya tersadar flashdisk serta ponsel miliknya—
Giginya menggertak dengan air mata yang menetes—Jika saja dirinya tidak mengejar anak kecil itu hanya karena flashdisknya, mungkin Jungkook akan baik- baik saja dan mungkin ia tengah melanjutkan penelitiannya. Ini menyakitkan dan Jungkook terus menyesali hal itu membuatnya menekuk lutut dan menggenggam erat flashdisk miliknya itu—
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ring Solar Eclipse [TAEKOOK]
Roman d'amour"He had the magic in his eyes, even the stars envied" Menyeramkan ketika aku yang datang ke tempat dimana hanya ada gelap dan dingin yang begitu menakutkan-begitu sepi sebelum mata kegelapan itu menyapa, menarik ku penuh penuh amarah. Namun, ketika...