22--Berubah

412K 36.6K 3.5K
                                    


"Dara ya?"

Dara menoleh, kemudian memberikan senyum terpaksa.

"Ngapain disini?" tanya Indah, cewek itu tersenyum manis. Kemudian seolah teringat sesuatu, Indah menoleh ke arah perut Dara yang sedikit membuncit.

Ternyata benar perkataan mamanya, bahwa gadis itu hamil. Tapi Indah tak terlalu peduli dengan itu. "Duluan," ujar Indah dengan sedikit ketus, karena tiba-tiba teringat bahwa gadis didepanya itu nakal dan ..kotor. Atau mungkin itu hanya pemikiranya.

Dara tak menjawab, gadis itu diam sampai Indah pergi dari pandangan. Ia berdiri agak jauh dari sekolah mengunggu jemputan. Tanpa Bara tentunya. Setelah kejadian dirinya yang mengidam tadi, mereka tak berbicara.

Kakinya melangkah memasuki mobil saat pak Maman sudah sampai didepanya. Mobil mereka tetap diam, menunggu Bara yang tak kunjung datang. Dara menyenderkan kepalanya dikaca mobil, sampai menoleh saat Bara mulai datang dan masuk.

Mobil mulai melaju, sedang kecepatanya. Berbeda dengan keadaan luar yang ramai akan suara kendaraan. Keadaan mobil sangat hening, tak ada yang berbicara sampai pak Maman juga terheran. Perasaan kedua tuan mudanya itu tadi saat berangkat masih baik-baik saja.

"Bar.." panggil Dara pelan memecah keheningan.

Bara menaikkan satu alisnya. Menatap istrinya yang sedari tadi hanya diam.

"Tadi gue malu-maluin lo banget ya?" tanya Dara lirih, hampir menangis bahkan. Efek hormon kehamilanya, ditambah melihat kedekatan Bara dan Indah tadi.

"Iya, banget," jawab Bara tajam.

Dara kembali menyandarkan tubuhnya kesamping. "Maaf ya?, anak gue penginnya yang enggak-enggak."

Bara tak menjawab, sebenarnya rasa kesalnya sudah hilang. Tapi cowok itu tetap diam, mencerna kata-kata Dara yang mengusik hatinya.

'Anak gue' yang terucap dari mulut istrinya membuat Bara memejamkan mata. Jika tadi saat memintanya memakai bandana Dara mengatakan kalau itu adalah anaknya, anak Bara. Tapi kenapa sekarang berubah?, itu memang tak berarti, tidak dengan Bara. Biasanya Dara akan menyebut anaknya dengan kata 'anak kita' ataupun 'anak lo' kecuali kalau Dara sedang dalam kondisi badmood, maka wanita itu mengatakan 'anak gue'

_ _ _

Mereka tetap terdiam sampai masuk ke dalam apartemen. Keduanya masuk kamar bersamaan, mengganti baju masing-masing dan berlanjut duduk di tepan tv berdua. Jika biasanya mereka selalu menempel erat, maka tidak kali ini. Keduanya duduk berjauhan dengan keadaan hening, hanya suara tv yang terdengar.

Dara meneguk ludahnya perlahan kala melihat tayangan televisi makan-makan. Matanya terus mengikuti semua menu yang berbaris.

Pengin!

Batin Dara menggebu saat melihat tanyangan yang menampilkan menu dari mulai nasi goreng, sate, mie. Astaga!, mau bilang Bara tapi masih takut diketusin.

Teringat Bara yang menuruti ngidamnya tapi tak ikhas membuat hati Dara memanas. Itu kan yang minta anaknya, anak Bara juga. Kenapa gak mau juga?, emang bener, Bara nggak sayang sama anaknya. Mungkin hanya rasa bersalah saja. Apalagi pake suap-suapapan sama Indah lagi. Hal itu membuat Dara menggeram pelan.

Iya! Dara akui bahwa ia cemburu. Lagian Dara sudah pernah bilang kan kalau ia mulai mencintai suaminya itu. Ternyata cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Paling mereka menikah juga sampai anaknya lahir, Dara tak yakin bahwa mereka akan bersama setelah itu. Mengingat sikap Bara bersama Indah dan obsesi kakek Bara yang ingin menjodohkan cucunya itu.

Sepertinya Dara juga harus merubah sikapnya, tak terlalu bergantung dengan cowok itu. Binar mata Dara meredup kala mengingat sekolahnya akan berakhir beberapa bulan kedepan. Ia kehilagan semuanya, tapi tak bisa berkata apa-apa. Dara juga sudah mencintai anaknya ini. Yang selalu manja. Minta dielus, bikin mual-mual dan ngidam tentunya.

Karena tak tahan lagi, Dara beranjak dari duduknya dan menuju ke kamar. Melihat Bara yang tertidur di sofa membuat Dara tersenyum licik. Wanita itu segera memakai jaket setelah menyisir rambutnya. Berjalan diam-diam keluar apartemen untuk membeli keinginanya.

_ _ _

Bara menggeram tertahan kala tak mendapati istrinya diapartemen. Sialnya ia ketiduran tadi sehingga tak tau dimana Dara sekarang. Bagaimana tak ketiduran, hanya hening tanpa berbicara satu patah kata membuat mata Bara terpejam.

Telfon darinya juga tak dijawab. Buru-buru Bara menelfon sahabatnya, berharap mereka tau dimana Dara.

"Apaan?"

Ujar laki-laki disebrang telfon, Gemma.

"Telfon pacar lo, Dara sama dia apa nggak!" ujar Bara tak basa-basi.

"Iy- eh Anjing, lo ngapain nyariin si Dara?"

"Bacot! Buruan!"

"Iye bos.. Santai!"

Tut tut

Ponsel Bara berdering beberapa saat kemudian. Pesan dari Gemma membuat Bara mrnghembuskan nafas pelan.

Gemmano
Nggak sama Alhena.

Bara mengacak rambutnya frustasi. Menghembuskan nafas pelan kemudian keluar mencari gadis itu.

_

Mata Bara menajam kala mendapati istrinya dipinggir pedagang jalanan nasi goreng. Emosinya langsung naik kala melihat seorang laki-laki disana.

Shitt

Ia sibuk mengkhawatirkan gadis itu sedangkan dia malah asik-asikan bersama laki-laki lain. Mobil Bara langsung menepi. Pemiliknya keluar kasar membuka pintu mobil.

"Eh.." jerit Dara saat dirasa tanganya ditarik kuat. Pandanganya beralih ke Bara yang menatap tajam kearahnya dan juga Arga. Tanpa kata cowok itu menarik Dara menuju mobil, menghempaskanya kasar tanpa peduli bahwa istrinya itu sedang hamil.

"Sakitt Bar," cicit Dara. Tangan kananya ia gunakan untuk memegang perutnya. Seolah menjaga anak yang dikangdungnya.

Tatapan Bara tak berubah, tajam dan dingin. "Kenapa keluar?" tanya Bara dingin.

"Pengin-"

"Jangan nyusahin gue bisa?"

_ _ _

Vote and coment guys. Itu sangat membantu:-)

ALDARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang