40--Edisi Ngambek

391K 34.8K 7.5K
                                    

"APASIH, NGGAK USAH PEGANG-PEGANG!" Bara langsung mundur selangkah saat makian keras terdengar didepan wajahnya. Kan nyemprot.

"Astaga, jangan marah dong," bujuk Bara mendekatkan diri.

Dara masih saja mempertahankan sifat marahnya. Enak aja dimaafin langsung.

"Jangan pegang aku bilang," teriak Dara sekali lagi. Tapi tarikan dibajunya membuatnya terus berteriak.

"Bara! Jangan pegang!"

"Bukan aku," jawab Bara kalem.

Dara menoleh kebelakang dengan muka sebal. Sialan! Itu ngapain bajunya kesangkut paku. Langsung saja gadis itu menarik bajunya, tak peduli robek atau nggak.

Malunya itu loh, dapat dipastikan mukanya pasti merah padam sekarang. Terdengar tawa Bara menggema membuat Dara menahan rasa kesalnya yang sudah sampai ubun-ubun.

"Ngeselin kamu!" teriaknya dan lari begitu saja.

Mata Bara membelalak. "Eh, astaga! Lagi bunting saoloh!" dengan cepat Bara mengejar Dara yang langsung masuk ke dalam apartemen.

'Brakk!!!

"Huh sabar, emosi gue lama-lama." Bara berujar menetralkan nafasnya. Matanya menatap pintu kamar yang ditutup keras oleh Dara. Sialan!

"Yang," panggilnya mengetuk pintu.

"Dara,"

"Adara,"

"Adara Sere-"

"BERISIK!" teriak Dara kencang dari dalam.

"Buka dong," pinta Bara melas.

"Aku lagi marah!"

Bara diam-diam tersenyum geli. Marah kok bilang-bilang.

"Yaudah minta maaf, akunya,"

"Nggak!"

Bakal lama ini. Bara sudah mengumpat dalam hati. Gara-gara Manu sialan. Jadi marah kan.

Lebih memilih duduk disofa, menunggu Dara selesai marah adalah salah satu solusinya. Bisa saja Bara bersikap tegas, tapi Bara tau bahwa emosi ibu hamil itu memang tidak stabil jadi wajar dikit-dikit marah, dikit-dikit ngambek mulu.

Nge-game, nonton tv, makan, minum, rebahan.

Nge-game, nonton tv, makan, minum, rebahan.

Gitu aja terus. Sampe udah satu jam lebih Dara tak kunjung keluar dari kamar. Dan Bara sudah mulai bosan. Apalagi ini waktunya makan siang.

Dengan langkah berat Bara berjalan menuju Dapur, tak ada makanan satupun kecuali makanan mentah.

Tanganya mengambil ponsel disaku seragamnya. Pesen aja makananya, mengingat ibu hamil satu itu juga belom makan.

"Dar,"

"Sayang,"

"Dara,"

Panggilan itu hanya dibalas oleh keheningan. Bara mendesah pelan.

"Marahnya udahan dong, aku lakuin itu juga buat kamu," jelas Bara lebih rinci.

"Hmm," Dara berdehem dari dalam kamar, masih bisa didengar Bara.

Bara mulai mengukir senyumanya. "Keluar dong, makan dulu nanti kamu sakit," ujar Bara mengingatkan.

Ceklek

'Yesss berhasil,' girang Bara dalam hati saat pintu terbuka menampilkan wajah imut Dara yang terlihat datar. Dan jangan lupakan perut buncitnya.

"Kamu jahat," ujar Dara tiba-tiba.

"Hah?"

"IYA JAHAT BANGET HUAAA!!! MAKSUDNYA APA NGINGETIN MAKAN TAPI NGGAK NGINGETIN MINUM?!!!! BIAR AKU SERET?? TERUS MATI??!! HAH!!!!" teriak Dara kuat-kuat.

Mata Bara mengerjap pelan. Bingung. Salah apa lagi?? Kan Bara nggak maksud_

"Emang ak-"

"Halah, bilang aja. Biar kamu bisa sama Indah iya?" cibir Dara keras meninggalkan Bara.

"Ngawur," sebal Bara mendorong kepala istrinya kedepan.

"Diem!" sentak Dara langsung.

Perempuan itu duduk di kursi depan tv, membuka makanan yang Bara pesan kemudian melahapnya dengan tenang.

Bara duduk disamping Dara. Mencomot makananya pelan membuat Dara kesal.

"Punya aku!" sentak Dara menggeplak tangan Bara.

"Orang yang beli aja aku," ujar Bara santai.

"NGGAK IKHLAS!!"teriak Dara. Berbeda dengan tingkahnya yang terus memakan makanannya.

"Astaga, kenapa sih sensi amat. Ikhas aku, ikhas," ujar Bara mencoba sabar.

Dara tak menjawab, membuat Bara berbaring menelusupkan kepalanya diantara paha dan tangan Dara. Posisi perempuan itu yang duduk dilantai membuat semakin mudah.

Dara sendiri hanya membiarkan itu. Baginya makan lebih asik daripada mengurusi Bara yang sudah mendusel-ndusel anaknya di perut.

"Aku salah apa sih?" Bara menggerutu pelan.

"Nggak sadar diri!" sarkas Dara.

"Itu juga aku ngelakuin demi kamu. Mana ada buat aku doang,"

Dara hanya berdehem menjawabnya.

"Darrrr....," rengek Bara. Entah sejak kapan laki-laki itu bisa merengek manja kekanakan seperti sekarang.

"Apasih!" sebal Dara membuat Bara mencibir pelan. Kepalanya semakin ia telusupkan keperut Dara. Kaos yang sudah diangkat olehnya membuat perut Dara terpampang nyata. Mulut Bara mulai menyosornya dengan ciuman lembut.

Dara sudah selesai makan, perempuan itu berceletuk. "Aku bukanya marah sama kamu, tapi bisa nggak sih permasalahan itu diselesaikan baik-baik. Nggak cuma asal pukul orang aja." ujar Dara membenahi.

"Aku cuma nggak mau lihat kamu berantem, udah itu aja. Kamu itu udah mau jadi bapak, harusnya mulai jaga sikap. Aku nggak mau kalau kelakuan anak kita nyontoh dari kamu." lanjut Dara sambil mengusap rambut Bara.

"Ya kan ini juga buat kamu! Kamu pikir aku bakal diem saat kamu dicaci maki gitu? Bahkan sampe kamu nangis-nangis kaya gitu. Aku cuma mau mereka tuh ngerti. Yang salah siapa. Kamu disini cuma korban tau," bela Bara tak terima.

"Nih mukanya jadi jelek," Dara menyentuh pelan luka-luka diwajah tampan suaminya.

"Demi kamu,"

"Iya," ujar Dara. Marahnya sudah hilang. Iya, secepet itu.

"Sama anaknya Papa," Bara mengecup perut Dara.

Hal itu membuat Dara menahan malu, kata-katanya itu lohh.

"Jangan berantem lagi," peringat Dara tajam.

"Cium dulu," ujar Bara tersenyum miring.

"Ogah!"

"Cium ih!"

"Nggak mau!"

"Dara, cium!"

"Apaan sih geli," ujar Dara sedikit tertawa.

Tangan Bara diulurkan keatas. Merangkul leher istrinya. Menundukanya kebawah sehingga bibir keduanya bertemu. Dengan Dara yang terkejut tentunya.

"Bara ih!"

"Hmm," gumam Bara kembali menarik leher istrinya semakin kebawah.

_ _ _

Vote and coment guys

Salam sayang

ALDARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang